1 Januari 2019, aku ada di Tokyo... *dan masih sendiri*... Menikmati sarapan kebab sambil nonton TV. Ngobrol sama Dilla, berdoa semoga pada perjalanan berikutnya aku tidak sama Dilla lagi, kami sudah sama suami masing-masing dan aku jalannya ke Mekkah... amin ya Allah.... Tahun ini aku sepertinya akan berada di 4 negara, setelah Jepang, lanjut Malaysia untuk transit dan lanjut ke Brunei Darussalam sebelum balik ke Palembang. Nanti kalau sudah masuk ke kampus kerjaan menumpuk, disuruh lanjut sekolah lagi dan lain-lain, jadi aku mau refreshing dulu sekarang.

Tontonan TV kami pagi ini adalah matahari pertama yang bersinar di Jepang dengan pengambilan gambar matahari tepat di atas Gunung Fuji. Sambil makan, Dilla ngoceh menerjemahkan, setelah itu baru orang Jepang boleh makan. Nah karena aku bukan orang Jepang nggak apa-apakan kalau tadi aku sudah makan. Narita Express kami hari ini berangkat jam 12 siang. Jadi kami masih punya banyak waktu pagi-pagi.

Hari ini juga kami akan kembali ke pasar dekat Sensoji Temple, karena belum foto dengan gerbang Kaminarimon. Ini baru kusadari ketika melihat lampionnya beda dengan yang kami datangi kemarin. Setelah siap kami check out, good bye untuk hostel keren kami dan mulai jalan kembali menggeret koper plus tas tambahan sekarang. Karena tidak dikejar waktu, kami nyantai menuju ke gerbang Kaminarimon. Di jalan, di depan toko dan kedai makanan yang masih tutup aku tertarik mengambil foto tiruan sampel makanan yang banyak dipajang di sana. Mirip sekali dan sangat menggugah selera... tapi yah.... aslinya nggak halal.

Sampe di gerbang Kaminarimon, super rame sama manusia, Dilla sudah kehilangan selera fotonya, sementara aku masih semangat. Di sana juga ketemu dengan para penarik jinrikisha tapi yang ini lebih menarik dari di Arashiyama. Yang namanya abang becak kalau di Indonesia kan kita udah tahu, tapi di sini beda banget. Penarik jinrikisha nya adalah dedek dedek gemes super ramah. Masih muda-muda dan ganteng. Dengan menggunakan pakaian khasnya, mereka menawarkan angkutannya. Ketika melihat kami, salah satunya langsung menegur dengan ramah dan semangatnya...
"Beca beca...." tawarnya kepada kami. Nah ini.... pasti karena banyak orang Indonesia ke sini, jadi dia tahu dengan becak.
Kami tertawa. "Becak...." ralat Dilla "With K..."
"Yes Becak"... katanya tertawa "Where you wanna go"
"Too far" jawabku... "Airport"
Dia tertawa dan masih berusaha melucu mengatakan kalau dia akan antar, ya udah akhirnya kata kami antar ke stasiun saja, dia tertawa karena kali ini stasiun Asakusa ada di depan kami. Ya udahlah ya dek, lain kali kami akan naik jinrikisha kalau ditakdirkan ke sini lagi, tapi sekarang kami harus pergi dulu.... Luar biasa deh, mereka ini, aku yakin si dedek gemes ini pasti masih kuliah dan narik jinrikisha ini cuma part time saja. *lucu, pengen kantongi satu bawa pulang*

Matahari bersinar pertama kali di 2019


Sampel makanan


Gerbang Kaminarimon


Di stasiun Asakusa, kali ini kami memutuskan untuk menghemat tenaga. Nyari lift sampai dapat, nggak mau pakai tangga. Masa sih kereta bawah tanah nggak ada lift atau eskalator. Kalau nggak ketemu, kami nanya. Tuh kan ada, jadi perjalanan pulang nggak ada cerita capek bawa koper naik turun tangga. Di stasiun Asakusa ada banyak hiasan dinding yang menarik, tentu saja kami tidak akan lewatkan mengambil foto di sana sambil menunggu kereta.

Di stasiun Asakusa


Dari Ueno, kami kembali ke JR Yamanote Line menuju stasiun Tokyo untuk naik Narita Express. Keretanya bagus seperti selayaknya kereta menuju bandara. Di kereta juga ada jadwal untuk pesawat-pesawat yang akan terbang hari itu.

Di stasiun Tokyo


Di Narita express


Good bye Tokyo, aku akan kembali lagi kapan-kapan


Sesampainya di Narita terminal 2, kami akan pindah ke terminal 1 menggunakan free shuttle bus. Rekorku di Hong Kong yang tidak pernah naik mobil hampir disamai di Jepang ini, tapi karena pindah terminal di Narita, maka artinya kami kecicip juga 1 kali naik bis di Jepang. Sesampainya di terminal 1, kami mencari mushola dulu, dari bagian informasi kami dapat info ada di lantai 5. Prayer room tidak susah dicari, sudah ada sajadah dan tempat berwudhu, juga ada kursi seperti di surau-surau Malaysia untuk orang tua yang tidak bisa duduk bersimpuh, hanya saja tidak ada mukena, harus dibawa sendiri.

Narita airport


Prayer room at Narita


Proses Check in cuma sebentar, koper plus tas tambahan setelah ditimbang ternyata masih dibawah 23 kg. Jadi kami tinggal bawa tas bawaan masing-masing saja. Pesawatku take off jam 5 sore ke Kuala Lumpur, Dilla 40 menit kemudian ke Jakarta. Untuk makan kami akan makan udon halal yang ada di Narita terminal 1. Saat mencari lokasinya, ketemu dengan jualan merchandise untuk olimpiade Tokyo 2020. Maka tertariklah kami untuk beli sedikit oleh-oleh. Penjualnya kasih tahu, yang mana yang olympic dan yang mana yang paralympic. Aku mengorek-ngorek koin Yen dan alhamdulillah masih cukup untuk beli pin di sana. Jadi nanti saat olimpiade berlangsung, kami sudah duluan punya koleksi merchandisenya.

Merchandise Olimpiade Tokyo 2020


Tempat makan udon halal di Narita tidak susah dicari, saat akan memilih menu, ibu-ibu di belakangku kasih rekomendasi dalam Bahasa Inggris, menu yang ini ayam yang itu apa, dan lain-lain. Jadi aku bertanya "Are you Japanese?", dan dijawabnya kalau dia orang Jepang, tapi sering ke Malaysia dan sering bertemu orang berhijab. Tuh kan satu lagi ketemu orang baik yang bantu tanpa diminta, dia mungkin paham sulitnya orang muslim cari makan di sini.

Udon di Narita


Selesai makan, mangkuknya kami bawa sendiri kasih ke bagian dapurnya. Karena Dilla masih mau shopping menghabiskan waktu, sementara aku sudah mau menuju gateku, aku dan Dilla akhirnya berpamitan. Semoga kami selamat sampai tujuan masing-masing. Dilla besok sudah bisa sampai di rumah, sedangkan aku masih ngebolang tidak karuan.

Pesawat ANA yang akan menuju ke Kuala Lumpur


Di pesawat kali ini aku duduk di gang, dibagian tengah, sebelahku masih cowok Jepang, cuma terlalu cengengesan dan tidak karismatik sama sekali seperti cowok Jepang saat aku datang ke Jepang waktu itu. Pramugari mengecek namaku dan memastikan kalau aku memesan makanan halal, kemudian menempel stiker di kursi. Peragaan keselamatan di pesawat ditunjukkan melalui layar di depan kursi masing-masing. Lucu dan keren, safety demonstration videonya menggunakan kabuki dengan pakaian khas dan riasan tebalnya. Untuk makanan beratnya, kali ini dessertnya,... es krim green tea yang enak banget. Kegiatan selama di pesawat kali ini aku bisa tidur, selain nonton film. Tidur juga karena sudah malam dan nanti sampai di Kuala Lumpur tengah malam.

Makanan di pesawat All Nippon Airways


Sedih meninggalkan Jepang, karena aku merasa sangat betah. Kecuali cuaca ekstrimnya, semuanya menyenangkan. Orang-orangnya, suasananya, makanannya, keretanya, kotanya, sampai ke toiletnya semuanya akan bikin kangen. Dalam semua kisah travellingku, baru kali ini aku sangat terkesan dan berat untuk pulang. Semoga suatu saat aku bisa ke Jepang lagi, dan kalau bisa dengan seseorang spesialku. Dulu aku pernah mengira suatu tempat yang didatangi akan sangat berkesan tergantung dengan siapa kita ke sana, seperti dari Novel Asma Nadia dalam "Jilbab Traveler" tapi ada sesuatu yang tidak sepenuhnya tepat menurutku sekarang, karena ternyata tempat yang kita kunjungi pun akan sangat mempengaruhi kesan kunjungan kita.... Bayangkan saja orang Jepang yang  jual merchandise di Asakusa, kita beli satu, membungkuk terima kasihnya bisa sampai 3 kali... *sok bijak sambil nangis bombay*...

Lanjut part 10

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...