Hari ini kami balik lagi ke Tokyo dengan jadwal shinkansen jam 10 pagi. Karena kemarin kami juga belum beli satupun merchandise di Fushimi Inari, jadi diputuskan kami akan ke Fushimi Inari lagi, sekedar untuk beli merchandise gerbang orange. Check out hanya menaruh kunci di suatu tempat, kemudian Dilla pamit ke Riko melalui line.

Fushimi Inari belum ramai, dan toko-toko belum buka, ya udah ini artinya kesempatan kami untuk foto-foto lagi sambil menunggu toko buka. Tapi jalur kali ini tidak jauh, hanya gerbang awal, terus balik lagi karena faktor bawa koper berat.

Karena ini sudah mau tahun baru, di sana juga sepertinya bakal ada ritual dan sepertinya bakal ramai. Sudah banyak yang siap-siap menggelar lapak, seperti membentang terpal berwarna biru. Sementara di kuilnya, beberapa orang memakai pakaian tradisional seperti akan menghadiri upacara khusus.

Gerbang depan Fushimi Inari


Persiapan upacara


Kuil bagian depan Fushimi Inari


Ke sini jangan pakai pakaian orange kalau nggak mau menghilang di foto


Setelah mendapatkan foto yang diinginkan, kami mulai menyusuri toko-toko yang masih tutup, alhamdulillah ada satu yang sudah buka, sehingga kami bisa beli merchandise khas Fushimi Inari di sana. Untuk menghargai penjualnya kami mengucapkan arigato setelah selesai, eh tau-tau penjualnya bilang terima kasih. Ini sepertinya akibat dari banyaknya turis Indonesia atau melayu ke sana, sehingga untuk menghargai pun mereka belajar ucapan terima kasih.

Segala urusan di Kyoto selesai, kami lanjut ke stasiun JR Inari yang kalau kubilang ke Dilla mengingatkanku akan stasiun Prabumulih... hehehe... Suasananya sangat kental kedaerahannya, tapi sangat bersih dan tidak lupa.... dinginnnn.... Tak lama keretanya datang, dan kami kembali transit ke stasiun Kyoto untuk naik Shinkansen Hikari ke Tokyo. Sama seperti di Tokyo, menunggu Shinkansen di Kyoto ada tempat khusus tertutup agar calon penumpang tidak kedinginan. Oh ya orang-orang di Jepang sangat suka mengajak peliharaan mereka jalan-jalan, banyak anjing yang diajak jalan pakai tali atau dimasukkan ke carry bag untuk dibawa ke tempat lain.

Stasiun JR Inari


Stasiun Kyoto


Di Shinkansen, siap-siap melihat pemandangan desa bersalju lagi (kata Dilla mungkin daerah Gifu) dan Gunung Fuji tentu saja. Cuma sayang kali ini Gunung Fujinya tertutup awan. Kemudian tak disangka kami ketemu orang-orang Palembang yang juga lagi liburan dengan rombongan berjumlah 17 orang di Shinkansen menuju Tokyo. Diantaranya ada orang tua mahasiswa Dilla... tujuan mereka akan ke Nagoya, hahaha... ternyata kebetulan itu selalu ada... jadi kami foto-foto sebagai bukti kalau kami bertemu wong kito di sana....

Lewat daerah bersalju tebal lagi


Kali ini Gunung Fuji tertutup awan


Tokyo kami datang lagi. Rasanya setelah mengalami cuaca di Kyoto, cuaca di Tokyo agak sedikitttt bersahabat... hahaha... yang jelas, dinginnya tidak sampai membuat menggigil. Sampai di Stasiun Tokyo, lanjut ke stasiun JR Ueno. Kami ingin memesan kursi Narita Express untuk tanggal 1 Januari, tapi karena stasiun Tokyo luar biasa ramainya, maka kami memilih akan melakukannya di stasiun JR Ueno. Kami memesan kursi untuk jam 12, dengan estimasi waktu yang cukup lama di Narita kami rencananya mau cari makan atau mungkin belanja dulu karena pesawat kami berangkat jam 5 sore, eh malam.

Tiket Narita Express


Tempat pelayanan JR pass


Setelah kursi dipesan, kami baru sadar bahwa di tiket itu tertera terminal 2, sedangkan pesawat kami ada di terminal 1. Ya okelah, artinya nanti kami harus pindah terminal, mungkin bisa naik shuttle bus, pokoknya urusan nanti.

Dari stasiun Ueno dengan kartu Suica, kali ini kami menggunakan Ginza line menuju Asakusa. Dari Ueno menuju 3 stasiun, yaitu Inaricho, Tawaramachi dan Asakusa. Jalur Ginza adalah metro subway, jalannya dibawah tanah, keretanya juga menurutku lebih baru dibanding kereta JR. Sesampainya di Asakusa, dari stasiun Asakusa nggak ketemu eskalator atau lift, bawa koper yang super berat naik turun tangga rasanya mau gila. Bawanya harus hati-hati takut jatuh. Eh, emang dasar orang Jepang itu baik-baik, ditengah tangga, ada ibu-ibu dan keluarganya yang mau bantu aku angkat koper karena sepertinya aku sangat butuh pertolongan. Tapi aku jadi nggak enak, maka kutolak bantuan mereka dan mengucapkan terima kasih. Duhhhh.... ngeliat orang-orang sini, ada nggak sih cowok Jepang baik yang ditakdirkan jadi jodohku di sini.... *ngelantur*

Setelah selamat dari cobaan bawa koper berat keluar dari stasiun Asakusa, ini masuk ke bagian paling parah. Saat mencari hotel, biasaaaaa.... tersesat dulu. Kali ini GPS nya ngawur total, ngasih petunjuknya entah kemana. Sudah 20 menit jalan ngggak sampe-sampe. Setelah mikir lagi, kan namanya Hostel Asakusa Station, kok jauh dari stasiun Asakusa, maka ulang lagi atur GPSnya kali ini, arahnya berlawanan dan makan waktu belasan menit jalan kaki. Dilla juga buka GPS dan arahnya sama, masa kali ini salah lagi.

Setelah baca lagi email respon dari hostel, aku sadar ada yang salah. Kami seharusnya berhenti di jalur Ginza tadi, di stasiun Tawaramachi yang hanya 4 menit jalan ke hostel. Stasiun Asakusa yang dimaksud dengan hostel itu bukan Ginza line, tapi Tsukuba Express.... *banting koper*

Akhirnya sampai juga di Hostel kami, & And Hostel Asakusa Station resepsionisnya masih muda-muda, gaya hostelnya juga keren. Tapi kami tetap memesan private room walaupun sempit dan dapat kamar di lantai 6 yang jangan khawatir dapat dicapai dengan lift. Dapur, laundry dan banyak kamar mandi shower ada di lantai 2, sementara toilet tersebar di semua lantai. Layaknya hostel, orang-orang banyak di sana, dan kami harus banyak ikut bergaul juga dong pastinya dengan sesama penghuni di sana.

Yang keren lagi adalah kunci kamarnya, kami dikasih hp Huawei yang sudah terinstal program aplikasi khusus hostel. Pertama kukira hp Dilla yang diinstal, tapi ternyata memang hp dari hostelnya. Isi aplikasinya banyak, mulai dari buka dan kunci pintu kamar, remote tv, remote AC, pengatur air humidifier, pengatur lampu sampai ke tirai jendela. Bagus nih nanti untuk dibawa jadi kasus saat di kelas ngajar mahasiswa, salah satu implementasi teknologi. TV nya biasalah siaran acara Jepang yang unik-unik dan AC nya bisa panas.... hore.... Tapi untuk handuk tidak dikasih, harus sewa, termasuk untuk colokan charger hp pun sewa seharga 300 JPY, yang gratis toiletries lengkap untuk mandi. Untuk acara TV, banyak berisi acara show, wawancara dan kegiatan orang-orang Jepang. Masih ada band Arashi dan aku baru melek mata kalau pemain bola Jepang itu ganteng-ganteng ternyata, Makoto Hasebe misalnya.... *selama ini aku kemana saja ya*


Colokan hp Kamar di Asakusa


Setelah jamak sholat Zuhur dan Ashar, kami lanjut ngukur jalan di Asakusa. Ke Sensoji Temple dan Kaminarimon besok saja, sekarang saatnya nyari ramen di Naritaya. Asakusa samalah seperti Ueno, ramai penuh orang, cuma pasarnya bukan pasar ikan seperti di Ameyoko. Barang yang dijual tetap kebanyakan merchandise dan juga ada mallnya.

Mencari Naritaya tidak sulit, kami dibantu keluarga Malaysia yang sepertinya juga baru habis makan dari sana. Sampai di Naritaya ramen, kami kalap. Pesan ramen dengan porsi large, ditambah chicken karaage. Sampe abangnya tercetus kalimat "Lapar ya" kepada kami, ya menurut abang ajalah... gimana cari makan di sini.

Lanjut Part 8

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...