Hari terakhir sebelum pulang masih punya waktu beberapa jam, dan sudah bisa dipastikan, waktu sisa ini akan dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan shopping (lagi). Selesai sarapan sementara Rini masih penasaran di H&M, aku narsis didepan monorel, penasaran mau diphoto di depan relnya, tapi harus ada keretanya. Jadiii begitu monorelnya lewat, buru-buru teriak.... "Sekarang photonya....!" Biarin deh norak, kan masih pagi dan sepi juga.... hehe...







Selanjutnya balik lagi ke Sungai Wang sekitar jam 10an. Saking memanfaatkan waktu sebaik-baiknya ini, kami rela nungguin Vinci yang masih tutup sampe buka, karena masih ada barang yang mau dibeli dan waktunya sudah pendek.Waktu iseng bbman sama Desi, dia nanya sekarang lagi ngapain, dan jawabku "Shopping".... yang berhasil membuat dia takjub, karena kami benar-benar memanfaatkan waktu dengaan sebaik-baiknya selama disini.

Acara shopping ini akhirnya selesai, setelah duit dan waktunya habis. Kami harus segera ke bandara, kalau nggak mau ketinggalan pesawat. Naik taksi yang sopirnya model sopir tuk tuk di Bangkok. Ngajak jalan kemana dulu supaya dia dapat komisi. Karena sudah kepalang tanggung, rasanya mau marah kutahan saja. Kami terpaksa diajak ke rumah coklat dan rumah apa lagi yang jual minuman pelangsing dan tas bermerk yang sepertinya asli (harganya satu bulan gaji) dengan sales yang sangat pintar ngomong. Sebenarnya agak tertarik sih dengan kopi duriannya, tapi aku mikir lagi, duit sudah menipis dan takutnya kami bakalan kelebihan bagasi dan kena cas lagi seperti waktu perginya.

Akhirnya setelah berhasil menolak semua tawaran sales, kami meluncur ke bandara. Entah kenapa saat di jalan, aku merasa mengantuk sekali. Ini bau-baunya aku bakal tepar begitu sampai Palembang. Saking ngerasa capeknya, baru terbangun saat sudah sampe ke bandara. Selesai check in, makan dan sholat, kami menunggu di ruang tunggu. Sudah banyak yang ngomong pakai bahasa Palembang di sana. Oke acara liburannya selesai, misi cari cowoknya gagal total, sementara tahun 2014 kerjaan menumpuk, rasanya pengen teriak dari sekarang.... "Kapan liburan lagi!!!"

Hari ketiga, agendanya cuma satu, yaitu belanja. Harapanku juga cuma satu, yaitu semoga kakiku kuat diajak jalan sampai malam nanti. Pagi-pagi nyari sarapan, jalan muter-muter nyari tempat makan enak, tapi nggak ketemu tempat yang cocok. Jalan udah jauh-jauh sampe ke Pavilion, semua mall dan toko-toko masih pada tutup, akhirnya kembali ke selera asal yaitu McD di dekat stasiun monorel.





Habis sarapan, naik monorel menuju Hang Tuah terus Masjid Jamek, tujuannya mau ke Pasar Seni. Cuma sayang dua guidenya masih abal-abal. Rini ngajak jalan melewati toko-toko yang aku yakin bukan Pasar Seni, sementara aku tidak bisa ingat sama sekali dimana posisi tempatnya setelah turun dari LRT. Akhirnya tetap mengeluarkan jurus andalan yaitu nanya. Kali ini ketemu 3 cewek Malaysia yang ternyata masih kuliah. Dengan ramah mereka memberi tahu, kalau kami seharusnya naik LRT satu stasiun lagi menuju ke Pasar Seni. Bisa sih jalan kaki, tapi kata mereka lumayan jauh. Dan berhubung mereka juga mau naik LRT, jadi kami jalan bareng. Sambil menuju stasiun kami sempat beli jajanan Lekor, alias Pempek kalau di Palembang.

Sambil cerita-cerita akhirnya kami nanya dimana tempat shopping yang murah disini. Kemudian mereka balik nanya kalau di Bandung dimana tempat shopping yang murah, soalnya mereka ada rencana ke sana. Ah cape deh, udah dibilangin kami dari Palembang, sedang Bandung itu lain pulau, bagi mereka pokoknya Indonesia lah, untung Rara sedikit tahu mengenai Bandung.

Akhirnya kami sampai ke Pasar Seni. Yang pertama kali dilakukan adalah beli sepatu, karena kaki Cheri sudah lecet, kemudian baru gila-gilaan nyari oleh-oleh. Sebenarnya aku sudah sangat bosan beli gantungan kunci, kaos, dll. Tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak ada oleh-oleh, nanti orang-orang yang ditinggal pada kecewa. Trus aku disumpahin nggak bisa jalan-jalan lagi.... #borongcoklat.

Makan siang, si Rara maksa makan di tempat unik yang dilihatnya. Tempatnya nuansanya seperti belum selesai dibangun. Dindingnya masih ada batanya seperti belum di semen semua, bangkunya dari kayu, piring dan cangkirnya dari seng dengan nuansa jadul. Konsepnya sederhana, unik, tapi keren. Menunya juga enak, cuma sayang karena nasi dan lauknya dicampur, jadi agak geli makannya, teringat piring si miaw di rumah.

Keluar dari Pasar Seni sempat tersesat ke suatu pasar dengan suasana China. Jadinya belanja lagi di sana, ketemu boneka Mr.Bean dari ukuran kecil sampai besar, dengan variasi harga 5 Ringgit dan kelipatannya. Karena masih punya sifat kekanak-kanakan, akhirnya aku beli boneka yang seharga 10 Ringgit. Di tengah suasana pasar yang rame, si Rara kebelet mau ke wc.... Ah cape deh, keluar masuk toko minta izin mau pinjam tandas nggak dapat-dapat. Akhirnya ketemu restoran dan Rara memberanikan diri nanya, "Tandas ke...?" dengan pemakaian "ke" agak dipaksa, entah bener atau salah.... "Iye ke...."

Setelah Rara selesai menunaikan hajatnya, kami pulang. Saat kaki sudah tidak kuat lagi, dan males jalan serta naik turun eskalator LRT dan monorel, dengan beruntungnya kami menemukan bis gratis menuju ke Bukit Bintang, duh mana sopirnya ganteng lagi. Iya dong... orang baik dan cantik itu emang selalu dimudahkan jalannya... hahaha.... Setelah bis jalan sedikit saat belok ke kanan, kami baru melihat tulisan di gerbang pasar. Ternyata kami tadi ke Petalling Street,.... "Ooooo...." baru tau. Satu lagi tempat yang 'tanpa sengaja' sudah dikunjungi dicoret dari jadwal.... Kami laporan sama Ayu kalau kami tersesat di Petalling Street, dia bilang bisa kok jalan kaki ke sana dari Bukit Bintang....#pingsan.... Sepertinya memang jadwal kami benar-benar wajar banyak revisinya, karena ukuran jalannya Ayu, berbeda jauh dengan ukuran jalannya kami.

Setelah istirahat sebentar di hotel (eh ya.... kami sudah pindah ke hotel Bang Akim lagi pada hari keempat #kucingberanakmodeon...) lanjut shopping lagi sampai malam. Semua mau dikunjungi dan dibeli di Bukit Bintang. H&M, Vinci, Sephora, Mango, Zara, Giordano, dll..... capekkkk dan bokekkkk. Di H&M ketemu cardigan cantik, tapi sayang setelah dicoba ternyata aneh dan tidak cocok sama sekali denganku. Alhamdulillah.... tidak jadi beli satu barang yang harganya lumayan mahal. Di Vinci akhirnya beli sendal, eh salah dua sendal tepatnya dan jam tangan, setelah berulang kali berpikir "Beli satu atau dua!.... beli dua atau tiga!".....*gesek kartu kredit*....

Saat jalan menuju Pavilion mampir ke Sephora dan dalam waktu lebih kurang sejam, aku akhirnya beli eye liner seharga 34 Ringgit,.... setelah beli, bingung.... gimana kalau eye liner nya habis, kan nggak ada di Palembang. Niat mau beli eyeshadow sets nya juga, tapi entah kenapa kok tidak jadi, sekarang setelah balik ke rumah.... baru menyesal.

Di Pavilion, kami kembali berpencar mengejar buruan masing-masing. Di Mango, ketemu jas bergaya Korea dengan warna hitam dan sedikit campur putih berbahan tebal seperti wol. Sudah naksir setengah mati dan yakin pasti beli, begitu dicoba ternyata kependekan dan bikin aku kelihatan gendut #lemparjasnya....

Rini sudah lebih gila dari Rara shoppingnya kali ini, karena besok kami sudah pulang. Saking semangatnya tinggal dia yang masih memilih baju, sementara kami bertiga sudah lemas dan duduk di luar sambil melongok ke bawah atrium yang rame. Setelah akhirnya Rini juga menyerah, kami pulang. Makan malam di restoran arab, dan lagi-lagi penyakit penasaranku terlambat datangnya. Setelah pesan nasi goreng, baru ngeliat ada menu roti seperti di film "Children of Heaven", tapi yang ini lebih kecil dan dimakan sama ayam.... *Namanya naan tandoori kalo nggak salah*. Ideku untuk bungkus kemudian makan di hotel, langsung ditentang habis-habisan, karena sudah sangat kenyang dan aku juga diingatkan akan dietku yang sudah super kacau balau.... #nelanludah... Ah sudahlah, apakah ini artinya aku ditantang bakal kesana lagi untuk nyicip, oke.... suatu waktu aku bakal cari tuh roti untuk kumakan....

Lanjut part 5

Hari ketiga, berdasarkan jadwal yang sudah direvisi berkali-kali, kami akan ke Genting. This is my second time to Genting, and i am so excited... Kebangun jam 6 (jam 5 waktu Indonesia... #red)... langsung sholat dengan mata masih mengantuk, sisa perjuangan semalam gara-gara tidak bisa tidur. Hari ini tanggal 25 Desember dan Bukit Bintang bukan maen ramenya. Pindah hotel dengan harapan kamarnya cukup kedap, bukannya suara.... malah sinyal yang nggak bisa masuk. Mau apa-apa terpaksa buka pintu sedikit *nggak ada jendela yang bisa dibuka*, atau terpaksa nongkrong di lorong demi sesuap,.... segenggam.... atau apalah kata yang tepat namanya untuk si sinyal....

Keluar hotel masih sepi, orang-orang masih pada bobo. Cari sarapan akhirnya kami memutuskan untuk makan di KFC dan kami akhirnya ketemu cowok pada hari ini. Tapi sayang cowok yang satu ini sama sekali tidak masuk kriteria kami yang mencari cowok keren nan baik, dia... tepatnya cowok mabuk sisa perjuangan semalam yang masih berkeliaran, baterenya juga masih kuat dan belum sempat tidur. Rara yang paling ketakutan, karena tuh orang terus ngeliatin dia. Akhirnya aku mengambil inisiatif untuk mengajak yang lain cepet-cepet ngantongi burger dan membawa teh masing-masing, kemudian keluar mumpung tuh orang masih sibuk makan. Sambil menuju stasiun monorel, kami terus menoleh kebelakang takut diikuti lagi. Ah cape deh... nggak asyik banget pagi-pagi sudah bete diikuti orang gila.



Naik monorel kami menuju KL Sentral untuk naik bis menuju ke Genting. Sesampai di sana dapat kabar buruk, antrian bis berikutnya adalah jam setengah 12. Gila... jam berapa lagi sampai di Genting, belum lagi nanti antri untuk naik skywaynya, bisa kesorean sampai disana. Akhirnya setelah melewati perdebatan yang panjang antara kami dan orang-orang di sana, akhirnya kami memutuskan untuk naik taksi. Memang mahal, tapi dari segi waktu kami bisa hemat, dan si uncle supir taksinya setuju untuk menyetopkan kami untuk sekedar berfoto-foto di Istana Negara dan Batu Caves. Akhirnya bakal ke Batu Caves juga setelah kemarin tidak jadi. Tapi aku sudah pesan ke mereka sebelumnya, nggak pake acara naik tangga, cukup eksis di bawah saja.



Saat di Istana Negara, yah seperti di Grand Palace Bangkok, disini juga banyak turis. Cuma sayang nggak boleh masuk ke dalam, cuma boleh foto-foto di luar. Spot yang paling diminati adalah penjaga yang sedang naik kuda, tapi sayang saat itu penjaganya ngantuk, jadi fotonya nggak keren. Spot yang laris lainnya adalah tulisan Istana Negara, dan Huruf I nya menjadi miring gara-gara Rara terlalu bersemangat memegangnya. Setelah kami berempat mendapat kesempatan foto semua, kami buru-buru ngacir sebelum kena semprot penjaga.



Di Batu Caves juga sebentar, yang penting ada foto dengan patung Dewanya. Setelah Rini puas memberi makan burung di sana, kami langsung cabut menuju ke Genting. Perjalanan ke Genting kali ini adalah mimpi buruk untukku. Si Uncle mengemudinya zig zag, udah jalannya serem, cuacanya berkabut yang sangat parah. Saat stop sebentar di toko coklat akhirnya aku muntah juga. Setelah lega isi perut dikeluarin semua, saat naik taksi lagi, buru-buru pesan ke unclenya jangan ngebut-ngebut yang membuat si uncle jadi merasa bersalah dan akhirnya nyetirnya kemudian jadi lambat. Sampe di atas, giliran Rara yang panik, dia takut naik skyway. Setelah dibujuk-bujuk akhirnya dia mau juga, sementara aku berdoa semoga antriannya tidak sepanjang beberapa tahun lalu. Setelah naik ke atas.... Surprise.... antriannya tidak ada, semua orang yang baru datang bisa langsung naik ke sky way. Aku celingak celinguk tidak percaya.... ini memang belum jam 11 pagi dan ruangan yang diberi pembatas seperti maze untuk antri panjang itu kosong melompong. Ini sungguh tidak adil sungutku mengingat perjuangan panjang kami beberapa tahun lalu yang tua ngantri berjam jam dari sejak naik dari eskalator. *Ini gimana sih, masih nyinyir padahal sudah dikasih enak*



Naik skyway, Rara buru-buru duduk di tengah dan memeluk Cheri sambil memejamkan mata. Aku dulu pertama naik juga ngeri, tapi sekarang tidak lagi, malah asyik. Di tengah jalan akhirnya Rara mau bangun untuk sekedar berfoto, kemudian setelah itu mejem lagi sambil kembali memeluk Cheri.... Untung tidak kuceritakan kepada Rara kalau kadang-kadang tuh benda stop sendiri di tengah-tengah, dan lama baru balik jalan lagi, bisa-bisa dia tambah histeris. Sayang pemandangan diluar cuma itu-itu aja, nggak ada monyet, apalagi cowok cakep yang lewat di bawah sana.

Sesampai di Genting kami hanya memiliki pilihan permainan yang terbatas, karena outdoornya sedang dalam perbaikan yang memakan waktu lama. Kabarnya akan dibuat Century Fox dan selesai 2016. So kami cuma muter-muter didalam dan salah satunya sempat ke Snow World.



Karena sedang Natal, maka kami mendapatkan kue-kue selama didalam, kami juga dapat suvenir satu kantong yang berisi banyak makanan. Lumayan, rejeki emang nggak boleh ditolak. Hari masih jam 3 sementara tiket bis kami jam 5, setelah muter-muter sampe bosan, juga sudah makan, dan karena sudah mati gaya, akhirnya kami pulang. Saat naik skyway lagi-lagi kami tidak antri, dan lagi-lagi Rara langsung memeluk Cheri seperti tadi. Saat sudah jalan tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara tangis anak dibelakang kami yang histeris karena ketakutan, waduh si Rara punya saingan kali ini. Tempat duduk dibelakang kami diisi sepasang suami istri yang masih muda, dengan dua anaknya. Yang kecil digendong ibunya, sementara yang besar, cowok, kira-kira 5 tahun sama ayahnya, yang sedang menangis mau turun. Duh keluarga yang bikin iri, ibunya cantik, ayahnya ganteng, anaknya juga cakep. Rini langsung turun tangan mengeluarkan keahliannya, dia cepat-cepat mengeluarkan makanan dari Snow World tadi supaya si anak cakep mau diam. Tapi sayang si anak tidak mempan dibujuk, dia memang menerima permen yang dikasih Rini, tapi tetap menangis. Si Ibu sudah membujuk dengan mengajak anaknya untuk bilang "Alhamdulillah", si anak emang nurut, dia bilang "Alhamdulillah" trus abis itu nangis lagi. Kami sebenarnya menahan senyum, karena dia tetap mengikuti ucapan-ucapan ayah ibunya walau merasa tertekan. "Sikit lagi, sikit lagi" si Ayah meyakinkan, kami juga sebenarnya sudah seperti orang gila saat itu, dalam usaha membujuk si anak supaya diam, kami melambai-lambaikan tangan kepada setiap orang yang berpapasan dengan kami dan berkali kali bilang "Hore!" supaya suasana ramai, walau entah apa yang di hore kan...Setelah sampai di tujuan, sebelum berpisah, mereka menunggu kami untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Duh leganya melihat si anak cakep sudah berhenti menangis, semoga dia nggak kapok main ke Genting setelah besar nanti. Kelegaanku bertambah setelah kemudian melihat antrian skyway menuju ke Genting. Untung kami sudah kembali, karena kali ini antrian ular naga panjangnya itu baru muncul sekarang....okey... welcome to the jungle....



Lanjut part 4

Hari Kedua berdasarkan jadwal, rencananya kami akan ke Genting dan Batu Caves. Melihat jadwal itu, aku langsung mikir apakah sempat, karena berdasarkan pengalamanku dulu juga pergi bulan Desember, antrian skyway itu superrrrrrr (r nya panjang sepanjang antriannya...) panjang. Jadi ke Genting akan memakan waktu khusus satu hari. Dulu saja kami pulangnya, baru dapat naik skyway jam 8 malam. Lagian aku tidak merekomendasikan Batu Caves, karena dulu punya pengalaman buruk saat berjuang naik 272 anak tangga sampai gempor ngos ngosan dan menghindari monyet-monyet iseng di sepanjang pinggiran anak tangga. Tapi lagi-lagi harus optimis, siapa tau nasib kami beda, dan kami harus tetap mengikuti jadwal supaya tetap terkendali.

Pagi-pagi kami keluar cari hotel dulu, karena hotel yang kami tempati ini agak mahal menjelang natal. Keliling-keliling Bukit Bintang, hotelnya pada penuh, setelah muter-muter belok sana belok sini sampai akhirnya tersesat entah kemana, kami menemukan T-hotel yang harganya masih terjangkau dan tidak keberatan satu kamar berempat. Sekarang masalahnya adalah bagaimana menemukan hotel kami tadi. Hotel yang dalam satu malam, nama resepsionisnya Rini sudah tau yaitu Bang Akim ... Nama yang akrab kedengarannya kan.. seperti Baim, Eja.... Tapi sayang, walau serasa sudah akrab... tetep nggak dapet bonus bantal. Ditengah kebingungan nyari hotelnya Bang Akim, aku kok merasa familiar dengan sopir taksi sok ramah di dekat kami dan dengan pemandangan tempat refleksi di depan kami. Ternyata.... hotel lama kami hanya berjarak beberapa meter dari T-hotel....





Sebelum balik ke hotel, sarapan dulu. Roti cane dengan kuah kari plus minumannya seperti biasa yaitu teh tarik. Selesai makan terjadi tragedi, Rara tiba-tiba mengeluh pusing, dan kepalanya berputar-putar. Aku langsung jadi Detective Conan dadakan,... curiga dengan kuah kari di depan kami. Saat dikonfirmasi isi kuah tersebut, ternyata ada kambingnya.... Akhirnya rencana hari itu di rombak total, kami kembali ke hotel, tidak jadi ke Genting dan mengembalikan kondisi Rara dulu sebelum mikir lagi rencana selanjutnya.



Kami tidak berani ngasih obat macam-macam ke Rara, takut tambah parah. Satu-satunya yang bisa dilakukan Rara adalah istirahat. Setelah tadi jadi detektif, kini aku kembali dadakan... jadi tukang pijat karena kasihan ngeliat Rara. Setelah istirahat beberapa jam dan berbagi cerita ringan, akhirnya kondisi Rara menjadi mendingan, dan dia menjadi semangat saat mendengar rencana hari itu diganti tidak jadi ke Genting, ke tempat yang dekat saja dan keliling mall di Bukit Bintang. Oke... sepertinya obat paling ampuh untuk setiap penyakit bagi perempuan memang adalah shopping.

Keluar dari hotel, kami menuju ke Time Square. Rencananya mau ke Berjaya Hills jadi mau sekalian cari tiketnya di sana berdasarkan rekomendasi Ayu. Sempat nyangkut sana nyangkut sini, karena mata sudah terbuka lebar saat memasuki mall. Kami berempat terpencar, langsung lupa diri ngeliat barang-barang disana. Tapi karena baru hari pertama sepertinya belum ada yang niat shopping serius, masih melihat-lihat dulu sambil cari makan, karena ternyata hari sudah siang dan lapar berat. Makan di food court tentu saja menu yang kucari adalah yong tau fu. Ini benar-benar kesempatan untuk balas dendam setelah selama ini cuma pengen makannya saja tapi tidak pernah kesampaian. Langsung pasang status di BBM dan langsung ketahuan orang-orang se BBM kalau aku lagi di Kuala Lumpur. Misi pergi jalan diam-diam, gagal total.... oleh-oleh harus dibeli sebanyak mungkin supaya aku selamat sampai di Palembang... #PasangNiatBeliGantunganKunciBanyak2...





Selesai makan, nyari tiket bis untuk ke Berjaya Hills. Kali ini benar-benar tidak jelas dimana lokasi beli tiketnya. Bolak-balik nyari, nanya sana nanya sini jawabannya aneh-aneh. Kok kayaknya tuh tempat nggak terkenal ya, kok sampai kami jadi bingung sendiri. Nanya sama satpam, entah orang mana, dia nggak ngerti kita ngomong apa, padahal aku sudah mengeluarkan kemampuan komunikasi terbaikku. Tidak kurang dari bahasa Melayu yang sudah sangat melayu (lengkap dengan dialegnya), kemudian diganti dengan bahasa Inggrisku yang juga paling benar, tapi dia tetap tidak mengerti. Oke, akhirnya kami mengambil kesimpulan, angaplah dia orang asing yang baru bekerja disana. Nanya dengan petugas lain yang keliatannya lebih cerdas, kami disuruh masuk kedalam untuk bertanya ke resepsionis... yang ternyata tempat yang kami pijak itu adalah hotel....#Buru-buruNgacirKeluar....

Kira-kira sejam kemudian baru dapat informasi yang benar kalau lokasi jual tiketnya ada di lantai 8, dan kursi di bisnya tinggal untuk 3 orang. Yahhh... nggak jadi deh.... masa salah satu dari kami harus dikorbankan... Sudahlah, kesimpulannya kami tidak jadi ke Berjaya Hills. Satu lagi rencana hari itu yang dicoret (Sementara misi cari cowok untuk hari kedua belum dicoret, karena hari masih siang). Akhirnya aku mengusulkan hari itu untuk ke Petronas saja dulu, karena waktu juga sudah semakin siang kalau mau ke tempat yang jauh-jauh. Jadi kami kembali ke hotel lama dulu untuk pindah ke hotel baru, istirahat sebentar, baru lanjut ke KLCC.



Ke KLCC naik monorel trus lanjut naik LRT. Sebenarnya sudah bosan banget, cuma kan Rara sama Cheri belum pernah ke sana. Lagian sebenarnya obsesiku pengen naik ke skybridge nya. Tapi sekarang katanya mau naik harus bayar mahal, tidak gratis lagi. Maka tidak jadi lagi rencana awalku pengen naik skybridge Petronas untuk keempat kalinya.



Setelah puas eksis di depan Petronas, sekarang saatnya belanja yang sebenarnya. Masuk mall di bawah Petronas, seperti biasa pengen beli Vinci, tapi mikir lagi, beli di Bukit Bintang saja lebih dekat, sementara Rara dan Cheri mulai kalap belanja di sana. Entah kenapa keinginan shoppingku saat itu belum muncul. Bagiku yang namanya beli barang itu harus love at the first sight, nah saat itu tak satupun barang yang menarik perhatianku. Mau mereknya apa, mau berapapun harganya, aku tidak akan memaksa diri untuk membelinya kalau merasa tidak cocok, bijaksana sekali khan... hahaha... untuk saat ini... besok-besok belum tau masih bakal bijaksana atau malah lebih gila dari mereka shoppingnya...



Pulangnya menuju hotel, karena memang menginap didaerah mall, masih sempat mampir ke Sungai Wang... dan mereka belanja lagi disana.... Padahal katanya sudah pegel semua, tapi jadi semangat lagi... *ngurut-ngurut betis*... Saat makan malam, kami berdiskusi apakah besok jadi akan ke Melaka atau kemana. Akhirnya setelah diskusi panjang, besok kami akan ke Genting. Melihat kondisi hari pertama dan juga perkiraan waktu, akhirnya diambil keputusan kalau perjalanan ke Melaka tidak jadi. Aku juga sudah mengambil kesimpulan sendiri bahwa sepertinya judul dari perjalanan kami ini harus diubah. Karena tidak penting lagi destinasi wisata yang mau kami datangi itu apa dan dimana, yang penting adalah shopping. Jadi judul perjalanan kami ini adalah "Wisata Belanja Ke Kuala Lumpur".... hehe... asyik...#NangisMikiriIsiDompet....

Lanjut part 3

Tanggal 23 Desember 2013 adalah saatnya kami untuk berangkat ke Kuala Lumpur. Bersama Rini, Rara dan Cheri janjian jam 3 di bandara. Karena saia masih ada pelatihan *sok jadi orang sibuk* dari tanggal 22, jadinya tanggal 23 pagi, masih duduk manis mendengarkan materi dari nara sumber di Hotel Grand Zuri. Tapi sebenarnya hati dan pikiran sudah tidak disana lagi, tidak sabar untuk segera liburan....

Jam 12 lewat, buru-buru kabur setelah say goodbye sama Shinta yang masih dengan setia mengikuti pelatihan sampe selesai. Dalam perjalanan pulang ke rumah dianugrahi hujan deras sepanjang jalan. Masih bersyukur dan sekaligus berharap hujannya turun dengan tuntas sehingga nanti pas take off jam 6 sore langitnya sudah bersih sehingga pesawatnya tidak banyak goyang, karena aku paling takut naik pesawat kalau awannya banyak yang berwarna abu-abu.

Ini adalah perjalananku ke Malaysia untuk yang keempat kalinya. Pada perjalanan pertama, kedua dan ketiga, Malaysia adalah sekaligus negara transit sebelum aku ke Thailand dan Singapura. Tapi kali ini, jadwal kami hanya Kuala Lumpur dan Melaka, tidak ada lagi yang lain. So kali ini aku siap ngedapatin cowok Malaysia siapapun dia.... *say goodbye ke cowok-cowok Indonesia*

Jam setengah 4 aku sampai ke bandara. Ketemu Rara dan Cheri sementara Rini masih dijalan katanya. Dan lagi-lagi koperku selalu paling besar dibanding teman-temanku yang lain.... *why God*.... Kok bisa ya mereka membawa barang bawaan setengah dari yang kubawa, atau jangan-jangan mereka menggunakan mantra pembesar didalam koper mereka seperti Hermione.... #CurigaModeOn...

Berhubung mereka sudah check in sementara aku belum, maka aku jadi masuk duluan untuk check in. Karena bawaanku berat, aku memutuskan untuk memasukkan koperku ke bagasi. Sialnya tiket pergi belum termasuk biaya bagasi, cape deh... ini nih resiko kalau tiket tidak dipesan sendiri. Yah okelah aku lagi baik hati bayar ekstra demi bisa melangkah cantik ke pesawat tanpa harus repot bawa-bawa koper....

Akibat duit yang berkurang, aku jadi keluar lagi untuk mencari ATM. Gila nih belum berangkat udah bangkrut duluan. Nilai tukar 1 Ringgit saat ini Rp 3.800,- dan aku merasa bakalan kurang, kalau tidak ngambil duit lagi. Memang uang penginapan, transport dan permainan sudah dipegang Rini, Rara dan Cheri, tapi aku tetap harus bawa pegangan untuk berjaga-jaga.

Setelah Rini datang, kami naik ke atas menuju ke ruang tunggu. Pemeriksaan imigrasinya belum mulai sementara orang-orang sudah pada rame. Rini dulu kuliah di Malaysia, jadi dia sudah terbiasa, tapi Cheri dan Rara baru pertama kali melewati imigrasi. Tips penting dariku, supaya urusan lancar dan cepat, "Kasih lihat mereka tiket pulang", pasti dibiarkan lewat tanpa masalah....



Selesai pemeriksaan paspor dan botol-botol make up selamat, kami menunggu di ruang tunggu untuk melakukan ritual wajib, yaitu foto-foto sebelum berangkat. Satu yang kelupaan sebenarnya, yaitu menimbang berat badan sebelum berangkat untuk mengetahui berapa kilo nantinya berat badan akan bertambah saat pulang nanti, karena biasanya kalau sedang jalan-jalan, selain kalap mata belanja, aku juga pasti kalap makan.

Jadwal memang sudah dibuat oleh Ayu, dari tanggal 23 sampai 27 Desember, apa saja yang bakal kami lakukan, bagaimana caranya dan berapa biayanya. Tapi aku sudah pesimis dari awal kalau jadwal itu bisa tepat kami turuti. Misi utama kami adalah cari cowok, terutama untuk Rini dan aku... cowok yang mudaan buat Rini sementara yang tuaan #coret... yang dewasa buat aku kata mereka...

Saat di pesawat aku dapat tempat duduk terpisah dari yang lain, pas di pintu darurat tengah pesawat. Wah alamat bakal dipindah nih... Sementara di sampingku duduk anak cewek yang sepertinya masih SD sama bapaknya. Ternyata si bapak orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Malaysia, dia dan anaknya bahasanya Malaysia tulen. Saat pramugari Air Asia meminta anaknya untuk pindah, si anak merengek-rengek nggak mau pindah... "tak nak... tak nak...!.".  Karena aku juga disuruh pindah akhirnya aku ikutan ngebujuk si bocah supaya mau pindah sama-sama aku ke depan. Akhirnya dia mau dan aku jadi ketiban titipan si bapak buat jagain anaknya. Okelah nggak apa-apa jadi pengasuh dadakan dalam perjalanan liburan kali ini.

Sepanjang perjalanan tuh bocah ngoceh terus, yang harus kuladeni karena aku juga sebenarnya senang dapat teman ngobrol. Cuma masalahnya, sampai hari ini aku masih terkendala dengan bahasa Malaysia yang bagiku kadang tidak jelas maksudnya. Tapi nggak apa-apalah hitung-hitung latihan komunikasi dengan orang Malaysia sebelum tiba nanti. Saat pramugari sudah menjual makanan, si bapak dari belakang ngasih uang 100 Ringgit keanaknya untuk jajan, sekalian mau beliin aku minuman juga... Duh si bapak, bikin aku jadi malu... buru-buru kutolak, aku hanya ngebantu anaknya beli makanan yang dimaunya sementara niat untuk beli nasi lemak khas Air Asia yang baunya udah menyengat hidungku, aku urungkan...

Sibocah nanya aku berapa lama ke Malaysia dan tinggal dimana, aku gantian nanya dia sudah kemana saja selama di Palembang. Dia jawab salah satunya ke Amanzi.... oke deh aku kalah.... sampai sekarang aku saja yang seumur hidup di Palembang malah belum pernah ke sana.

Saat mendekati landing, lampu pesawat sudah dimatikan, tapi lampu sabuk pengaman belum dinyalakan, membuat sibocah ribut ke aku. Aku menenangkan sok bijak dengan mengatakan bahwa si mas pilot lupa, bentar lagi juga nyala, tenang saja.... Setelah lampu sabuk pengaman menyala, baru sibocah kritis diam dan ikut sibuk ngeliat keluar jendela. Satu pemandangan menakjubkan di luar jendela adalah....Lampu-lampu kota Kuala Lumpur di antara kegelapan yang sangat indah, terang dan sangat luas, menunjukkan suatu kehidupan modern yang terjadi nun jauh di bawah sana. Oke untuk kali ini, aku ngaku Palembang jelas  kalah...

Setelah mendarat dan memastikan si anak dan bapak bertemu kembali dengan happy endingnya, aku bergabung dengan 3 teman senasib sepenanggunganku untuk mengambil bagasi, membeli nomor Digi, cari makan dan cari bis ke Bukit bintang.

Tanpa ditunjuk dan diangkat, Rini sudah pasti menjadi juru bicara kami untuk semua keperluan, karena komunikasinya dengan orang-orang di sana yang paling baik. Saat sedang membeli nomor Digi, kami dikagetkan dengan 2 saudari setanah air yang histeris karena 3 teman mereka ditahan pihak imigrasi karena tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Rini berusaha menenangkan mereka, sementara mereka kebingungan karena pesawat ke Abu Dabhi berangkat jam 3 subuh. Rini menyarankan mereka untuk menunggu di mushola, dan syukurlah tak lama kemudian teman-teman mereka muncul  dan mereka girang bukan kepalang.

Selesai semua urusan di bandara, kami keluar untuk mencari makan. Kami makan di food court bandara, dan sekitar jam setengah 11 kami sudah naik ke bis yang akan membawa kami ke Bukit Bintang. Sambil menunggu bis berangkat, dalam suasana yang sepi, sayup-sayup radio bis memutar lagu "Shoulder to Cry On" nya Tommy Page... Sialan nih suasana sedih banget... dan tuh lagu bener-bener menyentuh... mengingatkan kalau aku sedang berada jauh dari rumah, di negeri sebrang,... #NgelapIngus,... lebay mode on...

Sampe di hotel, jam setengah 1...., kondisi kami saat itu 3 L... letih, lelah, dan lesu jadi satu. Menurut Rara hari ini misi mencari cowok gagal total. Hari pertama coret, lanjut hari kedua besok. Sementara Rini masih bernegosiasi dengan resepsionis yang masih muda dan lumayan keren sebenarnya, aku merasa sudah melayang setengah sadar... Sampai dikamar yang sempit, kami berempat langsung melakukan ritual masing-masing... setelah cuci muka, gosok gigi (tanpa mandi), ganti baju dan sholat, akhirnya aku tidur... tidak perduli dengan kondisi di luar jendela, dimana kebisingan jalan Bukit Bintang tetap berlangsung sampai pagi...

Lanjut Part 2

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...