Jam 1.30 Pak Haji sudah keliling kamar mengetuk pintu membangunkan kami. Saya sangat yakin, kalau saya sekarang niatnya bukan ibadah, dengan keadaan seperti ini kalau hanya jalan-jalan pasti saya tidak sanggup. Tapi herannya, karena niatnya ibadah, semua jadi bisa. Dengan mata masih mengantuk karena baru tidur beberapa jam, saya bersiap-siap. Tidak mandi, nanti saja mandinya setelah pulang dari Masjidil Haram. Tidak dandan juga karena tidak sempat lagi, setelah semua siap kami berangkat, bye bye kasur....

Jalanan menuju Masjidil Haram pagi jam 1.30 sama saja ramainya seperti siang. Sampai di Masjidil Haram juga ramai oleh orang-orang tawaf dan sholat. Para jemaah laki-laki memakai ihram agar bisa masuk ke area Ka'bah, tawaf dimulai seperti biasa dari Hajar Aswad. Kali ini saya bersama Bu India lagi, Ibunya saya pegang kuat-kuat karena tawaf lebih ramai dan berdesak-desakan dibanding sa'i kemarin. Kira-kira pada putaran kedua di arah mendekati rukun Yamani, Ustad Pak Haji mengajak mendekati Ka'bah untuk memegang Ka'bah. Luar biasa berdekatan dengan orang-orang lain, saya malah jadi tambah ngeri dan malah menarik Bu India supaya tidak terjepit... beberapa anggota tur kami sudah berhasil memegang Ka'bah, Bu Ida teman sekamar saya nangis setelah berhasil memegang Ka'bah. Ternyata nyali saya ciut, masih takut untuk berjuang, saya juga ingin memegang Ka'bah tapi  takut. Saya pikir mungkin lain kali saya akan mencoba, karena sepertinya tawaf sunat ini akan terus kami lakukan tiap subuh selama kami di Mekah. 

Selesai tawaf kami sholat sunat masing-masing. Saya sempat solat tahajud sebelum azan pertama solat subuh. Azan kedua nanti akan berkumandang sesuai jadwal solat subuh. Waktu bisa dilihat dengan jelas dari jam pada tower zamzam yang menjulang tinggi. Di atas Masjidil Haram kalau subuh, terdengar dan terlihat dengan jelas burung-burung yang berterbangan. Jika kemarin malam kami solat isya di depan Ka'bah di depan rukun Yamani, maka kali ini kami akan solat subuh di depan Ka'bah di depan Hajar Aswad. Saya jarang solat pakai mukena di sana, karena baju sudah menutup semua, tinggal pakai sarung tangan khusus. Solat subuh itu hanya 2 rakaat, tapi dengan bacaan ayat yang panjang imam Masjidil Haram yang sangat merdu itu, waktu pelaksanaannya jadi sekitar 15 menit ketika dilihat dari jam di tower zamzam... pinggang saya sudah sakit berdiri lama, tapi saya rela demi solat subuh berjamaah di Masjidil Haram. Banyak orang tua lain yang bisa, masa saya yang lebih muda tidak bisa... 💪

Pulang solat setelah sarapan, saya menyambung tidur saya sampai dibangunkan ibunya Desi karena kami akan solat jum'at. Tidak mau ketinggalan dan solat di luar, kami pergi sekitar jam 10. Kami akan ketemu dengan Amel dulu sebelum dia pulang, dan dia mengajak solat jum'atnya di pintu berapa saya lupa, yang jelas agak lebih jauh dari pintu 3 yang biasa kami gunakan. Tempatnya dekat dengan KFC dan pertokoan. Sebelum solat, kami sempat mampir dulu ngeliat barang-barang yang dipajang di sana. Ada banyak sekali pilihan makanan terutama kurma. Tapi saya memutuskan akan banyak belanja di Madinah saja, karena tidak mau repot banyak bawaan kalau nanti mau pindah ke Madinah. 

Kurma yang sudah dalam bentuk packing yang rapi


Ditiup angin kencang di depan Masjidil Haram


Untuk solat Jum'at, ya solat Jum'at juga dilakukan oleh perempuan di Arab Saudi... kami dapat tempat di dalam, tapi tidak bisa melihat Ka'bah secara langsung karena tempat yang lebih di dalam sudah penuh. Bayangkan saja, untuk solat lima waktu biasanya sudah penuh, apalagi solat Jum'at yang harus dilakukan langsung oleh semua orang secara berjamaah termasuk penduduk kota Mekah. Alhamdulillah akhirnya saya pernah juga melaksanakan solat Jum'at. Sebelum solat, pasti ada khotbah dulu kan ya, tapi karena disampaikan dengan Bahasa Arab, tidak ada yang bisa saya mengerti isinya. Saat solat, saya sudah bersiap-siap kalau ayatnya bakal panjang atau 1 juz lagi, eh ternyata surat yang dipilih Imam Masjidil Haram pendek saja, salah satunya pada rakaat pertama atau kedua kalau tidak salah surat Al Fil. Jadi solatnya berlangsung singkat saja. Yang lama itu keluar dari masjidnya.... Masya Allah, orang di mana-mana... mau balik ke hotel jalannya jadi lama. Amel sudah berpisah dengan kami, dan kami berencana akan beli makan siang KFC atau Al Baik karena bosan dengan makanan hotel. Rencananya kalau ramai yang beli tidak jadi, tapi untunglah KFC sepi, jadi kami jadi membelinya. 

Balik ke hotel yang benar-benar jadi cerita horor... Di depan Masjidil Haram luar biasa ramai, orang mau jalan entah ke arah mana saja. Kalau jalannya searah kan enak kalau ramai, tapi kalau ramai orang mau jalan ke kiri ke kanan ke mana!!!... bisa dibayangkan ya jadinya kalau macet mobil di perempatan lampu merah yang mati, tapi ini yang macet manusia. Lokasinya tepat di WC 3, kami terjepit di tengah orang-orang yang tujuan arahnya entah ke mana. Desi memegang ibunya, saya memegang Ibu Ida, semua orang sudah berteriak dan banyak yang sudah takbir dan berdoa. Saya panik memikirkan apakah ini rasanya terjepit seperti kejadian Stadion Kanjuruhan dan Itaewon... Kami tidak jelas terbawa ke mana, hanya mengikuti arus manusia. Kasihan sekali anak-anak yang juga ikut terjebak, ada ibu-ibu yang berteriak "I said don't push, i have a baby..." Mau nolong bagaimana, semua orang ingin cepat keluar dari sana... Yang kami bisa lakukan hanya berdoa, saya sudah mikir yang aneh-aneh kalau bakal masuk berita kejadian di depan Masjidil Haram, tapi Alhamdulillah ya Allah, kami masih diberikan keselamatan, kami semakin terdorong ke samping dan akhirnya bisa keluar dari lautan manusia di arah depan mall. Tak henti-hentinya kami bersyukur karena diberikan kesempatan selamat oleh Allah. Untuk menuju hotel, kami harus melewati lautan manusia tadi, tapi kami putuskan akan mencari jalan lain. Kemudian ternyata kaki Ibu Desi terluka karena terinjak-injak tadi, untung saya bawa dompet obat dan ada beberapa plester. 

Kami memutuskan masuk ke bawah tanah di tempat parkir bawah mall. Saya yakin kalau lurus dan ada belokan ke sebelah kiri, maka akan mendapat jalan yang sudah dekat dengan hotel kami. Semula Bu Ida ragu, tapi saya yakinkan... karena arahnya sama kalau ke hotel lewat jalan biasa, cuma ini bedanya di bawah tanah. Dan alhamdulillah ternyata benar, ada jalan keluar dari hotel di bawah tanah itu tepat di bawah fly over dekat hotel kami. Sesampai dekat hotel kami bertemu Ustad Muthawif dan beliau menolong mencarikan obat di apotik, karena kami terkendala bahasa. Ibunya Desi dan Ibu Ida lanjut ke hotel, sementara saya dan Desi ikut Pak Ustad nyari obat luka dan plester. Ketika ketemu dengan Ustad Pak Haji kami bercerita tentang kejadian yang menimpa kami, terus dia bertanya memangnya kami darimana kok bisa terjepit di sana... 😒 Tuh kan ketahuan kalau kami pecicilan sehingga kena musibah seperti tadi. Tapi kata Pak Haji, tidak apa dijadikan pengalaman saja. Bayangkan saja kalau semua jemaah umroh yang sedang ada di Mekah ditambah semua penduduk Mekah solat Jum'at, betapa ramainya manusia yang kami temui tadi. Namun sekarang setelah saya kembali ke rumah dan saya pikir lagi. Mungkin saya ditunjukkan bahwa untuk tawaf yang banyak orangnya itu aman, tidak apa-apa karena semua orang jalan arahnya sama, terjepit yang saya takutkan selama ini itulah yang saya alami di depan WC 3 itu...  Astaghfirullah...

Setelah melupakan kejadian horor tadi, kami makan siang KFC yang dibeli tadi. Makan siang hotel tidak diambil, tapi saya ingin mengambil air panas di ruang makan karena di kamar juga ada pop mi yang sayang kalau tidak dihabiskan sudah kepalang dibawa, serta mau buat kopi. Sudah ditulis kan sebelumnya kalau hotel kami itu ramai saat jam makan. Baik di ruang makan maupun saat menunggu lift. Lift yang jumlahnya lebih dari 10 itu tetap tidak sanggup dengan cepat menampung keinginan orang-orang yang turun naik. Liftnya itu kalau dari lantai M mau ke atas, pasti turun ke G dulu, akibatnya orang-orang di lantai G banyak tidak kebagian tempat kalau mau ke atas saat jam-jam makan. Kemudian nomor lantai di lift hanya bisa dipencet 3 lantai, kalau penumpang lift lebih dari 4 lantai maka harus menunggu sampai di 1 lantai dulu, baru bisa pencet lagi. Misal yang di dalam lift mau ke lantai 5, 7, 9 dan 10. Maka yang lantai 10 baru bisa dipencet kalau sudah dari lantai 5. Ini yang repot untuk yang dapat anugrah jadi operator kalau berdiri di dekat tombol lift, saya pernah harus bersabar jadi juru pencet tombol lift, di tengah teriakan orang-orang di lift yang menyebut angka lantai mereka dan minta tolong di pencetkan... "Iya ibu sabar dulu, ini angkanya tidak bisa dipencet lebih dari 3 angka, kalau tidak tombolnya mati, dan harus dipencet ulang...." akhirnya saya ikut teriak juga... Pengalaman lain di ruang makan dan lift ada lagi. Saat saya mau ambil air panas, saya antri... eh ada ibu-ibu nyerobot antrian berdiri di depan saya. Saya protes dong, tidak peduli si ibu lebih tua sedikit dari saya... "Antrinya dari belakang ya bu..." kata saya, eh saya dijawab dengan ketus... "Iya ini saya sudah antri dari tadi di mana-mana ramai semua..... " Akhirnya karena malas berantem, saya pindah ke antrian satunya, karena saya tetap tidak rela si ibu duluan dari saya... eh si ibu ternyata akhirnya pindah antrian juga setelah saya berhasil dapat dua gelas air panas. Dalam hati saya tertawa menang, tapi sepertinya saya langsung kena tulah, begitu masuk lift mau ke kamar dengan membawa air panas, pintu lift menutup dan airnya kena tangan... panas??? alhamdulillah tidak terlalu panas, tapi berantem saya dengan orang lanjut lagi, saat kami mau turun di lantai 7, karena kami berdiri di belakang dan saya bawa gelas, jadi kami agak lambat turunnya dan pintu menutup lagi, saya minta tolong dibukakan pintunya, ada bapak-bapak dan berdiri di depan marah-marah kenapa tidak dari tadi ngasih tahu kalau mau turun, lah padahal dari tadi saya ngasih tau kalau mau turun, cuma orang-orang nggak mau kasih jalan. Entah kenapa hari itu bawaan saya lagi nggak bagus, saya jawab saja sama sewotnya, kalau nggak cepat-cepat jalan ke kamar, saya sudah lanjut berantem sama bapak-bapak itu... Duh sepertinya jangan terjadi lagi hal-hal seperti ini, saya tidak mau cari masalah... pengennya semua berjalan dengan baik dan lancar.

Hari itu kota Mekah hujan. Jika dilihat dari kamar hotel, airnya berbentuk butiran-butiran kecil. Memang tidak terlalu lebat, tapi ya lumayan basah juga. Kami berempat sekamar tetap ke Masjidil Haram saat mendekati waktu Ashar, memang tidak kehujanan. Tapi sesampainya di Masjidil Haram, hujannya turun lagi. Mau sholat di area depan Ka'bah basah, petugas sibuk membersihkan air dan mengepel. Akhirnya kami pindah ke dalam, sholat Ashar sampai Isya di area yang tidak dapat melihat Ka'bah langsung, namun kali ini kami dapat tempat lumayan luas karena datangnya cepat. Sebelum dapat tempat di dalam, kami diusir beberapa kali sama askari. Di sini tidak boleh, di sana tidak boleh, pokoknya bingung, bolehnya di mana. Area dekat Ka'bah basah, tapi kami tidak mau kalau keluar dulu takut tidak bisa masuk lagi. Sajadah tipis traveling saya, sudah pengalaman diangkut sana sini dengan cepat saat diusir. Askar nggak mau repot-repot ngomong pakai Bahasa Inggris, jadi entah apa yang dikatakannya. Saya cuma sekali mendengar askari menyebut sister dan askar wanita menyebut ibu, sisanya semua bahasa arab. Coba kalau penjual, semua rata-rata bisa bahasa Indonesia, because the power of Indonesian people, dalam menghabiskan uang untuk berbelanja, sehingga para penjual mau susah payah belajar Bahasa Indonesia. Saking diterimanya orang Indonesia oleh penjual di sana, uang Indonesia pun laku, mereka menyebutnya uang Jokowi. Abaya hitam yang banyak dijual di pinggir jalan selain diteriakkan halal, juga diteriakkan hanya 25 riyal atau 100 Jokowi oleh penjualnya... 😅 Jika selama di Korea saya sedih karena setiap ketemu orang Melayu saya kira setanah air, ternyata Malaysia bukan Indonesia karena Malaysia kan bebas visa ke Korea tidak seperti Indonesia. Namun sekarang di Arab Saudi, orang Indonesia mendominasi, ya ini karena Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia... 💪😎

Balik lagi ke cerita mau solat hari kedua, Amel datangnya menyusul dengan temannya, besok dia akan pulang. Kami pulang nanti akan ke hotel Amel dulu karena nitip Al Baik yang dibelikan oleh orang tur Amel. Al Baik yang ada di depan Masjidil Haram hanya nuget, kalau mau ayam harus naik taksi ke tempat lain. Naik taksi bahaya kan untuk perempuan, jadi lebih aman kalau nitip saja. Di sela waktu solat, kami dapat banyak cerita diantara orang-orang yang duduk di dekat kami. Di barisan depan kami, ada rombongan ibu-ibu dari India, mereka cerita kalau biaya umroh mahal, dia ngasih tau pakai mata uang apa saya lupa, yang jelas buka rupee, begitu di googling Masya Allah hampir seratus juta. Mereka menggunakan mukena terang dan ada tulisan turnya. Memang biasanya setiap tur ada ciri khasnya agar memudahkan sesama anggota tur mengenali masing-masing, selain ID Card. Dari negara lain saya pernah melihat ada yang memakai pita bahkan bunga di atas jilbab mereka. Kalau untuk orang Indonesia biasanya syal. Ini terbukti berguna. Pernah suatu waktu pada saat kami baru masuk Masjidil Haram, seorang mbak-mbak yang wajahnya arab tapi bisa Bahasa Indonesia menghampiri kami dan ngasih tahu kalau ada anak-anak tersesat memakai syal yang sama dengan kami, Desi yang dengar saat dia ngomong. Ternyata anak-anak di rombongan kami yang jumlahnya ada 4, terpisah dari orang tuanya yang lagi tawaf. Untung kami datang agak telat dibanding orang tua mereka, jadi mereka ketemu dengan kami. Anak yang kecil pada ID Card nya ada nomor telepon orang tuanya, yang besar sepertinya sudah SMA tapi badannya kecil punya HP, jadi bisa nelpon ayahnya. Karena dia bingung kami di mana, jadi Desi yang ngomong di telepon kalau kami menunggu di bawah tulisan hijau pintu King apa saya lupa. Sambil nunggu bapaknya datang, yang kecil sesumbar kalau kakaknya tidak disayang bapaknya karena terbukti pada ID Cardnya tidak ada nomor telepon bapaknya, Desi yang jawab justru yang besar disayang karena dikasih HP... 😁 lucu-lucu ya mereka. Jadi selain syal yang sama, kebiasaan kami yang sering telat akhirnya ada manfaatnya juga... 

Masih dalam rangka cerita-cerita dengan sesama jemaah di dekat kami, saat solat di antara Ashar sampai Isya. Di sebelah saya ada mbak dari jawa. Dia punya toko kalau kami mau beli abaya di shoope. Dia cerita berhasil mencium Hajar Aswad. katanya dia sudah beberapa kali umroh baru kali ini berhasil. Suaminya tidak ikut, kalau ikut katanya pasti dilarang, tapi dia berdoa semoga dikasih jalan untuk mencium hajar Aswad dan dikabulkan. Entah bagaimana caranya dia melihat kesempatan untuk mendekati Hajar Aswad, semua berlangsung tanpa dia sadari, dia baru sadar lagi saat sudah selesai dan kemudian terjatuh. Untung kemudian ada yang menolong dia berdiri lagi. Beruntung sekali ya mbak itu, saya jangankan Hajar Aswad, menyentuh Ka'bah saja belum. Saya bertekad tawaf selanjutnya harus bisa memegang Ka'bah.

Solat Ashar sampai Isya


Habis solat ke hotel Amel dulu yang ada di depan Masjidil Haram. Masuk mall kemudian naik ke atas. Ini demi Al Baik, soalnya ya kalau nonton vlog-vlog orang yang umroh, kebanyakan membeli ayam goreng khas Saudi Arabia ini. Jadi list must to do salah satunya ya ini, ayam Al Baik. Kami makannya setelah kembali ke hotel kami. Kalau soal rasa, jangan dibandingkan dengan KFC, McD dan lainnya, karena ini bumbunya khas. Yang uniknya ada saus bawang putih selain saus ayam biasa lainnya. Isi paketnya adalah 4 ayam, satu roti dan kentang. Saya bagi dua sama Ibu Ida, sementara Desi sama Ibunya. Kalau bagi saya, ayam Al Baik ini ngangeni... sayang tidak bisa ditemui lagi kalau sudah di Indonesia... Katanya ada juga yang bawa sebagai oleh-oleh, tapi mungkin belinya di hari terakhir kali ya, kemudian masuk kulkas kalau di hotel ada, dan langsung dipanaskan kalau sudah sampai rumah. Tapi saya tidak berniat untuk bawa pulang ke Indonesia, ya soalnya saya pulangnya kan ke Jakarta dulu, kemudian besoknya baru ke Palembang... kalau tidak ada kulkas di hotel... ya sudah entah apa jadinya kalau tetap nekat beli.

Ayam Al Baik di Mekah


Bersambung Part 4...


0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...