Baru 7 bulan yang lalu aku konferensi di Jakarta, sekarang berangkat lagi konferensi masih di Jakarta juga, ini semua dilakukan demi kelancaran studi. Seperti biasa bangun lebih pagi dari ayam, Subuh sudah stay tune di Bandara naik Batik, sampe di Jakarta jam 7 kurang. Acara konferensinya di Hotel Aston Jakarta Selatan, kami sampai di sana jam 8 lewat. Presentasinya dimulai dari jam 1 sampai dengan selesai.

Pemandangan dari Lantai 26


Makan siang...


Presentasinya hanya 15 menit, dengan rincian 10 menit presentasi dan 5 menit tanya jawab. Saat aku presentasi tidak ada yang nanya, Alhamdulillah ya... sepertinya sudah jelas semua... makanya nggak ada yang nanya.... haha...

Sorenya ada coffee break, 3 macam penganan... ada pizza, ada semacam lasagna tapi telur bukan daging dan semacam campuran krim dan tepung pake kacang almond, nggak ngerti dan nggak tahu namanya, kalau kata Yulis salah satunya pizza lapis.... hehe...

Coffee break time...


Habis konferensi masih punya waktu keliling-keliling malamnya, karena pulang ke Palembang baru besoknya. Trus mau ngapain lagi,.... biasa!!... ke Sephora mau cari eye liner, sekalian mau nyobain MRT. Setelah searching, stasiun MRT yang paling dekat dari hotel adalah stasiun Cipete Raya. Kata mbak resepsionis naik busway saja ke stasiun Lebak Bulus, supaya dapat tempat duduk, karena Lebak Bulus stasiun terakhir, tapi jadinya malah menjauh. Ya udah karena nggak mau tambah lama ngabisin waktu, tetap mau naik dari stasiun Cipete Raya saja menuju ke Bundaran HI.

Naik gocar cuma Rp 6.000,- karena promo, kami sampai di stasiun Cipete Raya, di samping McD. Stasiunnya mulai menunjukkan suasana MRT... hehe... serasa seperti di Singapura dan Hong Kong... Memang tidak seramai Singapura dan Hong Kong yang orang-orangnya banyak dan berjalan cepat mengejar kereta, tapi sudah sangat bagus dan juga bersih....

Di Cipete Raya stasiunnya layang, sama seperti beberapa stasiun MRT Singapura yang di dekat Johor, sementara kami akan menuju ke stasiun Bundaran HI yang berada di bawah tanah. Bisa membeli kartu jelajah sekali jalan dengan saldo Rp 15.000,- yang bisa refund, tapi karena aku punya flazz BCA jadi tidak perlu repot beli kartu lagi. Menunggu kereta hanya beberapa menit sudah datang. Keretanya juga bagus dan bersih dan yang aku suka, pengumumannya pakai Bahasa Indonesia sebelum Bahasa Inggris... hehe... seneng ya Jakarta sudah sama seperti Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok... punya MRT.

Sampai di Bundaran HI kami akan ke Plaza Indonesia, ketika keluar aku baru sadar tempatnya sama seperti vlognya Patricia, dan Plaza Indonesia langsung kelihatan begitu keluar stasiun, sementara aku sudah kepalang menghidupkan google maps mau mulai mencari Plaza Indonesia. Di Plaza Indonesia tidak banyak keperluan, keliling sebentar, makan dan ke Sephora, kemudian balik lagi ke Hotel karena emang sudah capek bangun dari Subuh...

Kereta MRT Jakarta


Pulangnya pesawat Batik dari Bandara Halim Perdana Kusuma, aku baru kali ini naik pesawat dari Bandara Halim, bandaranya tidak terlalu besar dan jalan kaki menuju ke pesawat lumayan jauh. Di perjalanan saat film Shazam baru belum setengah ditonton, kira-kira sudah mau sampai ke Palembang, sudah tercium bau yang khas akhir-akhir ini yaitu asap. Oke... artinya Palembang sudah dekat. Pemandangan di jendela pun tidak jelas, baru terlihat pemandangan di luar saat sudah benar-benar memasuki landasan pesawat. Alhamdulillah pesawat berhasil mendarat dengan selamat. Next... kalau konferensi lagi, semoga bisa di luar Indonesia ya....

Mau nonton vlognya, ada di sini.

Tanggal 23 sampai dengan 25 Mei 2019, tiba-tiba dapat tugas ikut pelatihan di Universitas Bangka Belitung. Dan ini artinya baru kali ini aku harus naik pesawat dalam keadaan puasa. Trus kenapa? ya nggak kenapa-kenapa juga sih sebenarnya... Kemudian karena aku lagi malas jalan sendirian, maka akhirnya kuajak Elsa untuk sekedar menemani kali ini. Perjalanan perginya dimulai habis sahur, shubuh di Bandara dan langsung boarding. Baru mau menikmati pemandangan di luar jendela pesawat, eh sudah ada pengumuman kalau pesawat akan mendarat... 25 menit saja saudara-saudara naik pesawat dari Palembang ke Bangka, sama seperti lamanya perjalanan dari rumah kalau mau ke OPI Mall.... dan masih lebih sebentar kalau dibandingkan dengan lamanya waktu kalau aku mandi... *penting*

Keluar dari Bandara, biasaaaa.... disambut banyak fans.... para abang sopir taksi yang kemudian harus kecewa karena kami sudah menjatuhkan pilihan ke satu taksi saja. Lama perjalanan ke Pangkal Pinang juga tidak lama, hanya kurang lebih 20 menit diiringi oleh cerita Bapak Sopir Taksi yang ternyata orang perantauan di Bangka. Sampe di hotel, syukurlah sudah boleh check in walau masih sangat pagi, jadi kami bisa istirahat dan tidur dulu. Pelatihannya siang, jadi aku bisa nyambung mimpi dulu sebelum sahur tadi.

Bandara Depati Amir


Elsa memutuskan akan tetap di hotel saja, jadi aku tinggal naik grab ke UBB. Pelatihannya selesai sore dan aku baru tahu kalau grab tidak ada di sana, karena daerahnya sudah bukan di Pangkal Pinang lagi... Oh My God... jadi gimana.... pergi bisa, pulang nggak bisa... Ibu yang kenalan denganku selama pelatihan baik hati minta suaminya pake motor antar aku dulu ke pintu gerbang untuk bisa cari grab. Tapi sampai di pintu gerbang pun tetap tidak bisa ngegrab. Aku menunggu di warung dan nanya ke ibu di sana kalau-kalau ada angkot atau ojek yang ternyata tidak ada... luar biasa yah... aku jadi tersesat di sana seperti anak hilang... Untung kemudian aku ingat melihat blue bird saat di Pangkal Pinang tadi, setelah cari nomornya dan Alhamdulillah akhirnya dapat, aku masih harus menunggu lagi sampai taksinya datang. Saat bengong nunggu taksi, lewat bapak-bapak pegawai UBB yang tadi kutanya soal Grab, nanya gimana apakah mau ikut dia saja, kemudian kutolak dan kuucapkan terima kasih karena aku sudah pesan taksi.... *kangen si oren*

Sampai di hotel sudah hampir magrib. Aku mengajak Elsa keliling sekitar hotel untuk mencari makan buat berbuka, aku tentu saja sudah mendapat makanan buat berbuka dari pelatihan, tapi aku tidak keberatan kalau ketemu jajanan lagi. Jadi malam itu kami beli thai tea, ketoprak, dan bermacam-macam lauk.... banyak ya. Untuk sahur sudah disediakan oleh hotel sebagai pengganti sarapan.

Pelatihan hari berikutnya aku sudah lebih berpengalaman, sudah dapat kenalan dengan peserta lain dan mendapatkan tumpangan saat pulangnya. Jajan malam hari berikutnya direkomendasikan mie koba sama Desi. Maka melipirlah kami mencari mie koba naik grab, dilanjutkan nyari jajanan lagi di alun-alun.... *wisata kuliner*... Aku kan sebenarnya alergi sea food dan mie koba itu kuahnya ikan tenggiri, tapi dengan mengucap Bismillah aku terabas saja makannya... dan untunglah saudara-saudara, kemudian!!!..... aku masih tetap gatal juga... hahaha... Gatalnya cuma sedikit, karena aku memang makan kuahnya sedikit saja. Makanan selanjutnya adalah otak-otak... Yah walaupun otak-otak juga ada di Palembang, tapi pengen coba juga siapa tahu beda... ternyata sama saja...

Mie Koba


Otak-otak


Trus habis pelatihan kemana saja.... ke pantaikah???.... Pasir Padi atau Parai dan Tanjung Pesona misalnya... Nggak sempattt... Parai dan Tanjung Pesona itu di Sungailiat, sementara Pasir Padi walau cuma setengah jam an tapi juga bukan di Pangkal Pinang, nanti kejadian kemarin terulang lagi, naik grab pergi bisa, pulangnya nggak bisa. Jadiiii... diputuskan keliling kota saja, masih berat bawa laptop berkunjung ke Museum Timah... lumayannn... *wisata museum*... Sebenarnya aku tertarik dengan satu pantai saat melihat fotonya di bandara, namanya tapak antu, serem ya namanya hahaha... dari fotonya kerennnn... tapi lumayan jauh juga, jadi kutargetkan akan dikunjungi lain kali kalau memang punya waktu liburan.

Museum Timah


Nyari oleh-oleh apalagi kalau bukan terasi dan getas. Getasnya ikan tenggiri dan cumi, terasinya tentu saja udang... semua makanan yang tidak bisa kumakan. Inilah salah satu hal yang aku tidak suka kalau pergi ke tempat yang dekat laut... makanannya pasti seafood. Aku terdeteksi alergi seafood saja, dulu beberapa tahun lalu, setelah pulang dari Bangka, akibat tiap hari makan seafood.

Masih dalam rangka rangkum-merangkum kisah traveling yang sudah kujalani, kali ini aku pengen menulis kisah kelam *coret, kurang enak maksudnya* yang pernah kualami. Ada yang hanya dihadapi dengan senyuman pahit, sampai ada juga pengalaman yang membuat aku rasanya pengen cepat pulang saja. Kisahnya kurang lebih sama dengan traveler lainnya, kalau tersesat mah biasa, ada yang hampir kena tipu, ada yang dicegat di imigrasi beserta dramanya, ada yang diikuti cowok.... *cieee...* tapi untunglah tidak pernah sampai ketemu kesialan yang parah... *Semoga jangan sampai ya Allah... *. Jadi, kisah apa sajakah yang dimaksud, berikut rangkumannya :

1. Berusaha bawa pempek plus cuko ke Malaysia
Jadi ya, Malaysia adalah negara pertama yang kudatangi tahun 2007. Saat itu my sister masih kuliah di sana. Jadi Aku berniat bawa oleh-oleh untuknya beserta teman-temannya. Tapiiii... karena masih newbie, kagak tau kalau gak boleh bawa cairan ke kabin pesawat, sementara koper sudah masuk bagasi. Jadi... pempeknya lewat, cukonya kena sita... Jadi gimana rasanya makan pempek tanpa cuko, itulah yang dirasakan my sister beserta teman-temannya saat aku datang waktu itu.

Kesempatan kedua, aku sudah lebih cerdas, masih mengunjungi my sister, kali ini pempek+cuko kotaknya aku masukkan ke bagasi. Saat ketemu ibu-ibu yang cukonya diambil waktu mau masuk ke ruang tunggu, aku dalam hati agak tertawa menang dengan jahatnya... hasilnya.... saat di bandara LCCT, aku cuma menemui koperku di conveyor belt bagasi sementara kotak pempekku gone with the wind. *kena karma gara-gara senang ngeliat orang lain susah*

Tahun berikutnya lagi, aku hattrick masih membawa pempek untuk my sister. Kali ini Pempek+cuko aku masukkan ke tas khusus dan kumasukkan bagasi. Hasilnya.... sukses!!!... kedua-duanya selamat sampai ke Malaysia... Luar biasa ya, butuh tiga tahun usaha, baru berhasil bawa pempek lengkap ke Malaysia.

2. Berhadapan dengan petugas Imigrasi Kuala Lumpur
Saking seringnya aku bolak balik Malaysia, aku sudah merasa tahu trik cepat melewati imigrasi. Tapiii... pada kenyataannya aku masih saja sering nyangkut lama saat antrian di Imigrasi. Kalau sudah kelamaan di imigrasi, biasanya pada saat ngambil koper sudah bingung karena pada layar pemberitahuan dimana mengambil bagasi, jadwal pesawat kita sudah tergeser jauh dengan jadwal pesawat lain. Kalau aku ditanya petugas imigrasi mana yang paling tidak ramah, tentu saja bagiku adalah Malaysia. Emang sih aku tidak pernah sampai masuk kantornya, tapi yang namanya kena semprot dan dijutekin itu sudah tidak terhitung saking seringnya. Yah tapi masih wajarlah, karena secara umum petugas Imigrasi memang seperti itu. Pengalamanku melewati imigrasi Malaysia yang paling cepat adalah ketika aku sampai tengah malam dari Hong Kong, sepiii... tanpa antrian... baru kali itu aku bisa pilih petugas mana yang akan dihadapi... *celingak celinguk, cari muka yang ramah*



3. Ketemu cowok item di Petronas
Pengalamanku waktu itu ketemu cowok kulit item di LRT menuju Petronas, awalnya aku biasa saja dia seperti ngeliatin terus. Saat sudah masuk Petronas di eskalator ketemu dia lagi, dan dia bilang "You are so cute" haaa.... bingung kan mau ge er senang atau takut, mungkin maksudnya mau ramah kali ya, tapi aku malah jadinya ngeri cuy... terus dia nanya nama, yang terpaksa aku jawab karena nggak enak. Saat sudah mau masuk bioskopnya aku buru-buru pamit ngikutin my sister, eh dia masih nanya lagi mau nonton film apa, tapi aku hanya jawab sekilas "I don't know" dan buru-buru ngacir. Bukannya mau rasis, tapi kalau yang ketemu saat itu bule pun aku pasti masih akan berbuat hal yang sama, kecuali kalau orangnya Chris Hemsworth, sudah pasti aku tidak bakal keberatan ya.

4. Pindah hotel di Bukit Bintang dengan alasan penuh
Sepanjang pengalaman aku memesan hotel lewat Agoda, tidak pernah ada masalah. Yang aneh satu hotel yang tidak usah disebut namanya di Bukit Bintang, ternyata penuh saat kami check in, aneh ya.... Kemudian si petugas hotel memindahkan kami ke hotel lain yang katanya tidak jauh dan dapat sarapan. Tapi ternyata kami dipindah ke Guest House dengan fasilitas yang jauh dari memuaskan sesuai dengan harga yang kami bayar. Ini jadi pengalaman baru bagiku, untung nginapnya cuma semalam, karena besoknya kami sudah cuss ke Phuket. Segala uneg-unegku ku tumpahkan pada review Agoda, kalau mau rasanya menuliskan kata-kata yang kalau ditulis tinggal ***** karena tidak lulus sensor...

5. Ketemu cowok teler di KFC Bukit Bintang
Nah kalau ini pengalaman traveling rame-rame berempat semuanya cewek. Pagi-pagi sebelum ke Genting kami sarapan di KFC Bukit Bintang. Saat itu suasana Bukit Bintang masih berantakan karena sedang pengerjaan proyek MRT. Si cowok yang juga sepertinya turis karena tidak berwajah melayu, ketemu kami di jalan, negur dikit, kami cuekin soalnya keliatan agak tidak beres, antara pandangan mata dan gerak tubuh seperti tidak sinkron, gaya orang teler. Kami masuk KFC, dia ikut. Memang sih dia juga pesan dan tidak mengganggu, tapi sepanjang makan, matanya terus melihat ke arah kami. Akhirnya saat dia meleng, kami bawa sarapan masing-masing dan keluar dari sana, slamet-slamet tidak diikuti...

6. Muntah akibat naik tangga Batu Caves dan ke Genting
Aku pernah dua kali muntah selama di Malaysia... Ha ha ha...*memalukan* Yang pertama habis naik tangga sebanyak 272 anak tangga di Batu Caves. Ya gimana nggak muntah kalau naik tangga cepat-cepatan karena takut banyak monyet. Tapi aku muntahnya nggak sembarangan kok, masih bisa di antisipasi. Yang kedua saat naik taksi ke Genting, udara sangat dingin, taksinya ngebut, jalannya mendaki dan memutar, rasanya isi perut saat itu keluar semua. Tapi aku muntahnya tidak di taksi kok, lagi-lagi masih bisa di antisipasi, muntah di toilet saat berhenti di toko coklat.

7. Ditipu rental mobil di Bali
Transportasi selama di Bali kalau mau kemana-mana adalah dengan sewa mobil. Kami sudah membuat janji dengan seseorang untuk rental mobilnya keesokan harinya. Disepakati harganya 400 ribu. Apa daya saudara-saudara, setelah uang dikirim tidak ada kabar lagi dan si penipu tidak bisa dihubungi. Terpaksa cari rental mobil lain, kali ini rekomendasi dari hotel, jadi bisa dipercaya dan dilacak kalau sial ketipu lagi.

8. Diusir setelah makan di Singapura
Ini adalah perjalanan liburan dari Kantor, aku beserta rekan-rekan ditraktir makan di restoran bergaya Korea di Singapura. Menunya enak, dagingnya dipanggang sendiri di meja masing-masing. Dasar kebiasaan orang Indonesia, habis makan masih ngobrol ngelantur ngalor ngidul gak kenal waktu, sepi juga sih sebenarnya, eh... si petugas mengusir kami dengan membereskan meja sambil ngoceh-ngoceh dalam Bahasa Mandarin yang tidak kami mengerti... *buru-buru minggat dari sana*

9. Nyari hotel di Bugis sambil menahan pipis
Tahun 2015, aku traveling lagi, kali ini menginap di hotel berlokasi di Bugis. Turun dari MRT mengira nyari hotelnya mudah. Ternyata GPS yang dipake ngawur, nelpon ke hotelnya cuma dibilang dari Lampu Merah Bugis Junction belok ke mana lagi. Bagaimana kami tahu arah, lampu merah Bugis Junction itu banyak. Hari sudah magrib, kami sudah sampai ke arah sebuah rumah sakit, makin tidak karuan karena aku menahan mau pipis juga. Akhirnya balik lagi ke Bugis Junction untuk naik taksi... kalau tidak salah dengan tarif 9 dollar. Karena jalannya banyak searah, taksi memutar sedikit dan kami sampai ke hotel yang dicari. Yang bikin kesal adalah, ketika saat sudah check out dan akan ke Johor, ternyata lampu merah tempat kami menelpon hotel hanya berjarak beberapa meter dari hotel.... *banting koper*

10. Hampir ditipu di Grand Palace Bangkok
Cerita turis kena tipu di Bangkok sudah kami antisipasi sebelumnya. Banyak yang bilang bakal ketemu penipu yang kasih tau kalau Grand Palace tutup, pergi saja ke sini... ke sana... trus nanti datanglah tuktuk ngantar kita ke toko perhiasan. Kenyataannya, kami memang sukses ke Grand Palace, tapi kena jebakan Betmennya saat mau ke Wat Pho, aktor penipu yang mencegat kami sangat meyakinkan, pake seragam... nanya kami mau ke mana. Setelah kami jawab mau ke Wat Pho, mulailah dia berdialog seperti ada naskahnya... Wat Pho tutup, lagi ada perayaan apa... buka jam sekian... pergi ke sini saja... ngasih peta, dan seolah-olah sangat kebetulan datanglah supir tuktuk yang siap mengantar kami ke mana saja. Percaya gak percaya sih sebenarnya, untunglah kemudian kami bersikeras tetap akan ke Wat Pho walau tutup dan akan menunggu di sana.... eh dia langsung pergi karena kami keras kepala gak mau ngikutin omongan dia... Syukurlah kami tidak jadi kena tipu...

11. Manuver pesawat di atas Candi Prambanan
Aku takut ketinggian dan takut naik pesawat sebenarnya, tapi karena hobi jalan-jalan maka mau bagaimana, harus dibuat berani. Masak mau lewat jalan darat terus, bisa tempos. Jadi ceritanya suatu waktu aku ke Jogja untuk pelatihan, ada saatnya si mas kapten iseng belokin pesawat kelewat tajam. Aku duduk di jendela, saat pesawat belok.. pemandangan di bawah adalah Candi Prambanan... ngeri!!! ibu-ibu di sebelahku sampai ngucap-ngucap saking kagetnya.... *pegangin jantung*... mobil saja kalau ngebut belok tajam, menakutkan... apalagi pesawat...

12. Dicegat petugas imigrasi Macau
Sebenarnya aku sudah lewat dari petugas imigrasi, ini sepertinya hanya random check saja. Petugas yang ngaku polisi tiba-tiba datang dan menyuruh aku masuk ke sebuah ruangan. Hanya aku loh, yang lain semuanya lewat. Emang sih hanya ditanya alamat hotel, berapa lama di Macau dan kontak yang bisa dihubungi, tapi jadi cemas juga... ditanya-tanya gitu aku tuu...

13. Diusir sopir bis Macau, disuruh turun
Mungkin ini karena kendala Bahasa kali ya, kami salah naik bis yang kami kira nyebrang ke Taipa, tapi ternyata tidak. Caranya itu loh, si sopir bis ngusir dengan gaya melambaikan tangan yang kasar. Apa sih susahnnya bilang sorry, satu kata yang tidak perlu kemampuan Bahasa Inggris yang fasih untuk mengucapkannya. Rasanya aku juga kalau mengusir kucing masih lebih sopan.

14. Berhadapan sama petugas cewek jutek saat beli tiket ferry dari Macau
Nih satu lagi orang yang tidak ramah kutemui di Macau. parahnya ini petugas yang jual tiket ferry menuju Hong Kong. Nggak mau ngasih tau jadwal ferry, ngomongnya tidak jelas dan juteknya minta ampun... Kami tidak punya jadwal ferry yang berangkat dari Macau ke Kowloon untuk besok, saat kami tanya dia tidak mau kasih tau, kami minta jadwal yang boleh kapan saja asal pagi, dia bilang tidak ada open ticket, maksud kami pilihkan saja, dia tidak mau, akhirnya dia kasih tau jadwalnya tapi ngomongnya luar biasa cepat. Bikin emosi rasanya, yang terdengar ada kata-kata jam dua siang, ya sudahlah... daripada semakin darah tinggi, kami ambil jadwal itu. Masa sih nggak ada yang pagi, rencana semula yang berangkat pagi dan masih bisa jalan di Hong Kong siangnya jadi dibatalkan.

15. VOA ditolak di Shenzhen
Nah yang ini drama banget, sudah dapat kabar sih dari Ibu baik di hotel kami di Hong Kong yang bilang waktu itu Desember 2017, kalau mau ke China susah. Kalau umur 50 tahun ke atas baru bisa. Masa sih, kami harus menunggu sampai umur 50 tahun baru masuk Shenzhen dari Hong Kong. Ya udah, mengadu nasib, siapa tahu bisa.... Tuh kan tidak percaya dibilangin, Saat menurus VOA, ketika nomor antrian kami dipanggil, form isian dan nomor antrian diambil, paspor dikembalikan dan dikasih tau, tidak bisa masuk Shenzhen, harus balik lagi ke Hong Kong. Buru-buru aku menjelaskan kalau kami hanya satu malam, si petugas memencet antrian berikutnya.... the end... Sedih loh, hotel yang sudah dipesan di Shenzhen jadi hangus, trus harus pesan hotel lagi di Hong Kong, yang lebih sedih lagi, saat mau balik lagi ke Hong Kong bingung dilempar sana sini oleh orang-orang di sana. Iya kalau ketemu petugas yang bisa Bahasa Inggris enak, ini juga ada petugas Bapak-bapak yang sudah tua, tidak bisa Bahasa Inggris dan ngoceh terus marah-marah nggak tau ngomongin apa... Sampai ke Hong Kong lagi, rasanya lega setelah melewati drama di Imigrasi China...

16. Ketemu orang sedeng di Brunei
Rencana solo travelingku di Brunei berantakan gara-gara ketemu orang sedeng ini. Ketemu pertama kali saat baru keluar dari hotel sudah sok akrab, trus ketemu lagi di Pasar Kianggeh, ketiga saat beli nasi katok dan keempat saat balik ke hotel. Karena Brunei kecil dan sepi, jadinya aku ngeri kemungkinan bakal ketemu orang itu lagi selanjutnya. Akibatnya nggak berani keluar hotel, setiap jalan ke luar jadi noleh ke belakang terus, nggak bisa lama-lama di Masjid Sultan Omar Saifuddien dan batal ke Royal Regalia Museum. Terlalu khawatir???... nggak, ini adalah bentuk kewaspadaan... sial kannnn!!!...

17. Kelebihan bagasi di Bandara Brunei
Selama ini aku naik Air Asia, 7 kg gratis bagasi itu tidak pernah dihitung beserta tas tangan bawaan pribadi. Tapi tidak di Brunei saudara-saudara... Bawaanku harus ditimbang beserta tas tangan, totalnya jadi 9 kg lebih... dikasih dua pilihan... bayar 50 BND atau kurangi bawaan... ATM nggak bisa diambil uangnya, terpaksa meninggalkan sebagian barang-barangku di sana... bete deh...

18. Kedinginan di Jepang
Sebenarnya nggak mau nulis hal yang tidak menyenangkan di Jepang, karena Jepang adalah negara favoritku dan semuanya menyenangkan. Tapi kalau ditanya tentang hal yang tidak menyenangkan maka aku terpaksa harus jawab satu, yaitu cuaca dinginnya. Yah salah sendiri sih ke sana saat winter. Akibatnya rempong kedinginan kemana-mana. Yang paling terasa menderitanya saat pertama merasakan cuaca dingin di Tokyo ketika mencari hotel di Ueno. Pakaian belum siap melawan cuaca dingin, nyari hotel malam-malam dengan tangan seperti ditusuk-tusuk jarum es. Pengalaman menahan dingin yang juga parah adalah saat di Arashiyama, ketika akan balik ke stasiun kereta menuju Gion.

19. Antri di Genting, di Imigrasi Singapura, di the Peak, dan di mana-mana
Yang namanya liburan, apalagi saat peak season, harus siap menghadapi yang namanya rame. Cuma kalau antrinya masih dibawah sejam an, masih dimaklumi ya.. tapi kalau sampai hampir 3 jam.... itu baru luar biasa... Sebenarnya banyak sekali cerita antri yang kualami selama traveling, tapiiii... cerita antri yang bikin aku tua dan masih kuingat diantaranya ada 3. Yang pertama adalah pada saat mau ke Genting. Untuk ke Genting, salah satunya bisa menggunakan skyway atau cable car, selain mobil. Saat itu diputuskan kami akan menggunakan skyway. Pas naik ke lantai untuk antri, aku rasanya mau mundur lagi... Antriannya super panjang, saking panjangnya dibuat berbelok-belok seperti maze. Saking antri di sana sudah biasa, di beberapa titik ada estimasi waktu perkiraan kapan akan sampai ke titik ujung. Untuk yang punya kartu khusus, bisa dapat prioritas, tapi kami kan turis biasa, jadi harus ikut antrian yang biasa.

Yang kedua adalah antri mau masuk imigrasi dari Batam.... Bayangkan saudara-saudara, ferry yang datang ke Singapura saja harus menunggu sejam untuk dapat tempat merapat, baru melangkah beberapa langkah dari ferry langsung masuk antrian, itu belum masuk gedungnya. Saat sudah masuk gedungnya lebih gila lagi antriannya.... untuk yang bawa anak kecil bisa dapat prioritas, tapi yang tidak, harus sabaaarrr di barisan.... Luar biasa, rencana mau makan siang di hotel, kenyataannya adalah makan malam di hotel.

Yang ketiga cerita antri yang lama adalah waktu mau naik tram menuju The Peak Hong Kong, antrinya dua babak. Babak satu di bawah jembatan layang kira-kira sejam an, babak dua saat sudah dekat loket tiketnya, sejaman lagi... Ketemu ibu-ibu dari Indonesia dan keluarganya di sana, dan dia mengajak kami lompat ke antrian mereka yang lebih depan, tapi aku nggak mau, karena nggak enak dilihat orang. Nah selain 3 cerita antri ini, antri-antri yang lain masih kuanggap sebentar kalau seandainya mau dibandingkan.

Sebenarnya aku punya list must to do setiap kali mengunjungi suatu negara baru, beberapa diantaranya sebenarnya sepele, tapi entah kenapa selalu kutargetkan. Ini sudah menjadi semacam standar untukku. Yah semua orang kan boleh punya kebiasaan aneh, mungkin ini adalah kebiasaan anehku. List must to do ku itu yaitu:

1. Beli lonceng dinner
2. Koleksi koin-koin dan uang kertas yang nilainya kecil dibawah Rp 100.000,-
3. Harus lewat bandaranya
4. Menginap, tidak boleh cuma numpang lewat
5. Fotoin bendera negaranya yang dilihat di jalan
6. Fotoin tiang jalan
7. Mengunjungi mall
8. Jalan-jalan di malam hari

Tuh kan banyak hal-hal sepele yang jadi target, seperti motoin bendera dan tiang jalan. Tapi yah mau bagaimana lagi, karena aku punya penyakit OCD, bagiku yang penting... bisa jadi tidak penting dan sebaliknya, yang tidak penting... bisa jadi penting. OCD ku itu misalnya kalau habis menutup dan mengunci pintu mobil, aku sering balik lagi karena mau ngecek. Contoh lain lagi, aku sering lupa saat mandi, sudah sikat gigi atau cuci muka belum, akibatnya aku jadi dua kali sikat gigi atau cuci muka. Gara-gara OCD juga aku jadi kadang repot dan harus tahan malu. Oke, balik lagi ke topik awal, list di atas juga tidak boleh bertambah, karena kalau bertambah, aku makin repot mau ulang dari awal. Misalnya ada target baru, koleksi tumbler starbucks, masa aku harus mengunjungi lagi negara-negara yang sudah kukunjungi demi obsesi itu.

So.. sekarang mari kita bahas "penyakitku" ini.

Untuk lonceng dinner, syukurlah total koleksiku sampai saat ini lengkap, untuk negara yang sudah pernah kukunjungi. Ada 7 negara, dari Malaysia, Singapura, Thailand, Macau, Hong Kong, Jepang dan Brunei Darussalam. Nanti kalau ke negara baru lagi, kembali pasang niat ngubek pasarnya nyari lonceng dinner.

Untuk koleksi uang, biasanya sebelum pergi mengunjungi suatu negara, aku browsing dulu jumlah pecahan koin dan uang kertasnya. Biasanya koin akan kukoleksi seluruhnya, sedangkan kertas aku batasi harus dibawah Rp 100.000,- nilainya. Uang koin ini juga termasuk pecahan sen, misalnya Singapura ada koin 1 dollar sisanya sen, Malaysia semuanya sen, sementara Thailand koinnya tidak dalam sen. Koin Macauku tidak lengkap karena ada beberapa pecahan yang sepertinya sudah jarang digunakan di sana. Kalau di Macau sen disebut avos pada tulisan di koinnya. Koin Hong Kong bentuknya ada yang menempel seperti dua koin pada pecahan 5 Dollar sementara pecahan 2 Dollar sisinya bergerigi, koin di Jepang warna dan bentuknya macam-macam, ada yang punya lubang. Di Brunei, uang 1 sen nya warnanya gold sementara koin yang bernilai lebih besar malah tidak. Untuk uang kertas, negara yang salah satu sisi gambar tokohnya selalu sama adalah Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam. Sementara Macau, Hong Kong dan Jepang bermacam-macam. Kabarnya uang Hong Kong dikeluarkan oleh tiga bank. Untuk uang kertas Jepang, sama seperti Indonesia gambar tokohnya lebih dari satu. Aku tidak sanggup tentu saja kalau mau koleksi semua pecahan uang kertas. Ringgit aku cuma mampu sampai pecahan 20 saja, sementara Dollar Singapura malah lebih kecil lagi yaitu pecahan bernilai 5. Satu-satunya uang pecahan yang bernilai tinggi pada koleksiku adalah 1000 Yen (Rp 133.000,-), karena uang kertas di Jepang nilainya paling kecil adalah pecahan 1000. Untuk mengumpulkan koleksi koin ini aku pernah tahan malu nukar koin di penjaga toilet di Singapura yang pasrah koinnya kupilih-pilih, aku juga nekat menukar koin di KFC Brunei karena aku cuma sebentar di sana dan tidak belanja-belanja lagi ke tempat lain.

Ringgit Malaysia


Dollar Singapore


Bath Thailand


Pataca Macau


Dollar Hong Kong


Yen Japan


Ringgit/Dollar Brunei Darussalam


Soal nyicip bandara suatu negara juga bikin aku jadi repot. Dulu aku kalau ke Singapura lewatnya dari Johor Bahru sehingga tidak lewat Changi. Hal ini jugalah yang membuat aku jadi tidak puas dan jadinya berkali-kali ke Singapura. Syukurlah akhirnya kesampaian naik pesawat langsung ke Changi. Malah untuk Singapura aku punya rekor sendiri, yaitu aku sudah ke sana lewat 3 moda transportasi. Lewat udara menggunakan pesawat dari Palembang, lewat darat menggunakan bis dari Johor Bahru dan lewat laut menggunakan ferry dari Batam. Saat tahun 2017 aku ke Macau dan Hong Kong, agar kecicip bandara di keduanya, aku jadi mengatur mendarat di Macau dan pulang dari Hong Kong.

Soal harus menginap di negaranya juga dilatar belakangi oleh kunjungan ke Singapura. Dua kali ke sana aku hanya PP dari Johor Bahru. Aku terus pasang niat pengen menginap di Singapura, Alhamdulillah tercapai dua kali saat tahun 2015. Tuh kan repot.... gimana jadinya kalau aku transit, ke Seoul misalnya lewat Vietnam, aku jadi harus menginap dulu di Vietnam, kalau tidak nanti aku gatal-gatal dan gatalnya baru hilang setelah tercapai menginap di Vietnam... haha..

Kalau untuk foto bendera sama tiang jalan sih sebenarnya hanya kebetulan, karena aku suka foto ngiseng kalau lagi di jalan, dan ternyata banyak menangkap objek diantaranya bendera dan tiang jalan... eh jadi keterusan dilengkapi terus, malah dicari kalau belum dapat. Negara yang tempatnya paling banyak memasang bendera negaranya sejauh ini dari pengamatanku adalah Malaysia, yah mungkin juga karena aku paling sering ke sana. Kalau untuk tiang jalan, aku sering gila ngambil foto sama tiang jalan, asal jalannya sepi tapi.

Tiang jalan di Macau, ngambil foto tidak peduli lagi ada perbaikan...


Tiang jalan di Hong Kong


Mall pasti ada di setiap negara, dari kisah perjalananku selama ini hanya di Macau yang aku tidak ke mallnya. Sebenarnya sih kalau mengunjungi toko-toko, sudah saat di Hotel Venetian, tapi bagiku itu belum dihitung... Jadi list yang ini tidak lengkap. Satu lagi list yang tidak lengkap adalah jalan-jalan di malam hari. Sebenarnya sih kan sederhana saja, tapi aku tidak keluar dari hotel saat malam hari di Brunei karena kekhawatiranku atau tepatnya kegeeranku takut ketemu orang sedeng yang kutemui sampai 4 kali saat siangnya. Jadi... apakah aku akan ke Macau dan Brunei lagi demi dua hal ini.... sepertinya kalau untuk sengaja,.... tidak.... tapi kalau nanti kapan-kapan dapat rejeki ke sana lagi... ya ayo-ayo saja...

Baru kusadari hobi jalan-jalanku akhir-akhir ini lebih berat ke arah utara dibanding ke selatan.... hahaha... apa sih maksudnya!!!... Maksudnya ternyata aku lebih sering ke dan transit di Kuala Lumpur dibanding Jakarta. So... akhir Februari aku dapat kesempatan kembali ke Jakarta setelah sekian lama tidak ke sana, (kalau tidak salah, terakhir 6 tahun lalu... tahun 2013), demi urusan ikut seminar bersama beberapa rekan-rekan sekampus. Perginya hari Sabtu subuh dan pulangnya mestinya sore dihari yang sama. Tapiiii pulangnya akhirnya berubah jadi besoknya dihari Minggu dan dapat tumpangan menginap di apartemen saudaranya salah satu teman.

Subuh-subuh sudah sampai dibandara, tapi kali ini diantar mobil karena kalau naik LRT nggak pas jamnya. Kalau pesawatnya jam 7, masih sempat naik LRT, tapi karena pesawat kami jam 6 maka tidak bisa naik LRT. Pesawat perginya menggunakan Batik Air dan aku ternyata baru pertama kali naik Batik. Karena kepagian, kami beli sarapan burger dan hot chocolate untuk dimakan di pesawat. Saat naik pesawat, aku dapat pengalaman horor bagi diriku sendiri, entah apa penyebabnya, apakah karena terlalu capek, kurang tidur, atau salah pada makanan yang kumakan, ditengah perjalanan di pesawat, penyakit tekanan darahku kumat. Kalau darah rendahku lagi kumat, dunia terasa berputar-putar. Kalau aku berada di rumah aku bisa berbaring istirahat memejamkan mata sambil berpegangan saat merasa dunia berputar-putar, tapi ini di pesawat.... Rasanya sangat menakutkan menyadari sedang berada di udara dan merasa berputar-putar. Iya kalau berputarnya horizontal, tapi ini berputarnya vertikal, serasa mau jatuh seperti naik space shot di Genting, muka sudah pucat, rasanya mau muntah, tapi aku berusaha berpikir dengan akal sehat kalau yang salah adalah aku, bukan pesawatnya... karena aku meyakinkan diri pesawatnya terbang normal dengan melihat ke arah jendela.... pemandangan awannya baik-baik saja. Butuh waktu cukup lama bagiku untuk menenangkan diri sambil memejamkan mata dan berpegangan di kursi. Temanku tentu saja cemas melihat keadaanku, tapi untunglah akhirnya keadaanku membaik, walau tetap masih berusaha menahan diri agar tidak muntah di pesawat yang kalau iya terjadi... bakal jadi pengalaman memalukan bagiku. Untungnya lagi perjalanan hanya 45 menit, begitu turun dari pesawat, tempat pertama yang kucari tentu saja toilet untuk mencuci muka dan menenangkan diri, kemudian selanjutnya membeli minuman manis supaya lidah tidak pahit lagi.

Setelah keadaanku normal, baru aku bisa mengamati sekitarku. Bandara Soekarno Hatta, khususnya terminal 2 telah berubah drastis dari terakhir kali aku ke sana. Ini juga sepertinya efek dari pembangunan karena Asian Games. Setelah mendapatkan taksi, kami segera meluncur ke lokasi seminar di Trisakti dan sampai di tempat kira-kira sejam kemudian. Saat seminar, makan siangnya kami mendapatkan Hokben, cukup senang, sebab jarang-jarang makannya Hokben. Karena nggak ada di Palembang juga, jadinya si Elsa dari awal sudah ribut minta dibelikan saat pulang nanti.

Makan siang Hokben


Selesai urusan seminar jam 1 siang, karena pulangnya masih besok dan aku sudah pernah ke Taman Anggrek maka kami jalan-jalan di Central Park. Di sana aku baru merasa seperti katak di bawah tempurung, karena tahu nggak sih.... Sephora juga ada di Jakarta, cape deh,... karena kebodohanku, aku jadi susah payah ke Kuala Lumpur demi eye liner. Memang sepertinya aku harus sering-sering main ke Jakarta dan lebih memperluas wawasan. Yah mau bagaimana lagi sih, sebenarnya aku lebih sering main ke Kuala Lumpur karena tiket dari sana ke mana-mana lebih terjangkau. Di Central Park juga sedang ada travel fair, dan pemandangan paling depan yang kelihatan adalah promo dari maskapai ANA.... duh kannn... jadi baper pengen ke Jepang lagi jadinya... *kalap ngambilin brosur*

Sephora di Central Park


Nggak mau rugi, beli lagi eye liner


Di Central Park kami juga sempat main ke tamannya. Karena masih siang suasana masih sepi, kalau sudah sore makin rame dan banyak juga yang membawa peliharaannya jalan-jalan di sana. Dari area taman di Central Park, bisa dilihat kalau mall juga terhubung ke Neo Soho dengan melewati sky bridge dengan desain yang keren.

Taman di Central Park


Jembatan penghubung ke Neo Soho


Kami menginap di apartemen tepat di belakang Central Park. Kamarnya di lantai 16 dengan pemandangan kota Jakarta dari ketinggian. Di sana aku merasa tidak akan sanggup kalau seandainya mau tinggal menetap, biaya hidupnya muahal... kalau pemasukanku tidak membesar dibanding sekarang, sepertinya aku sudah cukup puas tinggal di Palembang.

Pemandangan dari lantai 16


Pagi Hari Minggu masih ngetem juga di Central Park, shopping dan beli titipan orang-orang di Hokben. Gila ya, demi chicken teriyaki dan egg chicken roll jadinya kami rela ikut antrian panjang di sana. Setelah puas kemarin makan siang dan makan malam, serta hari ini sarapan dan makan siang di Central Park, kami pulang ke Palembang kali ini naik Garuda dari terminal 3. Lagi-lagi aku kagum dengan pembangunan di Soeta, terminal 3 yang kuingat jaman beberapa tahun lalu telah berubah drastis, jadi mirip dengan bandara KLIA, menjadi lebih luas dan megah. Gate pesawatnya sangat banyak, dan kami beruntung untuk ke Palembang dapat di gate nomor 15 yang tidak terlalu jauh jalannya.

Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta


Luas dan megah dibanding dulu


Satu lagi tanda kalau aku memang seperti katak dibawah tempurung adalah, aku baru tahu kalau di Garuda pun ada layar di depan kursi penumpang untuk menonton film, lengkap dengan headsetnya. Tuh kan... norak... Aku beberapa kali dulu naik Garuda, belum pernah ketemu yang punya  layar seperti ini. Ngeliat layar itu aku jadi ingat pesawat ANA, emang sih filmnya nggak terlalu banyak, tapi lumayanlah ngisi waktu sejaman selama di perjalanan pulang nonton film Fantastic Beasts and Where to Find Them, walaupun tidak selesai.

Sampai di Palembang sudah sore, karena LRT masih beroperasi, jadi aku bisa pulang naik LRT. Dua bulan yang lalu aku capek luar biasa habis travelling, tapi itu sudah kusiapkan mentalnya. Sekarang walau perjalanan ke Jakarta singkat, cuma dua hari satu malam, tapi ternyata karena mental tidak siap, aku jadinya tepar juga.

Setelah perjalanan ini aku jadi terpikir untuk transit dari Jakarta saja untuk perjalananku selanjutnya. Kan sekali-kali nggak apa-apa kalau aku misalnya berangkat dari Jakarta. Sekali-kali juga menginap di Soeta kalau harus, ya nggak apa-apa juga kali ya, seperti pengalaman Dilla. Jadi tiket murah yang manakah yang akan kupilih untuk perjalananku selanjutnya.... semoga Korea saudara-saudara...

Salah satu film seri favoritku jaman duluuuuu (saking tuanya aku) adalah "Suddenly Susan". Yang main adalah Broke Shields, dan salah satu episodenya adalah kerjaan gaje nya Susan yang buat list obsesinya di masa lalu. Diantaranya kalau tidak salah adalah pernah kencan dengan artis siapa gitu, manjat gunung apa..., punya papan nama sendiri di meja kerja, dan lain-lain. Kemudian ternyata list tersebut ditemukannya lagi saat itu, dan satupun belum ada yang berhasil dicapainya. Bagaimana dengan akuuuu...

Saat ini yang jadi list ku adalah:
1. Ketemu jodoh
2. Ke Korea dan ke Mekah
4. Tamat studi lanjut
5. .... entahlah

Jadiii, maksudnya aku mau memperpanjang SIM, eh mimpiku... untuk tetap jalan-jalan. Ya karena belum ketemu jodoh dan studi lanjutku baru dimulai. Tulisan berantai mimpi gilaku inilah yang akan dibahas kali ini. Dari tempat-tempat yang sudah kuposting dengan jumlah foto 21 buah, Alhamdulillah ya Allah, sudah... eh baru 9 yang kesampaian... 4 sudah dibahas, kali ini dalam 2 tahun... sudah nambah 5 lagi.

Akhir tahun 2017 aku berhasil ke Macau dan Hong Kong, ke Shenzen ditolak mentah-mentah sehingga aku tidak bisa ke Windows of the World... *huh... cukup tahu.. * Macau, gambar yang kuposting adalah di The Venetian... dan aku akhirnya juga ke sana, walau tidak mencoba gondolanya. Berikut foto-fotonya, tapi nggak ada aku, soalnya saia sekarang lagi tidak narsis, untuk foto lengkapnya ada di postingan per liburan.

The Venetian


Lanjut nyebrang ke negara nomor dua favoritku saat ini, yaitu Hong Kong. Aku ke The Peak setelah sebelumnya rela antri berjam-jam mau naik tram dan bayar lagi untuk ke The Terrace.

The Peak


Yang terbaru, baru sebulan yang lalu. Aku ke negara favorit orang banyak, dan sekarang juga menjadi negara favoritku nomor satu yaitu negaranya Dora Emon, Shincan, Sinichi Kudo, Candy Candy, Satria Baja Hitam, Matsumoto Jun, Oshin,  banyak ya ternyata *capek nulisnya*... yaitu Jepang... Saat ini aku membayangkan sebulan yang lalu, aku sudah di Tokyo... kedinginan, datang kemalaman ke hotel dan siap-siap mau bobo, sementara di Palembang orang-orang baru ngangkat jemuran masing-masing. Ya sudahlah... kalau mau diingat-ingat jadinya mupeng terus... Balik lagi ke tema postingan kali ini, untuk Jepang aku pernah posting dua foto, yaitu Gunung Fuji dan Shibuya Crossing. Alhamdulillah ngeliat dua-duanya, walaupun Gunung Fuji dilihat dari Shinkansen menuju Kyoto.

Shibuya Crossing


Gunung Fuji


Negara lain yang kudatangi barusan adalah Brunei Darussalam. Negara pertama yang kudatangi nekat secara solo travelling. Obsesinya adalah melihat Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien yang akhirnya tercapai.

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien


Selanjutnya adalah, aku akan terus mengejar mimpiku, walau tentu saja aku tidak akan bisa mengunjungi ke semua 21 tempat yang kurencanakan, tapi kan yang penting usaha dulu. Moga-moga uang, tenaga dan waktunya ada...

Subuh-subuh buka jendela, pemandangannya Pasar Kianggeh yang ternyata ramai. Habis sholat tidak tidur lagi, aku packing dan siap-siap karena pesawat Air Asia menuju ke Kuala Lumpur hari ini berangkat jam 9 lewat 20 menit. Beda waktu Brunei dengan Jepang sejam, jadi sama dengan Kuala Lumpur. Malam ini aku bakal tidur lagi di bandara KLIA 2. Aku check out jam 7 kurang, karena sopir baru bertugas jam 7 pagi. Uang deposit sebesar 20 BND kubelikan gantungan kunci dan magnet kulkas di Jubilee Hotel itulah. Ternyata sopirnya hari itu tidak enak badan dan aku menunggu sopir pengganti, yah nggak masalah juga sih, karena hotel ke bandara hanya berjarak 20 menit.

Pasar Kianggeh ramai saat Subuh



Sampai di bandara aku check in, kesialanku yang kedua selama di Brunei dimulai. Aturan di sana 7 kg gratis itu adalah tas tangan beserta tas pakaianku. Padahal selama ini tas tangan tidak pernah dihitung. Jadi total bawaanku adalah 9 kg lebih. Aku dikasih tahu itu adalah peraturan di sana, dan diberi dua pilihan, bayar bagasi 50 BND atau kurangi bawaan 2 kg. Oh My God, aku tidak punya lagi uang tunai 50 BND (sekitar Rp 500.000,- lebih), dan itu terlalu mahal, tapi aku tidak mau meninggalkan barang-barangku di sini. Aku coba ke atm, tapi sudah 2 atm kucoba tidak ada yang berhasil, padahal kartuku berlogo mastercard. Kartu atm lain yang berlogo visa, isinya tidak cukup untuk membeli bagasi. Jadiiii dengan berattt hati aku terpaksa meninggalkan barang paling berat yaitu celana jins ako ku. Ditambah pashmina tebal, tongsis, parfum, pelembab, shampo, dan beberapa barang kecil lain. Dengan terpaksa aku menghampiri petugas kebersihan, dan aku bilang bagasiku kelebihan, mereka boleh ambil barang-barangku kalau mau. Aku tidak mau pura-pura mengurangi bagasi, setelah check in kemudian ambil barang-barangku lagi, jadi aku berusaha untuk ikhlas, walaupun kalau dihitung, harga barang yang kutinggalkan juga hampir Rp 500.000,- Total bagasiku jadi 7,6 kg dan itu sudah masuk toleransi mereka, jumlah berat itu ditulis di boarding pass.

Selesai check in, aku tidak punya waktu untuk duduk lagi, aku masuk imigrasi dan menuju gate keberangkatan. Di gate keberangkatan, ternyata bawaan penumpang ditimbang lagi, dan ada ibu-ibu yang kasihan sekali, harus meninggalkan satu tas full makanan karena kelebihan bagasi juga. Akhirnya selamat tinggal Brunei, mungkin lain kali kunjunganku akan lebih menyenangkan karena aku sudah lebih berpengalaman dan jika tidak ketemu penganggu lagi.

Aku punya waktu seharian di KLIA 2. Untuk ke Kuala Lumpur aku sudah tidak punya keinginan jalan-jalan, koper akan kuambil malam nanti saja supaya aku bebas kemana-mana. Seven eleven langsung kelihatan ketika aku jalan-jalan di KLIA 2, maka titipan Ayu sudah bisa kubeli. Selanjutnya beli pena, karena penaku sudah habis tintanya, sementara aku masih perlu isi-isi form. Makan siang aku ke bumbu desa, kangen makan ayam sambal cabe ijo, tapi lumayan mahal yah, 28 MYR bersama air minum.

Pesawat parkir di KLIA 2


Menu makan siang bumbu desa


Keliling-keliling tidak karuan aku semakin khatam dengan KLIA 2. Sangat nyaman selama di sana, semua ada, mau shopping apapun bisa. Jaket musim dingin Uniqlo di Tokyo harganya 5.000 JPY (Rp 665.000,-) di KLIA setelah kulihat lagi 400 MYR (Rp 1.400.000,-) luar biasa... Eh tapi semoga aku salah lihat ya. Makan malam aku makan di KFC, menunya rasanya hampir sama seperti yang kumakan di Brunei, tapi aku tidak ingat namanya, pokoknya ada mashed potato nya. Yang meladeni aku di KFC cewek keturunan India yang logatnya sangat tidak kumengerti. Dia sepertinya kesal aku tidak mengerti ucapannya, tapi aku nggak peduli, dia kok yang ngomong nggak jelas, atau memang kupingku masih terbiasa ngedengerin logat Jepang... *Peluk patung Hachiko*. Setelah makan, jangan lupa beresi sendiri semuanya. Sampahnya dibuang dan nampannya dikembalikan ke tempatnya.

Makan malamku di KLIA 2


Untuk mengisi waktu,  aku duduk nongkrong di depan board kedatangan. Kurang kerjaan ngeliatin pesawat dari mana saja yang datang. Kemudian selesai sholat Isya, aku ambil koper di penitipan dan setelah bosan bengong ngitung orang lewat, aku bersiap tidur. Tidurnya lagi-lagi di Mushola, maaf ya soalnya aku tidak nyaman tidur di tempat lain. Lagipula aku tidak mengganggu orang yang emang mau sholat karena saat aku ke mushola, hari memang sudah sangat malam dan bukan aku saja yang tidur di sana.

Jam 3 shubuh aku siap-siap lagi, Palembang aku datang... Tiap kali menginap di bandara aku tidak mandi.  Seharusnya waktu di KLIA seminggu yang lalu aku mandi,  karena bakal ke Jepang,  tapi nggak nemu shower di sana... Kali ini lagi-lagi aku malas mandi karena akan langsung pulang ke rumah, walau shower di KLIA 2 banyak,  aku cuma ganti baju dan dandan,  nggak pake parfum karena parfumku kuhibahkan di Brunei... Aku sedih pulang kalau ingat Jepang sebenarnya, kalau ada waktu dan rejeki, aku tentu akan ke sana lagi. Bagasi Air Asia ke Palembang sudah kubeli 25 kg. Koper beserta tas pakaian tambahan total beratnya 23 kg. Check in selesai, aku ke bumbu desa lagi, kali ini beli bubur ayam dan teh tarik, harganya lebih murah dibanding makan siang kemarin.

Sarapanku sebelum pulang


Proses imigrasi berlangsung cepat, mungkin mereka bosan ngeliat aku 3 kali bolak-balik Malaysia dalam 2 minggu ini. Paspor baruku sudah 6 kali kena cap keluar masuk Malaysia, 2 kali Brunei, 1 kali Indonesia ditambah nanti pada saat masuk, 1 kali Jepang dan 1 stiker masuk Jepang, karena masuk Jepang tidak dicap, penggantinya stiker. Di paspor juga terstaples struk bebas pajak dari Laox untuk dilihat pihak bea cukai perihal barang belanjaanku.

Setelah sholat Shubuh di surau depan gate L5, pesawat boarding. Dipesawat, kursiku dekat jendela, tapi ada nenek duduk di gang di barisan kursiku, cucunya di tengah. Bapak diseberang kursi minta keiklasanku tukar tempat duduk, karena ibunya, nenek tersebut pakai kursi roda, sehingga kalau aku mau duduk di kursiku, neneknya harus berdiri dulu,  kan kasihan. yah nggak apa-apalah ya. ini kan perjalanan pulang, aku sudah biasa ngeliat Palembang. Maka cucu nenek duduk di sebelah jendela,  neneknya geser,  aku yang di gang.

Perjalanan pulang cuma sebentar, tahu-tahu pesawat sudah mendarat, aku sudah di Palembang lagi. Proses imigrasi dan ambil bagasi cepat saja. Jam 8 pagi semua sudah beres dan aku naik LRT menuju stasiun LRT Polresta, karena aku dijemput di sana. Semenjak ada LRT, aku malas diantar pakai mobil ke bandara, lebih enak pakai LRT. Di LRT ketemu sama mbak-mbak dari Riau dan Jakarta yang juga pertama kali naik LRT dan mau ke Picon. Kami ngobrol-ngobrol menyenangkan sepanjang jalan. Jangan dibandingkan kecepatan LRT yang masih lambat dibanding kereta Jepang, pemakaian LRT secara fungsional juga masih belum maksimal, berbeda dengan Jepang dimana kereta adalah transportasi yang sangat utama. Tapi yang jelas Palembang boleh bangga punya LRT, waktu kedatangan antar stasiunnya juga sangat tepat.

Tumpukan koperku dan orang lain di LRT


LRT nya sampai...


Demikianlah perjalananku akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019. Kalau dihitung berapa total aku naik pesawat, jawabannya 6 kali, dan berapa lama waktunya 6 kali naik pesawat itu, jawabannya adalah hampir 23 jam.... *nyari bantal* Aku akan jalan lagi kapan-kapan kalau uang dan waktunya ada. Kemana? tentu saja tempat-tempat baru, tapi yang jelas Jepang menjadi sebagai Negara paling atas dalam list favoritku.

Pagi-pagi aku dapat koran untuk kubaca dari hotel. Kukira dalam Bahasa Melayu, ternyata dalam Bahasa Inggris. Hari ini adalah jadwal wisataku, tapi aku memutuskan akan keluar siang saja. Jadi untuk mengisi waktu aku sibuk bersihin rambut yang ketombe dan rontoknya  parah serta bersihin komedo yang makin bertumpuk lama nggak dibersihkan. Sudah bosan nonton TV aku buka drama Korea lanjut nonton Terius Behind Me. Kemudian cerita-cerita sedikit keadaanku ke Elsa dan Dilla. Ayu tidak tahu aku di Brunei, jadi dia nitip roti ikan bilis yang ada di seven eleven di Kuala Lumpur. Gampanglah soal itu, toh di bandara pasti ada kan. Pemandangan dari hotel setelah diamati lagi ternyata adalah pasar kianggeh, tapi siang itu sepi sekali. Kata orang hotel, pasar itu ramainya Shubuh.

Koran dari hotel


Pemandangan Pasar Kianggeh dari kamar hotel


Setelah siang dan berharap tidak ketemu si pengganggu kemarin, aku turun dan mulai menghidupkan GPS menuju Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien. Di sepanjang jalan, kalau kuamati, orang Brunei sepertinya semuanya punya mobil dan mobilnya bagus-bagus. Saat akan menyeberang di lampu merah, kok lampu untuk orang menyeberang tidak pernah hijau, akhirnya aku jalan sedikit dan menyeberang dari tengah. Dan pengalamanku,  beberapa kali aku menyeberang, para pengguna mobil selau mendahulukan penyeberang. Jadi sepertinya pejalan kaki sangat dihormati di sana. Kemudian juga, walau jalanan cenderung sepi, tapi mobil-mobil di sana tetap tertib mengikuti lampu merah. Luar biasa ya mereka, sudah kaya tapi tidak sombong dan taat mengikuti aturan.

Di Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien aku sedih, nggak ada yang fotoin, cuma bisa pakai tongsis, karena terlalu sepi, yang ada hanya para pekerja yang menatap aku seperti orang aneh.  Ada juga sih bule tadi di depan masjid, tapi pas jalan di bagian perahu masjid cuma aku yang di sana.... jadi tidak mungkin untuk meminta orang untuk ngambil fotoku di depan masjid. Sebenarnya aku juga ingin masuk ke Masjid dan lebih lama berada di sana, tapi terus terang aku parno, takut ketemu lagi sama orang kemarin, jadi niat berlama-lama di sana kubatalkan dan aku langsung cuss dari sana.

Yang penting sudah berkunjung ke destinasi utama selama di Brunei, kemudian lanjut ke mallnya, Yayasan Hassanal Bolkiah, niatnya cari merchandise sedikit. Mallnya kecil dan cenderung sepi. Aku beli lonceng dinner di sana dan kemudian makan siang KFC. Karena aku juga mengoleksi koin-koin berbagai negara, kasir KFC tidak keberatan saat aku menukar uang koin di sana. Setelah semua kepentingan selesai, aku balik ke hotel. Rencana ke Royal Regalia Museum kubatalkan, dengan alasan yang sama kenapa aku tidak mau berlama-lama di Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien. Benar-benar mengesalkan rasanya, liburan tapi pikiran was-was, mungkin sepertinya aku berpikir berlebihan... tapi aku tidak mau mengambil resiko apapun dalam perjalanan kali ini.


Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien


Akhirnya aku ke sana



Makan siangku hari itu


Demi ini aku ke Jepang dan Brunei
 

video youtube

Lanjut Part 12

Aku berencana naik KLIA express untuk pindah ke KLIA 2, tapi masalahnya pesawat dari Tokyo sampai di Kuala Lumpur jam 12 malam, sementara jadwal terakhir KLIA express adalah jam 1 lewat 10 menit tengah malam. Maka aku bertekad akan mengurus semuanya secepat mungkin agar terkejar keretanya.

Tapi ya namanya nasib mau bagaimana lagi, pesawat ANA nya tepat waktu mendarat di Kuala Lumpur seperti tertera pada estimasi di layar GPS pesawat, tapi aku lupa di KLIA harus naik aero train dulu. Ini antri dan menunggu, sampai di terminal masuk pemeriksaan imigrasi tidak lama, tapii bagasiku yang lama... Hampir setengah jam aku menunggu koper dan tas tambahanku. Saat aku sudah turun lift di stasiun KLIA express, kereta terakhir baru berangkat. Yo wes, aku terpaksa naik free shuttle bus di level 1 pintu 4 KLIA. Shuttle bus beroperasi 24 jam,  setiap 10 menit sekali.  Ternyata tidak semenakutkan yang kukira, walau tengah malam, tapi banyak yang menggunakan shuttle bus pindah ke KLIA 2.

Aku melihat ukuran suhu di layar dekat sopir bis, Ya Allah 28 derajat, aku sudah kembali ke habitatku, mulai berkeringat sementara aku masih pakai coat dan boots. Sesampainya di KLIA 2, aku langsung bongkar koper untuk menyimpan peralatan musim dinginku, membuka coat dan mengganti boots dengan sendal. Setelah kembali mengunci koper, sekarang saatnya mencari tempat penitipan koper.

Posisinya ada di dekat area kedatangan domestik sebelah kanan di level 2. Satu hari di cas 38 MYR, karena aku ke Brunei 2 malam, 3 hari, maka aku harus membayar 114 MYR. Ini lebih mahal sedikit dibanding bayar bagasi ke Brunei, tapi aku tidak harus seret-seret koper lagi.

Setelah beres, aku bisa tidur. Kali ini di mushola, nggak peduli lagi kalau sebenarnya nggak boleh tidur di Mushola. Kira-kira hampir jam 4, aku terbangun dan langsung beres-beres lagi. Malas mandi, hanya dandan dan ganti baju. Check In cuma ngeliat dimana gateku karena aku hanya bawa tas tangan dan tas pakaian dengan berat dibawah 7 kg. Pengen sarapan dulu di bumbu desa, tapi tidak sempat lagi, jadi aku masuk imigrasi dan ke ruang tunggu, rencananya sarapan di pesawat saja beli nasi lemak. Untuk sholat shubuh, waktunya sangat mepet, waktu sholat jam 6, sedangkan boarding sudah mulai dan kata petugasnya pintu ditutup jam 6 lewat 10 saat aku nanya. Jadiii... sholatnya dilakukan cepat-cepat, untung banyak surau di sekitar sana. Saat aku selesai, ada yang mau meminjam mukena terpaksa aku tolak, karena aku sudah mau berangkat, sementara mukena surau sudah habis dipakai pengunjung lain.

Perjalanan ke Brunei 2 jam 20 menit, karena aku baru dari perjalanan 7 jam lebih semalam, rasanya ini bukan apa-apa. Selesai sarapan di pesawat aku tidur karena ternyata aku sangat lelah. Saat pesawat akan mendarat, aku sibuk berpikir apa yang kulakukan sebenarnya. Travelling sendirian ke Brunei memang pernah terpikir olehku, tapi aku tidak menyangka bakal benar-benar terjadi. Jadi rencananya aku hanya akan ke beberapa tempat di Brunei. Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, Pasar Kianggeh, Mall Yayasan Hassanal Bolkiah dan royal regalia museum. Semuanya bisa jalan kaki dari Jubilee hotel. Jubilee hotel juga ada service antar jemput airport, jadi aku tidak pusing mikirin transport, mengingat transport di Brunei susah.

Sesampainya di Brunei, banyak terparkir pesawat Royal Brunei. Rasanya semua pesawat yang kulihat Royal Brunei, yang lain cuma satu, Air Asia yang baru kunaiki. Setelah masuk terminal, proses imigrasi tidak terlalu cerewet karena aku menunjukkan kalau aku punya tiket pulang dua hari lagi. Selanjutnya menukar uang di money changer yang berada di lantai 2 dekat keberangkatan. Aku menukar sisa uang 5.000 Yen dan ditambah 100 Ringgit malaysia ke Dollar Brunei. Di sana menyebutnya dollar, padahal di uangnya tertera ringgit. Uang Singapura juga bisa dipakai di sana. Kurs rupiah ke dollar Brunei 10 ribu lebih, hampir sama seperti dollar Singapura.

Karena Telkomsel Roaming Asia Australia tidak berlaku di Brunei, aku terpaksa beli kartu baru. Namanya progresif, dan harganya muahal... 25 BND. Aku minta yang 10 BND untuk seminggu, tapi katanya nggak ada lagi. Duh... untuk kartu saja sudah mahal ya... gimana yang lain. Tapi karena terpaksa akhirnya aku beli juga, setelah dapat sambungan telpon dan internet, aku menelpon hotel Jubilee minta dijemput.

Area kedatangan bandara Brunei


Pemandangan dari airport ke hotel


Pemandangan kota


Sesampainya di hotel, aku dapat kamar di lantai 5, harus kasih deposit 20 BND... ya ampun keluar duit lagi.... Untung aku tidak perlu mikir transport dan makanan di sana tidak mahal-mahal jadi aku merasa tidak perlu harus ambil uang lagi di atm. Hotelnya bergaya lama, tapi semuanya lengkap. Aku berencana banyak-banyak istirahat selama di Brunei, tapi sebelumya aku mau cari makan dulu. Nasi katok seharga 1 BND dan berkunjung ke pasar Kianggeh.

Di bawah, di dekat resepsionis juga ada minimarket tempat aku membeli air minum. Kemudian dengan GPS aku mulai mencari pasar kianggeh dan nasi katok. Kesialanku dimulai, dijalan aku ketemu orang sedeng yang tiba-tiba ngajak ngomong pakai bahasa Melayu kalau orang yang pakai jaket hitam itu keliling-keliling dari tadi, dia menunjuk seseorang. Ya karena aku orang pendatang, aku cuma sedikit menanggapi dan senyum, kemudian berbelok kanan. Ternyata jalanku salah, seharusnya aku belok kiri, baru mengamati pasar kianggeh yang dekat sungai dan sepertinya wisata sungai memang digalakkan di Brunei, eh si mamang muncul lagi menegur, kali ini aku lewat saja menuju pasar kianggeh kemudian membeli nasi ikan teri dan telur seharga 1 BND, masih belum puas aku mau nyari nasi katok untuk sekalian makan malam, pake GPS akhirnya ketemu. Tapi yang bikin emosi tuh orang ada lagi, kali ini dia nanya aku orang mana, kujawab sekilas aku orang Indonesia, dan soal dia menyebut ketemu aku terus aku jawab hanya kebetulan. Saat aku memesan nasi katok, dia lewat sambil bilang dia lapar belum makan. Tuh kan gengges banget, kalau kukasih nasiku nanti dia makin mengganggu, maka aku cuma cuek dan memutuskan akan langsung pulang ke hotel. Dan tebak saudara-saudara, dalam perjalanan pulang dia melewati aku dan bilang ketemu lagi ke 4 kalinya... terus dia ngoceh apa soal ngambil mobil mau ke mall atau apa entah tidak kusimak, begitu dia berbelok,  aku lari menuju hotel. Di hotel untuk pertama kalinya aku berpikir untuk pulang saja, aku tidak merasa nyaman sendirian dengan kondisi hari itu. Aku beberapa kali travelling sendirian ke Surabaya dan Jogja, tapi tidak pernah merasa takut seperti itu.

Nasi katok 1 BND


Akhirnya aku sholat dan berpikir jernih, bahwa aku tidak akan terpengaruh dengan kejadian seperti ini. Kuanggap ini sebagai pengalaman dan bagian dari travelingku. Saking aku capeknya selesai aku makan nasi katok, yang merupakan nasi ayam dengan saos, aku tertidur dan terbangun malamnya. Saat akan makan nasi telurnya sudah basi, padahal kelihatannya enak. Acara TV kupikir akan dikasih channel khas Brunei, ternyata tidak, aku cuma dikasih dua channel, Fox movies dan Fox life. Jadi kalau tidak nonton film seperti iron man dan black panther, aku nonton masterchef US dan Greys Anatomy sampai bosan.

Lanjut Part 11

1 Januari 2019, aku ada di Tokyo... *dan masih sendiri*... Menikmati sarapan kebab sambil nonton TV. Ngobrol sama Dilla, berdoa semoga pada perjalanan berikutnya aku tidak sama Dilla lagi, kami sudah sama suami masing-masing dan aku jalannya ke Mekkah... amin ya Allah.... Tahun ini aku sepertinya akan berada di 4 negara, setelah Jepang, lanjut Malaysia untuk transit dan lanjut ke Brunei Darussalam sebelum balik ke Palembang. Nanti kalau sudah masuk ke kampus kerjaan menumpuk, disuruh lanjut sekolah lagi dan lain-lain, jadi aku mau refreshing dulu sekarang.

Tontonan TV kami pagi ini adalah matahari pertama yang bersinar di Jepang dengan pengambilan gambar matahari tepat di atas Gunung Fuji. Sambil makan, Dilla ngoceh menerjemahkan, setelah itu baru orang Jepang boleh makan. Nah karena aku bukan orang Jepang nggak apa-apakan kalau tadi aku sudah makan. Narita Express kami hari ini berangkat jam 12 siang. Jadi kami masih punya banyak waktu pagi-pagi.

Hari ini juga kami akan kembali ke pasar dekat Sensoji Temple, karena belum foto dengan gerbang Kaminarimon. Ini baru kusadari ketika melihat lampionnya beda dengan yang kami datangi kemarin. Setelah siap kami check out, good bye untuk hostel keren kami dan mulai jalan kembali menggeret koper plus tas tambahan sekarang. Karena tidak dikejar waktu, kami nyantai menuju ke gerbang Kaminarimon. Di jalan, di depan toko dan kedai makanan yang masih tutup aku tertarik mengambil foto tiruan sampel makanan yang banyak dipajang di sana. Mirip sekali dan sangat menggugah selera... tapi yah.... aslinya nggak halal.

Sampe di gerbang Kaminarimon, super rame sama manusia, Dilla sudah kehilangan selera fotonya, sementara aku masih semangat. Di sana juga ketemu dengan para penarik jinrikisha tapi yang ini lebih menarik dari di Arashiyama. Yang namanya abang becak kalau di Indonesia kan kita udah tahu, tapi di sini beda banget. Penarik jinrikisha nya adalah dedek dedek gemes super ramah. Masih muda-muda dan ganteng. Dengan menggunakan pakaian khasnya, mereka menawarkan angkutannya. Ketika melihat kami, salah satunya langsung menegur dengan ramah dan semangatnya...
"Beca beca...." tawarnya kepada kami. Nah ini.... pasti karena banyak orang Indonesia ke sini, jadi dia tahu dengan becak.
Kami tertawa. "Becak...." ralat Dilla "With K..."
"Yes Becak"... katanya tertawa "Where you wanna go"
"Too far" jawabku... "Airport"
Dia tertawa dan masih berusaha melucu mengatakan kalau dia akan antar, ya udah akhirnya kata kami antar ke stasiun saja, dia tertawa karena kali ini stasiun Asakusa ada di depan kami. Ya udahlah ya dek, lain kali kami akan naik jinrikisha kalau ditakdirkan ke sini lagi, tapi sekarang kami harus pergi dulu.... Luar biasa deh, mereka ini, aku yakin si dedek gemes ini pasti masih kuliah dan narik jinrikisha ini cuma part time saja. *lucu, pengen kantongi satu bawa pulang*

Matahari bersinar pertama kali di 2019


Sampel makanan


Gerbang Kaminarimon


Di stasiun Asakusa, kali ini kami memutuskan untuk menghemat tenaga. Nyari lift sampai dapat, nggak mau pakai tangga. Masa sih kereta bawah tanah nggak ada lift atau eskalator. Kalau nggak ketemu, kami nanya. Tuh kan ada, jadi perjalanan pulang nggak ada cerita capek bawa koper naik turun tangga. Di stasiun Asakusa ada banyak hiasan dinding yang menarik, tentu saja kami tidak akan lewatkan mengambil foto di sana sambil menunggu kereta.

Di stasiun Asakusa


Dari Ueno, kami kembali ke JR Yamanote Line menuju stasiun Tokyo untuk naik Narita Express. Keretanya bagus seperti selayaknya kereta menuju bandara. Di kereta juga ada jadwal untuk pesawat-pesawat yang akan terbang hari itu.

Di stasiun Tokyo


Di Narita express


Good bye Tokyo, aku akan kembali lagi kapan-kapan


Sesampainya di Narita terminal 2, kami akan pindah ke terminal 1 menggunakan free shuttle bus. Rekorku di Hong Kong yang tidak pernah naik mobil hampir disamai di Jepang ini, tapi karena pindah terminal di Narita, maka artinya kami kecicip juga 1 kali naik bis di Jepang. Sesampainya di terminal 1, kami mencari mushola dulu, dari bagian informasi kami dapat info ada di lantai 5. Prayer room tidak susah dicari, sudah ada sajadah dan tempat berwudhu, juga ada kursi seperti di surau-surau Malaysia untuk orang tua yang tidak bisa duduk bersimpuh, hanya saja tidak ada mukena, harus dibawa sendiri.

Narita airport


Prayer room at Narita


Proses Check in cuma sebentar, koper plus tas tambahan setelah ditimbang ternyata masih dibawah 23 kg. Jadi kami tinggal bawa tas bawaan masing-masing saja. Pesawatku take off jam 5 sore ke Kuala Lumpur, Dilla 40 menit kemudian ke Jakarta. Untuk makan kami akan makan udon halal yang ada di Narita terminal 1. Saat mencari lokasinya, ketemu dengan jualan merchandise untuk olimpiade Tokyo 2020. Maka tertariklah kami untuk beli sedikit oleh-oleh. Penjualnya kasih tahu, yang mana yang olympic dan yang mana yang paralympic. Aku mengorek-ngorek koin Yen dan alhamdulillah masih cukup untuk beli pin di sana. Jadi nanti saat olimpiade berlangsung, kami sudah duluan punya koleksi merchandisenya.

Merchandise Olimpiade Tokyo 2020


Tempat makan udon halal di Narita tidak susah dicari, saat akan memilih menu, ibu-ibu di belakangku kasih rekomendasi dalam Bahasa Inggris, menu yang ini ayam yang itu apa, dan lain-lain. Jadi aku bertanya "Are you Japanese?", dan dijawabnya kalau dia orang Jepang, tapi sering ke Malaysia dan sering bertemu orang berhijab. Tuh kan satu lagi ketemu orang baik yang bantu tanpa diminta, dia mungkin paham sulitnya orang muslim cari makan di sini.

Udon di Narita


Selesai makan, mangkuknya kami bawa sendiri kasih ke bagian dapurnya. Karena Dilla masih mau shopping menghabiskan waktu, sementara aku sudah mau menuju gateku, aku dan Dilla akhirnya berpamitan. Semoga kami selamat sampai tujuan masing-masing. Dilla besok sudah bisa sampai di rumah, sedangkan aku masih ngebolang tidak karuan.

Pesawat ANA yang akan menuju ke Kuala Lumpur


Di pesawat kali ini aku duduk di gang, dibagian tengah, sebelahku masih cowok Jepang, cuma terlalu cengengesan dan tidak karismatik sama sekali seperti cowok Jepang saat aku datang ke Jepang waktu itu. Pramugari mengecek namaku dan memastikan kalau aku memesan makanan halal, kemudian menempel stiker di kursi. Peragaan keselamatan di pesawat ditunjukkan melalui layar di depan kursi masing-masing. Lucu dan keren, safety demonstration videonya menggunakan kabuki dengan pakaian khas dan riasan tebalnya. Untuk makanan beratnya, kali ini dessertnya,... es krim green tea yang enak banget. Kegiatan selama di pesawat kali ini aku bisa tidur, selain nonton film. Tidur juga karena sudah malam dan nanti sampai di Kuala Lumpur tengah malam.

Makanan di pesawat All Nippon Airways


Sedih meninggalkan Jepang, karena aku merasa sangat betah. Kecuali cuaca ekstrimnya, semuanya menyenangkan. Orang-orangnya, suasananya, makanannya, keretanya, kotanya, sampai ke toiletnya semuanya akan bikin kangen. Dalam semua kisah travellingku, baru kali ini aku sangat terkesan dan berat untuk pulang. Semoga suatu saat aku bisa ke Jepang lagi, dan kalau bisa dengan seseorang spesialku. Dulu aku pernah mengira suatu tempat yang didatangi akan sangat berkesan tergantung dengan siapa kita ke sana, seperti dari Novel Asma Nadia dalam "Jilbab Traveler" tapi ada sesuatu yang tidak sepenuhnya tepat menurutku sekarang, karena ternyata tempat yang kita kunjungi pun akan sangat mempengaruhi kesan kunjungan kita.... Bayangkan saja orang Jepang yang  jual merchandise di Asakusa, kita beli satu, membungkuk terima kasihnya bisa sampai 3 kali... *sok bijak sambil nangis bombay*...

Lanjut part 10

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...