Kunjungan Ke Pulau Bangka ini dalam rangka refreshing bersama rekan-rekanku... Alhamdulillah dikasih libur di tengah-tengah kegiatan kesibukan yang sangat luar biasa.... (halah....)

Namanya Pulau Bangka, pastilah yang di kunjungi Pantai-pantai yang indah (Pantai Parai, Matras, Pasir Padi dan Tanjung Pesona) dan makanannya pasti nggak jauh-jauh dari seafood..... Makan pagi, siang dan malam, pasti ada ikan, udang, cumi, dan teman-temannya yang lain.... Liburannya sih menyenangkan, tapi pas pulangnya yang stress... karena muka jadi alergi kebanyakan makan seafood...

Dari Palembang ke Bangka naik Jetfoil, dari Pelabuhan Bom Baru menyusuri Sungai Musi menuju selat Bangka. Seru banget deh, ngeliat Sungai Musi dari sisi yang lain, yang unik lagi pas melewati pertemuan antara sungai dan laut yang tidak menyatu. Jadi ingat pelajaran waktu SD dulu.

Pertemuan Sungai dan Laut


Rencananya menginap di Pantai Parai, tapi karena penuh jadi pindah ke Tanjung Pesona. Pas sampe di Pantai Parai langsung tersepona eh terpesona, asli pantainya bagus dan bersih banget. Memang pantainya kecil, dan masuk sana harus bayar, tapi sesuailah untuk suasananya yang sangat cantik.

Di Pantai Parai


Turis Nyasar...


Habis dari Pantai Parai lanjut ke Pantai Matras yang kali ini masuknya gratis. Pantainya luas banget dan rame pengunjung sekaligus orang-orang jualan. Makan jagung sambil ngeliatin orang-orang yang berenang dan main bola. Lagi disana tiba-tiba Eka sms... "Annie lagi di Bangka ya, mampir awas kalo tidak mampir". yang langsung ku balas dengan berat hati kalau jadwalku super padat dan tidak bisa mampir supaya dia tambah sewot.

Di Pantai Matras




Kemudian akhirnya sampai di Tanjung Pesona. Karena sampainya malam jadi tidak bisa kemana-mana, istirahat sebelum makan malam. Makan malamnya apalagi kalau bukan seafood. Si Ikan, si Udang, si Cumi di bakar di goreng di depan mata, ambil sendiri sesukanya, di temani suara emas teman-teman yang nyanyi dengan pe de nya ber karaoke di selingi deburan ombak.

Besok paginya bela-belain bangun pagi-pagi sekali demi mengejar sunrise. Akhirnya dapat, walau suasananya super dingin, tapi tidak apa-apa demi momen bisa ngeliat sunrise.

Di Pantai Tanjung Pesona, pagi-pagi eksis, belum mandi, demi melihat sunrise.




Siangnya jalan-jalan ke Pangkal Pinang, ke Museum Timah, Pantai Pasir Padi dan beberapa pantai lain, sekalian cari oleh-oleh, getas dan sebangsanya serta terasi. Makan siangnya.... seafood lagi dan malamnya Balik lagi ke penginapan, makan malamnya kali ini di luar dan lagi-lagi seafood...

Di Pantai Pasir Padi yang pantainya sangat dangkal di pinggirannya


Saking banyaknya pantai, nggak tau lagi pantai apa ini


Okelah... selesai agenda di Bangka, pulang ke Palembang naik jetfoil dan ternyata makan siang nasi kotak di sana juga kembali menunya seafood.

Ahhh Aku mau ayam... Palembang aku datang...

Ajang promosi memang harus dilaksanakan bagi Perguruan Tinggi Swasta seperti kami. Selama seminggu saat akhir Januari waktu senggan, dapat tugas mulia bersama beberapa teman yang lain, keluar kota untuk promosi serta memberikan informasi yang selengkap mungkin bagi calon mahasiswa yang ingin kuliah. Rutenya Prabu Mulih, Lubuk Linggau dan Curup.

Ketika dalam perjalanan perginya, selayaknya jalan dimana-mana, pemandangan sepanjang jalan rame oleh penjual buah-buahan, dan tentu saja kami tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan memborong duku untuk makan dijalan di sebuah warung kecil yang beruntung telah kami pilih. Boleh cicip dong, soalnya kalau tidak manis tidak mau beli, setelah yakin manis (Jadi inget omongan Obet, "Makanannya manis tergantung yang makan, manis atau tidak..."), langsung deal harga, setelah deal harga, sambil ngantongi duku, tetep sambil cicip-cicip tidak mau berhenti. Selesai borong duku, cabut jalan lagi. Oh ya perjalanan ke Lubuk Linggau searah kalau mau ke Lahat, jadi masih kelihatan bukit Jempol yang ada di Lahat saat dalam perjalanan menuju Lubuk linggau.

Jalannya bisa melihat Bukit Jempol di Lahat


Sampe di Lubuk Linggau sudah malam, istirahat sebentar di Hotel (lupa namanya), trus lanjut nyari makan malam, yaitu pecel lele. Besoknya agenda mengunjungi sekolah-sekolah padat, seharian promosi keliling-keliling ke sekolah-sekolah yang sudah di hubungi dan dibuat janji untuk di kunjungi. Macam-macam kelakuan anak-anak SMA jaman sekarang, tapi lucu-lucu pastinya, seperti di sebuah sekolah yang saat hujan, buru-buru main bola di lapangannya.

Promosi in action...


pdkt sama anak-anak SMA...


Anak-anak lagi main bola di tengah hujan



Selain agenda promosi ke sekolah-sekolah, tidak ada agenda lain karena Lubuk Linggau kota yang kecil, jadi tidak kemana-mana, paling yang agak muter-muter itu kalo nyari makan malam (hampir tiap malam, makannya pecel lele). Selesai yang berlokasi di Lubuk Linggau, lanjut ke Curup, di Curup malah kotanya lebih kecil lagi, nggak ada hotel yang bagus, jadi nginapnya di Wisma.

Di Curup kembali agendanya promosi ke sekolah-sekolah. Jumlah sekolahnya tidak sebanyak yang di Lubuk Linggau, sehari sudah selesai. Dari Curup balik lagi ke Lubuk Linggau untuk menyelesaikan mengunjungi sekolah-sekolah selanjutnya. Dari Curup bawa alpukat banyak banget, sampe mobil penuh. Soalnya alpukatnya di kasih sama pemilik Wisma yang kami tumpangi karena ternyata masih kenal dengan salah satu temanku. Kita yang emang dari sononya nggak pernah nolak rejeki dengan sumringah menerima pemberian ini. So pulang ke Palembang dari promosi bawa alpukat... asyikkk....








Tidak disangka dalam waktu kurang dari sebulan, aku menjalani wisata air lagi, kali ini Sungai Musi, sungai kebanggaan wong Palembang. Kesempatan ini terjadi dalam rangka bagian dari acara KNSI 2010, acaranya adalah mengarungi sungai musi menuju pulau kemaro, nih sedikit photo-photo narsisnya :)

Jadi dalam acara KNSI kali ini yang diadakan di Palembang, agendanya adalah ke Pulau Kemarau, atau Kemaro orang Palembang suka bilang. Yang belum tau cerita Pulau Kemaro aku ceritain deh...

Pada jaman dahulu kala (ambil bantal dan selimut, soalnya ini dongeng sebelum tidur). Hiduplah dua anak manusia yaitu Putri Fatimah dan anak Raja China Tan Bun An. Mereka berdua saling jatuh cinta, tapi karena perbedaan, maka cinta mereka tidak berjalan mulus. Walau akhirnya mereka dapat restu menikah tapi ujung-ujungnya kisah mereka berakhir tragis juga (dari berbagai sumber #red)... sisa ceritanya atau versi lengkapnya cari sendiri ya... tidak jadi tidur karena dongengnya tidak jelas diceritakan... hehe...

Pada kawasan Pulau Kemaro terdapat bangunan Pagoda dan Kelenteng agama Buddha. Puncak kunjungan ke Pulau ini biasanya adalah pada saat perayaan Cap Go Meh yang dihadiri warga keturunan Tionghoa dari berbagai daerah.

Balik dari Bangkok masih punya waktu sehari nganggur sebelum balik ke Palembang. Rencananya pengen naik Petronas, karena tahun-tahun kemarin nggak naik, kebayangnya kayak film Entrapment gitu, pengen foto-foto di atas seperti Sean Connery. Pagi-pagi sudah bela-belain bangun, trus ngejer kereta komuter. Tapi karena jarak kos an my sister di UKM rada-rada jauh dengan KLCC jadinya masih siang juga sampe di sana, pas sampe disana tiketnya udah abis. Hu hu sedih.... 3 kali ke Kuala Lumpur, 3 Kali ke Petronas, 3 kali tidak naik menaranya.

Ya udah, akhirnya terpaksa keliling-keliling mallnya saja dan main-main di tamannya. Di mall KLCC ini sengaja ke Zara soalnya penasaran sama satu baju yang ketemu di Bangkok cuma nggak ada ukuranku. Ketemu juga sih di sana, tapi lagi-lagi nggak ada yang muat di aku, ini emang ukurannya kecil semua atau emang aku yang terlalu gendut... (kesallll). Habis keliling-keliling lanjut ke Starbucks, trus habis itu masih sempet mampir ke Mid Valley serta pasar seni ngabisin uang kecil... halah (soalnya uang besar sudah habis...).









Di Mid Valley ketemu toko buku kecil di pojokan yang menjual banyak komik-komik lama yang sudah jarang dijual. Karena aku adalah penggemar komik, agak surprise juga ketemu komik-komik jadul favoritku yang pernah kubaca (statusnya pinjem dari teman) tapi tidak sempat kukoleksi. Maka akhirnya belanjaanku jadi berat dengan bertambahnya beberapa komik yang kubeli. Walaupun akhirnya jadi agak menyesal karena setelah disadari teks komiknya Bahasa Malaysia (pasti dong). Yah tapi tidak apa-apa lah, demi koleksi.

Tanggal 3 Januari balik ke Palembang, pesawat sempat delay walau nggak lama, karena pesawatnya masih di perjalanan dari Phuket. Jadi pas akhirnya masuk pesawat, serasa tuh pesawat masih "bau-bau" Phuket, he he.... siapa tau kapan-kapan ke Phuket juga nanti. Di pesawat sudah banyak yang ngomong pake bahasa Palembang, jadi serasa sudah sampe Palembang. Oke liburan selesai... back to work...

Sebelumnya part 1, part 2, part 3 dan part 4...

Tanggal 31 Desember 2009 pengennya sih ke pasar terapung. Kalau yang di Bangkok, pasar terapungnya kecil namanya Talling Chan, tapi bukanya cuma weekend, sedangkan satu lagi Damnoen Saduak yang buka hari ini jaraknya lumayan jauh dari Bangkok, kurang lebih dua jam. Tapi karena rasanya fisik sudah tidak mengizinkan ditambah keuangan yang mulai menipis, akhirnya rencana lihat pasar terapung di Thailand dibatalkan. Sebagai gantinya mau jalan di sekitar Bangkok sajalah, misalnya ke China Townnya, pengen tau kayak yang di Singapura atau beda. So jam 10 an, kami keluar hotel setelah sarapan di kamar yaitu roti yang semalam beli di 7 Eleven deket hotel, ada sih Mc D dideket hotel, tapi lagi-lagi kayaknya itu jadi pilihan terakhir karena takut tidak halal. Sebenarnya lokasi hotel Majestic sudah sangat ideal bagi kami, dekat money changer, stasiun bts, 7 Eleven, dan kios-kios penjual kaos dan aksesories Thailand.

Balik lagi ke rencana hari ini, pagi-pagi kami sudah keluar untuk melaksanakan rencana kami. Saat jalan kaki menuju stasiun BTS sepanjang jalan sudah banyak cewek dan "cewek" yang menunggu pelanggannya. Gila pagi-pagi mereka sudah semangat banget buat cari duit... tapi yah mungkin mereka menganut paham bangun pagi-pagi supaya rejeki tidak keduluan dipatuk ayam... haha.... Kami ke stasiun BTS Asok untuk ganti MRT ke Hua Lampong, tiket MRT di Bangkok nggak seperti di Singapura, bentuknya bulat kayak koin, terbuat dari bahan seperti plastik dan berwarna hitam, sesampainya di stasiun Hua Lampong bingung lagi dimana arah menuju China Town, nanya juga kali ini tidak membantu karena tetap tidak ketemu-ketemu. Yang ketemu malah satu Wat lagi di dekat stasiun Hua Lampong, lumayan foto-foto disana, tapi akhirnya karena putus asa kami mengurungkan niat mencari China Town karena takut lebih tersesat lagi, maka kami mencari taxi menuju ke MBK untuk makan siang, supir taxi yang kami temui kayaknya baik-baik, pas kami mau masuk setelah penumpang sebelumnya, sang supir ternyata berusaha masih memanggil mereka karena payungnya ketinggalan, tapi sayang mereka nggak denger, kami juga mau bantu teriak manggil tapi nggak tau yang mana orangnya karena rame banget jalan itu, terpaksa tuh payung disimpan si supir taxi. Baru pas pulangnya, setelah ngecek di Google Earth baru tau kayaknya China Town tinggal maju sedikit lagi dari tempat kami nyari taxi tadi.










Di MBK Nyobain mangga dan duren Thailand yang dimakan dengan ketan dan saus seperti susu yang sangat manis, setahuku sih cuma duren yang dimakan sama ketan, tapi ternyata enak juga makan mangga sama ketan, enak banget malah karena rasa mangganya juga beda, duh jadi ngiler lagi nih sekarang. Habis makan siang sempat Ke mall lain seperti Siam Paragon dan Siam Discovery, disana sudah dibangun panggung untuk perayaan tahun baru nanti malam, disanalah rencananya kami akan berkunjung malam ini. Sorenya balik lagi ke hotel ngumpulin tenaga buat malam nanti.



Malam tahun baru, sebelum ke Siam akhirnya makan lagi di kampung arab, tapi kali ini bukan ditempat kemarin, tapi di sebelahnya yang harga makanannya setelah dilihat masih lumayan bagi kami (3oo an Bath), menunya nasi, kangkung sama Tom Yam seafood, minumnya es teh. Kalau di Malaysia nyebut es teh itu tea o ice, kalau nggak dibilang o untuk only itu kita dikasih teh susu.





Balik lagi soal teh di kampung arab tadi, si penjual nanyain kami soal tehnya, "myu?" apaan tuh myu, abjad Yunani?, tapi akhirnya setelah di pikir-pikir maksudnya "milk" kali ya, trus kami bilang "No" daripada nanti salah-salah lagi dikasih apa misalnya. Selesai makan sempet mampir ke 7 eleven beli roti dan susu buat sarapan di hotel besok, sebenarnya sih udah bawa mie cup sama sereal karena dikirain ada pemasak air di kamar, eh ternyata nggak ada. Keluar dari sana kestasiun BTS Nana lagi buat ke Siam.

Kehidupan malam di Bangkok emang terang-terangan di tunjukkan di sepanjang jalan (apalagi tahun baru). Kami berencana sepertinya nggak akan tunggu sampai jam 12 kalau nanti gelagatnya udah nggak bagus disana. Sesampainya di stasiun BTS Siam udah rame, panggung pertunjukkan sudah mulai diisi oleh musisi-musisi Thailand, penjaga keamanan pun sepertinya ditambah untuk malam itu.









Orang-orang Thailand rasanya keluar semua, dengan dandanan hebohnya, salon-salon pasti laku keras malam itu, baunya pun macem-macem. Puas keliling-keliling mall akhirnya kami duduk nonton dari atas, tapi karena cuma berdua dan banyak nggak ngerti lagu-lagunya akhirnya kami memutuskan lihat kembang api dari hotel aja. Pulang naik BTS, sampe di hotel nonton TV lagi-lagi The Dark Night, tepat jam 12 kembang api muncul rame banget jalan-jalan dilihat dari atas jendela hotel.

Jam 5 an bangun tuh kembang api masih ada yang bunyi walau nggak sebanyak pas jam 12, buka TV...  HBO muter The Dark Night lagi. Karena pagi masih lama akhirnya tidur lagi, berhubung hari ini bakalan balik lagi Ke Kuala Lumpur sebelum lusa pulang ke Palembang.

Siangnya setelah beres-beres kami check out dari hotel, kemudian mencari taxi. Emang sih katanya sudah ada MRT ke bandara, tapi belum dibuka untuk umum. Nyari taxi lumayan lama, emang sih taxi yang lewat banyak, tapi semuanya ada isinya, akhirnya dapet taxi menuju ke bandara Suvarnabhumi (kalau nggak salah bacanya suwarnapum gitu), di bandara kami ke counter E untuk air asia, kemudian menunggu sebentar melihat plasma untuk mengetahui gate mana untuk pesawat kami. Tidak lupa tetep poto-poto dan sempet beli mangga lagi (yang ada ketannya).





Makan siangnya akhirnya di pesawat (dengan kode AK), chicken rice yang rasanya seadanya. Saat tiba di Kuala Lumpur aku menghadapi imigrasi lagi, males-males ngeliat muka petugasnya. Pas sampe di depan sang petugas aku kasih form masuk Malaysia+paspor hijau bergambar garuda ku, tidak berapa lama, setelah dapat cap sekali, aku sudah boleh lewat, tumben... apa karena aku masuk dari Thailand kali ya, makanya cepet, ah terserah deh.

Sebelumnya part 1, part 2 dan part 3... dan Lanjut ke part 5...

Hari kedua di bangkok, hari yang paling ditunggu-tunggu karena kami hari ini akan ke Grand Palace dan sekitarnya, bangun pagi-pagi jam 5, sholat kemudian mandi sambil nunggu pagi datang nonton TV, acara lokalnya banyak yang nggak ngerti, jadi kebanyakan nontoh HBO, semalam lumayan nonton ulang The Dark Night dengan teks Thailand, paginya nonton film lain lagi. Tapi pagi yang ditunggu baru datang jam 7 an (emang mendung juga sih) jam Thailand sama dengan Indonesia bagian barat jadi seharusnya jam 6 matahari sudah terbit, nggak kayak Malaysia yang terlalu cepat sejam sehingga baru jam 7 lewat terangnya padahal satu garis bujur. Akhirnya setelah siap-siap kami keluar hotel jam 8 lewat, rencananya mau sarapan di MBK dulu baru berangkat ke Grand Palace (sarapan di hotel Cuma untuk 1 orang jadi nggak diambil), kostum sudah oke, baju sopan dan sepatu ngalah-ngalahin kalau mau kuliah.

Sesampainya di MBK ternyata mall belum buka, cape deh nunggu di didekat jembatan penghubung BTS bersama para calon pengunjung MBK lainnya sampai jam 10 sambil ngeliatin jalan dibawah yang setelah diamati kebanyakan adalah Taxi berwarna cerah (Taxi kayaknya jadi salah satu transportasi favorit disana karena murah). Dan akhirnya MBK buka, kami masuk melewati pintu detector yang berbunyi pas aku lewat, kurang ajar terpaksa tas ku direlakan untuk di geledah sebelum boleh masuk, lain kali kayaknya gunting kuku dan sebangsanya kutinggal di hotel deh, soalnya semua mall pintunya seperti itu. Sampe di lantai 5 tukar kupon seharga 200 bath dan kemudian nanya kepada penjual manisan yang memakai kerudung dimana kios yang menjual makanan halal, ternyata di C21, sementara didepan kios C21 ada juga masakan arab dan india halal lainnya.





Di C21 si penjual lagi sibuk menyiapkan makanannya, begitu kami datang dia ngoceh nggak jelas yang kami artikan jangan ganggu dia dulu, dia lagi siap-siap, akhirnya nunggu lagi beberapa menit sambil beli minuman. Makanannya asli enak walau pilihannya terbatas, ada nasi kuning, ayam goreng, sop ayam, ayam bumbu kuning dan Yong Tau Fu sederhana, sarapan sekaligus makan siang hari itu lumayan oke, sisa kupon yang masih ada bisa ditukar lagi (hemat khan 200 Bath masih ada kembalian), tapi tuh refund habis juga buat beli kaos kaki gara-gara kakiku lecet pake sepatu.





Habis makan tancap gas menuju BTS Saphan Taksin, sepanjang perjalanan bisa dilihat Kota Bangkok dengan jelas yang merupakan kelebihan BTS dibanding MRT yang Cuma gelap doang. Kami mengamati suara pemberitahuan perhentian setiap stasiun dalam Bahasa Inggris dan Thailand yang seperti biasa dipanjangkan bunyi ujung katanya. Turun di Saphan Taksin baca petunjuk dulu yang sudah kusiapkan, untuk perahu juga ada beberapa pilihan (Ke Grand Palace harus naik perahu dari sana melintasi sungai Chao Praya), mau yang naik tourist boat dengan tiket seharian 150 Bath atau mau yang satu-satu, kami menanyakan bagaimana kalau mau yang sekali jalan, petugasnya bilang “on the boat” tapi tangannya menunjuk ke meja tak jauh dari sana, maka kami pindah tempat lagi, di meja itu kami bilang mau naik perahu sekali jalan, sambil ngasih 500 Bath, orang itu manggil temannya untuk mengajak kami ke perahu, tapi kok uangnya nggak ada kembalian, kami protes kok malah lebih mahal dari yang tiket seharian, akhirnya tuh uang kami ambil dan kembali ke tempat yang menjual tiket seharian 150 Bath, heran deh masih ada aja orang yang mau manfaatin turis kayak kami, akhirnya beli tiket untuk tourist boat sehari penuh seharga masing-masing 150 Bath, dikasih tiket+jadwal boat sampai jam 4 sore dan brosur tempat wisata di setiap pier.

Tak lama bersama turis-turis lainnya (kebanyakan bule) kami naik ke tourist boat, yang ternyata juga ada pemandu yang ngoceh menjelaskan tempat-tempat wisata setiap pier. Kami sebenarnya hanya mau ke tiga tempat, Grand Palace, Wat Pho dan Wat Arun, nanti kalau ada waktu baru ke tempat lain, ternyata oh ternyata benar kata si petugas yang di Saphan Taksin tadi, kalau mau naik boat yang sekali jalan bayarnya di atas boat, sial kami sudah kepalang beli yang 150 Bath, soalnya kami lihat ada satu lagi petugas yang menagih ongkos diatas boat, kalau sudah beli tiket seharian tinggal ditunjukkan, tapi nggak apa-apalah, namanya pengalaman, lagian kitakan jadi lebih tau kalau ada jadwal+brosur yang sudah dikasih tadi. Dari brosur juga tertera jadwal jam kapan saja boat akan datang, sehingga bisa diperkirakan kapan sudah harus pulang kalau nggak mau ketinggalan boat.














Perjalanan kira-kira memakan waktu setengah jam, kebanyakan penumpang sepertinya mau turun di pier no 9 tempat Grand Palace berada, si pemandu berulang kali mengatakan "Nothing special today in Grand Palace" untuk meyakinkan kami bahwa Grand Palace buka agar tidak masuk perangkap penipu-penipu yang berkeliaran yang mengatakan Grand Palace tutup dan mengarahkan kami ke tempat lain.Turun di Pier 9, kami mengikuti bule-bule di depan kami, karena perkiraannya mereka pasti mau ke sana juga, tapi karena jalannya melewati emperan yang lumayan rame, jadi kami nggak tau lagi yang mana rombongan bule satu boat tadi, akhirnya berdasarkan peta dan feeling (yang agak pe de+sok tau) kami mengikuti suatu jalan yang akhirnya Alhamdulillah ternyata benar adalah jalan menuju Grand Palace.












Uh keren deh pokoknya pertama kali lihat nih istana, udah baca artikelnya di wikipedia dan banyak sumber lain, tapi ternyata lebih bagus ketika dilihat sendiri, begitu masuk udah kelihatan peraturan-peraturan untuk tidak memakai sandal, celana pendek, baju tidak berlengan dan lain-lain lengkap dengan ilustrasi gambarnya, banyak turis yang emang bandel atau nggak tau tuh peraturan terpaksa nyewa baju, kain dan celana panjang disana. Kami masuk dan membeli tiket seharga 350 Bath per orang (Kalau warga Thailand gratis masuk sana), di pintu masuk akhirnya kami banyak bertemu saudara-saudara setanah air yang satu Bahasa, Bahasa Indonesia.... :) jadi nggak berasa sendirian lagi di sana.... Selama di Grand Palace sempat lupa diri, foto sana foto sini, tapi nggak peduli ama lingkungan, nggak ada yang kenal juga kok.









Setiap sudut rasanya mau di poto, ada satu tempat sembahyang mereka yang kalau mau masuk harus lepas alas kaki dan harus duduk selama di dalamnya dan tidak boleh mengambil gambar, karena nggak masuk akhirnya kami hanya lihat-lihat dari luar. Di sana juga penjagaan cukup ketat, ada satu ibu-ibu yang pake celana pendek sedangkan kain sewaannya cuma di tenteng disuruh pake sama penjaganya di toilet.


Sempet juga poto ala Mr. Bean sama dua penjaga berseragam disana yang tidak keberatan dengan permintaan kami, selesai poto tidak lupa kami mengucapkan Thank you, Khob Kun Khab sambil senyum-senyum. Pengennya agak lama disana, tapi berhubung hari sudah siang (panas banget), sedangkan kami masih mau ke Wat Pho dan Wat Arun serta nggak mau ketinggalan boat, akhirnya jam 2 lewat kami keluar dari sana. Sebenarnya aku mau Ke Khaosan sebentar dari sana (khan dekat), tapi kayaknya nggak sempat, jadi kami langsung menuju Wat Pho.


Keluar dari Grand Palace, bingung lagi nggak tau arah, berdasarkan peta, Grand Palace dan Wat Pho yang ada patung Reclinning Budhanya itu bersebelahan, tapi Kompleks Grand Palace aja luas sekali, sehingga nggak jelas sebelah mana Wat Pho berada, akhirnya My Sister memberanikan diri nanya kepada petugas disana, dengan petunjuk dari si petugas kami jalan kaki lagi untuk menuju Wat Pho, keliling di luar pagar Grand Palace lumayan jauh, beli minum di jalan mau minta di bungkus si gadis penjual nggak ngerti kita ngomong apa, akhirnya satu-satunya jalan tuh kantong plastik + sedotan aku tunjuk “with that”, baru dia ngerti. Saat jalan ke Wat Pho itulah kami ternyata nggak disangka ketemu juga “tokoh jahat” Thailand yaitu penipu yang sering diceritakan orang, tapi nih orang herannya pake seragam, dengan meyakinkan dia bilang Wat Pho lagi tutup (berhubung dia tau kami sudah dari Grand Palace, kalau kami menuju Grand Palace pasti dia bilang Grand Palace yang tutup), lagi ada sembahyang, buka lagi jam empat, kesini aja kesana aja naik tuk tuk, mana petanya, coret sana coret sini menjelaskan lokasi apa gitu sambil manggil tuk-tuk, kami sebenarnya percaya nggak percaya juga, tapi akhirnya kami bersikeras mau ke Wat Pho biar tutup tapi mau nunggu, soalnya udah pegel dan nggak mau ke tempat lain, tuh orang mukanya langsung berubah nggak senang trus ngoyor pergi karena nggak berhasil mencapai tujuannya. Dan ternyata Wat Pho buka pas kami sampe disana, dasar tukang tipu, kami ngomel-ngomel di depan gerbang Wat Pho sambil bersyukur tidak kena perangkap tuh orang, tapi ada sisi baiknya juga, tadi aku sempat nanya kepada si penipu itu di mana pier 8 sebelum mengatakan tetap mau ke Wat Pho walau tutup. Di Wat Pho tiket masuknya masing-masing 50 Bath, harus lepas alas kaki kalau mau masuk, Patung Budha tidurnya besar sekali, tapi agak susah kalau mau poto secara utuh karena banyak tiang-tiang penghalang, Cuma ada satu lokasi yang bisa ngambil potonya secara utuh, dan cukup rame, akhirnya gantian sama turis-turis lain buat ngambil poto dari sana.





Pulang dari Wat Pho kita menuju pier 8 sesuai petunjuk si penipu tadi, rencana mau ke Wat Arun nyebrang sungai, tapi pas lihat jam, kayaknya nggak sempat lagi, karena jadwal terakhir boat lewat tinggal 15 menit lagi. Akhirnya nggak jadi ke Wat Arun, kami hanya nunggu di Dermaga sambil mandangin Wat Arun dari sebrang yang juga kelihatan. Selama nunggu banyak ketemu biksu-biksu cilik yang lalu lalang diantara bule-bule sementara disamping tempat duduk kami ada ibu-ibu yang sudah cukup tua penjual minuman dengan aksen Thailand yang kental mengucapkan suatu kalimat berulang-ulang, setelah disimak dengan cermat :p, ternyata kalimatnya “some drink madam, water ten bath”, oke juga tuh ibu-ibu kayaknya udah hapal banget Bahasa Inggris angka-angka buat dagangannya.





Pulangnya kita mampir lagi ke MBK buat makan sebelum ke hotel lagi, habisnya alternatif lain di kampung arab lumayan mahal, dalam perjalanan pulang sempat beli oleh-oleh lagi di kios-kios yang banyak terdapat di sekitar hotel buat tambahan dan juga akibat lapar mata.

Sebelumnya part 1 dan part 2.... dan Lanjut ke part 4 dan part 5

Sampai di bangkok Bandara Suvarnabhumi juga kelihatan Thailand sekali he he.... banyak patung-patung dan tulisan-tulisan promosi wisata Thailand. Imigrasi Thailand juga panjang sekali, beberapa pesawat datang pada waktu hampir bersamaan, tapi proses kami disana tidak berlangsung lama, setelah passport+form masuk Thailand yang dibagikan di pesawat diserahkan, kami pun mengambil bagasi dan keluar dari sana.

Berdasarkan info yang kami punya, ada beberapa alternatif jalan untuk ke Bangkok dari bandara, misalnya Taxi, Public Bus, Airport Express dan Shuttle bus, tapi berhubung kami takut nyasar walaupun katanya perhentian Bus ada yang di daerah Nana, maka keputusan kami lebih baik naik Taxi, walaupun agak mahal, tapi bisa diantar ke hotelnya langsung. Tidak sulit mengikuti tulisan penunjuk bandara untuk mencari Taxi di sana, tulisan dalam Bahasa Inggris dan Thailand tertulis dengan jelas, memang banyak Taxi berkeliaran disana, tapi akan lebih aman kalau ikut yang resmi, maka kami ikut antri untuk meminta Taxi pada petugas disana dan tak lama kemudian Taxi yang kami inginkan sudah meluncur membawa kami ke Hotel Majestic Suite di derah Sukhumvit Nana. Dengan bahasa Inggris ku yang berlepotan aku berusaha menjelaskan kemana tujuan kami kepada supir Taxi, my sister Eyik juga ikut membantuku menjelaskan, si supir Taxi memang bisa Bahasa Inggris walaupun sepertinya lebih parah dari aku (aksen orang Thailand dalam menyebutkan kata-kata dalam Bahasa Inggris terdengar aneh), tapi yang penting dia ngerti kami mau kemana (tak lupa aku tunjukkan tulisan hotel dalam tulisan Thai kepadanya). Sempat ngobrol sama sang supir tentang bangkok, walaupun kadang nggak nyambung, lain yang ditanya lain yang dijawab, tapi kami berusaha menanggapi dengan manggut-manggut, dia mengira kami orang Malaysia mulanya sebelum tau kalau kami dari Indonesia.

Kota Bangkok menurutku kurang lebih sama dengan Jakarta, tapi yang beda jelas adalah papan penunjuk jalan yang semuanya bertuliskan Thai, kalau bawa mobil sendiri disini dijamin nyasar. Perjalanan menuju hotel kurang dari se jam, patokannya adalah stasiun BTS Nana, disitulah juga terdapat hotel yang kami tuju, begitu sampai langsung kelihatan dimana kampung arab yang kucari dan hotel-hotel lain yang sempat kupertimbangkan misalnya Hotel Nana, Royal Benja dan Amari Boelevard (Tapi tidak jadi karena mahal bo...)

Setelah bayar taxi 500 Bath (padahal yang kubaca paling 300 Bath tapi gak apalah) dihitung dari biaya tunggu airport+tol+ongkos, kami masuk ke hotel, di hotel juga tidak ada masalah, cukup tunjukkan passport dan print out yang dikirim Agoda, isi form kemudian beres. Selesai proses isi form kami boleh pilih grand prize dengan hadiah macam-macam, pertama dapat bir, tanpa berkata apa-apa kami saling berpandangan, resepsionisnya ngerti kalo kami muslim dan membolehkan pilih grand prizenya sekali lagi, dan kali ini dapat suvenir hiasan dinding bermotif gajah yang bagus banget. Selesai proses check in kami langsung diantar ke kamar yang jendelanya langsung berhadapan dengan rel BTS, jadi kalau tidak ada kerjaan bisa tinggal manyun aja di depan jendela sambil ngitungin BTS yang lewat...



Hari pertama di Bangkok setelah beres-beres dan istirahat sebentar, kami memutuskan hari itu akan menjelajah mall MBK dan sekitarnya dulu baru Ke Suan Lum Night Bazaar, maksudnya beli oleh-oleh dulu sebanyak mungkin, supaya besok-besok bisa jalan-jalan dengan tenang nggak mikirin oleh-oleh lagi. Sebelum jalan makan dulu di kampung arab depan hotel dan langsung kaget karena ternyata muahalll.... (lebih dari 500 Bath) emang enak sih, tapi kalau tiga hari makan dengan budget seperti itu biso tekor.... he he. Menu yang kami pesan Tom Yam sama Ikan entah apa pokoknya dibumbui+nasi namanya pokoknya lupa, nunggunya agak lama berhubung ikannya ditangkap dulu dari akuarium, padahal waktu pesan udah ngomong "Bang ge pe el ye"... he he... setelah orangnya pergi tapi.








Setelah makan, naik eskalator ke stasiun BTS Nana, cari tau gimana pengoperasiannya, ternyata mudah kok baca petanya dan disana sudah ada daftar tarifnya sesuai jarak jauh atau dekat. Stasiun BTS Siam terletak 3 stasiun dari Nana, harga tiketnya 20 Bath, tukar koin di counter dan beli tiket di mesinnya setelah selesai baru kemudian naik keatas untuk menunggu keretanya, pengoperasiannya kurang lebih sama dengan di Malaysia dan Singapura (kapan Indonesia kayak gini ya, nggak usah Palembang, Jakarta aja lah minimal punya.... tapi katanya udah ada rencana pembangunan MRT di Jakarta...). Turun di Siam stasiun mau ke MBKnya jalan lagi, sempat nggak yakin di mana MBK tuh walau sudah bawa peta, akhirnya ngeluarin jurus terakhir yaitu... nanya, dan jawaban penjual makanan di jalan yang kami tanya adalah "deerrrr" sambil menunjuk ke jalan di depan kami, kami pun pergi sambil mikir kenapa sih orang Thailand kalau ngomong setiap ujung kata harus dipangjangin kayak ituuuuu... :D

Akhirnya ketemu juga sama MBK yang terletak didekat jalur BTS lain yaitu stasiun National Stadium, kami nggak niat belanja kok, cuma muter-muter ngukur jalan sambil cari makanan yang katanya halal di food court lantai 5 yang banyak di rekomendasikan blogger Indonesia. Setelah ketemu diingat jalannya baik-baik karena siapa tau besok-besok bakal makan disana.



Keluar dari MBK juga kelihatan mall lain seperti Siam Paragon, tapi kami tidak kesana dulu karena sudah jam 7 jadi kami ke Suan Lum Night Bazaar. Dari BTS National Stadium Kami beli tiket ke Sala Daeng trus ganti MRT Si Lom ke Lumphini. Di Suan Lum Night Bazaar sempat kebingungan karena melihat kios-kios penjual suvenir yang menjamur disana, aksi dimulai tawar menawar dalam bahasa tarzan (ada juga penjual yang sok pake bahasa melayu) dengan senjata kalkulator, abis duit lumayan banyak disana, barangnya emang mahal atau kami yang nggak bisa nawar nggak tau, gantungan kunci isi lima 100 Bath sama dengan 10 Ringgit kalau di Malaysia kalau dipikir-pikir nggak jauh beda kayaknya, tapi kalau di Chatucak mungkin bisa lebih murah (sayang nggak bisa kesana).



Habis berburu oleh-oleh mau pulang udah capek membayangkan naik turun BTS dan MRT, kami coba naik Taxi ke hotel siapa tau lebih murah, pengen sih naik Tuk Tuk, tapi kayaknya lebih aman naik Taxi yang ternyata emang murah.

Sebelumnya part 1... dan Lanjut ke part 3, part 4 dan part 5...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...