Pagi-pagi sekali kami sudah cus dari Hotel Edoya menuju bandara Tan Son Nhat. Kasihan sekali mas resepsionisnya lagi tidur terpaksa dibangunkan. Suasana kota Ho Chi Minh pagi hari itu sangat berbeda dengan semalam. Lalu lintas ramai dan lancar jaya saat dilewati. Karena saya sudah pernah ke Ho Chi Minh jadi saya tidak mencari oleh-oleh, tapi saat Desi membeli oleh-oleh di Bandara, saya akhirnya beli juga sedikit merchandise untuk diri sendiri. Karena kami transit dan sudah sekalian check in kemarin, maka sekarang kami hanya tinggal menanyakan gate pesawat kami.


Di Bandara Tan Son Nhat


Komposisi susunan kursi pesawat Vietnam Airlines kali ini 3 4 3 karena rutenya lumayan jauh. Kami mendapatkan kursi dekat jendela, di depan kami tidak ada kursi lain dan di sebelah kami kosong... perfect. Untuk kursi depan seperti yang kami dapatkan, layar monitor dan meja tersimpan di samping kursi, jarak kaki ke depan juga jadi lebih luas. Kami sudah memesan makanan halal, jadi saat pramugari membagikan makanan kami mendapat makanan duluan. Saat pesawat sudah mendekati Korea, pemandangan dari jendela sudah agak berbeda, suasana musim dingin sudah terlihat. Awannya menjadi lebih tebal, di jendela terdapat bintik bintik putih es.

Pemandangan dari jendela  


Makanan halal di Vietnam Airlines

Sore hari kami sampai di Korea. Melewati imigrasi juga tidak ada masalah. Jika dulu visa Korea tertempel di paspor, sekarang sudah berbentuk softcopy dan diprint untuk ditunjukkan di imigrasi. Lucunya saat menghadap petugas, akan ada suara mesin pemberitahuan sesuai bahasa negara masing-masing, untuk menghadap kamera dan meletakkan jari untuk di scan. Saat mengambil koper ada petugas yang ngasih tahu kami untuk melewati pemeriksaan barang sebelum gabung ke tur kami. Mohon maaf oennienya salah, karena kami tidak menggunakan tur dan nekat mau berbaur dengan citizen di Seoul. Untuk ke kota, kami sudah membeli voucher Arex pulang pergi. Tinggal mencari stasiunnya saja yang berada di B1. Dari mesinnya masukkan kode voucher dan kemudian akan keluar tiket kertasnya. Sebelum itu, kami sudah ke GS25 untuk membeli kartu transportasi untuk naik subway dan bis selama di Korea. Kartu Tmoney habis, jadi kami dikasih kartu CU yang fungsinya sama, beli kartu sekalian top up supaya bisa langsung digunakan. Setelah dapat kartu Arex kami langsung mau langsung masuk, tapi pintu otomatisnya bunyi, ternyata kata petugasnya kami baru boleh masuk beberapa menit sebelum kereta datang. Kereta Arex sudah sekalian reservasi tempat duduk, karena merupakan kereta bandara maka sudah pasti ada sekalian tempat untuk taruh koper besar. Perjalanan memakan waktu 40 menit ke Seoul secara ontime. Kami menuju ke Seoul stasiun sebelum lanjut ke stasiun Chungmuro. Nanti saat sudah di Seoul Station jangan lupa yang di scan untuk keluar bukan tiket Arex tapi kartu CU. Sebenarnya saya pengen pesan hotel di Myeongdong supaya tidak susah cari makan (sekalian belanja). Tapi tidak ada hotel dengan harga yang cocok untuk kami selama 6 malam. Kalau mau ganti hotel, saya malas karena akan buang waktu dan repot. Maka terpilihlah lagi hotel di Chungmuro Golden Park. Tempatnya sangat strategis, keluar dari exit 7 jalan sedikit sudah sampai. Exit 7 ini ada 2 jalan keluar, tangga biasa dan lift. Sebenarnya lift untuk orang tua dan berkebutuhan khusus, namun karena kami bawa koper berat kami jadi menggunakan lift. Lift menutupnya super lambat mungkin karena untuk orang tua itu tadi. Saat di Korea jangan lupa untuk instal aplikasi Kakao Metro untuk bis dan subway, juga Naver map untuk peta. Naver map sangat lengkap sampai posisi exit setiap stasiun sangat jelas. Google map bisa juga digunakan tapi tidak bisa menunjukkan direction dari mana mau ke mana, tapi untuk live menunjukkan posisi kita masih bisa. 

Hari sudah malam saat kami sampai di Seoul, udaranya super dingin. Kostum sudah diganti sejak dari Incheon, sendal sudah ganti boot, coat sudah dipake. Hari itu tidak turun salju, tapi sisa salju masih banyak terdapat di mana-mana, khususnya di bagian pinggir jalan yang tidak dibersihkan. Jalan menuju hotel juga basah oleh es, kami jalan super hati-hati agar tidak jatuh. Kalau jatuh kan tidak lucu, iya kalau es nya bersih, ini esnya sudah kotor bercampur tanah. Kami dapat kamar di lantai 8 di Hotel Golden Park, resepsionis di lantai 10. Ini sepertinya sudah semi hostel, handuk, tisu dan keperluan lain bisa ambil sendiri. Ada juga dapur untuk keperluan sederhana seperti membuat kopi, teh dan menyeduh mie. Sudah lengkap ada dispenser dan banyak sachet kopi, teh dan lain-lain. Kami memesan kamar dengan twin bed. Kalau masalah toilet, di hotel pasti aman untuk keperluan bersih bersih pup dan pee. Tapi kalau sudah di tempat umum termasuk di pesawat, kami sudah menyediakan bidet portable yang dibeli secara online. Tinggal isi air di wastafel sebelum dipakai. Saya memastikan selalu mengosongkannya setelah selesai dipakai dan dilap menggunakan tisu sebelum masuk bungkus dan disimpan di tas, karena ditas banyak barang lain, terutama paspor yang jangan sampai basah kena air. Saya kangen bidet ala Jepang yang pilihan tombol toiletnya banyak, nanti suatu waktu saya akan ke Jepang lagi juga.

Di kamar sempat buka TV sebentar, pengen nonton drama Korea langsung di negaranya, saat ini yang sedang tayang ada beberapa yang saya ikuti. Ada juga drama lama yang diputar ulang oleh beberapa stasiun TV dan TV hotelnya juga bisa sekalian buka database drama secara gratis tanpa perlu login akun kami. Tapi ini bukan smart TV, jadi tidak ada Netflix dan yang lainnya. Untuk makan malam, kami naik subway  1 stasiun line 4 ke Myeongdong. Kami makan di Busan Jib, tapi... ramai sekali. Ternyata Busan Jib sudah diperluas, ada 3 pilihan tempat makan, menu Korea, menu daging dan menu ayam. Karena yang paling memungkinkan ada kursi kosong, maka kami jadi makan ayam malam itu. Pilihannya banyak ada yang original maupun dengan bumbu khusus. Karena lapar bukan main kami jadi kalap. Desi malah memesan dua rasa masing-masing 1 porsi. Saya langsung mengingatkan, harga 1 porsi adalah 30.000 KRW itu sama dengan 300.000 lebih kalau di rupiahkan. Mungkin karena bru pertama kali, jadi Desi belum sadar besarnya untuk hitungan uang won dibanding rupiah, walau sebenarnya jangan juga terlalu mikir konversi ke rupiah sih kalau belanja, karena bisa-bisa tidak belanja. Tapi untuk makan malam sampai 600.000 rupiah itu tetap kemahalan yeorobun... 😅 akhirnya diputuskan beli 1 porsi saja mix 2 rasa untuk sharing plus nasi masing-masing. Sempat jajan juga di seputaran Myeongdong, untuk sarapan. Egg bread, fish cake yang sudah saya idam-idamkan dan susu pisang yang bisa disimpan di kulkas. 

Ayam di Busan Jib

Egg bread

Fish Cake

Susu pisang

Besoknya, kami jalan agak siang karena masih capek. Kalau mau ke Nami Island harus pagi-pagi karena jauh, tapi hari ini diputuskan akan ke tempat yang dekat-dekat saja. Namsangol Hanok Village dan Namsan Tower. Saya  sudah pernah ke kedua tempat ini. Namun kali ini akan menggunakan transportasi yang berbeda dibanding dulu. Nanti saat ke Namsan Tower perginya akan menggunakan bis, pulangnya baru pakai cable car. kami juga akan ke rumah Lee Min Ho di dekat stasiun Cable Car Myeongdong. Namsangol Hanok Village tepat berada di seberang jalan hotel kami. Jadi kami keluar hotel tinggal menyeberang jalan. Masuknya masih gratis, tapi sayang perumahan dengan gaya jaman dulu seperti di drama-drama dikunci tidak boleh dimasuki. Jadi kami keliling-keliling di seputaran taman saja. Yang berbeda lagi adalah banyak salju di sana kali ini, saat saya ke sini 4 tahun lalu tidak ada salju. Jadi sekarang muncul kenorakan saya ngeliat salju, maklum belum pernah ketemu langsung. Dulu waktu ke Jepang cuma ngeliat dari Shinkansen dan kena hujan salju sedikit saat di Kyoto, kemudian saat dulu ke Seoul kena salju juga cuma sedikit tanggal 1 Januari 2020 saat mau pulang dan dalam perjalanan ke bandara, jadi sekarang baru puas rasanya benar-benar ketemu salju. Salju kalau dipegang sangat halus seperti es serut, tapi kalau sudah banyak diinjak jadinya keras dan licin membuat kita jadi beresiko jatuh. Di area jalan, salju sudah dibersihkan, tapi di area lain tetap banyak sisa salju yang tidak dibersihkan. Foto-foto narsisnya jadi keren dengan latar belakang berwarna putih. 

Di Namsango Hanok Village


Ada yang sudah membuat boneka salju


Di depan perumahan jaman dulu yang dikunci


Satu lagi foto narsis dengan salju


Setelah puas, kami lanjut ke Namsan Tower. Tanpa menyeberang jalan kami jalan sedikit ke kanan dan menunggu bis. Ke Namsan tower naik bis no 1B melewati 3 stasiun. Jaraknya lumayan dekat walau perjalanannya mendaki. Ke Namsan tower direpotkan oleh sarung tangan. Ceritanya saya bawa sarung tangan yang bisa touch screen, tapi karena saya belinya sudah lama, sudah sulit berfungsi saat dipakai terutama di bagian jempol dan telunjuk saat membuka hp. Repot kan mau buka pakai sarung tangan, akhirnya semalam saya beli sarung tangan baru di Myeongdong. Sarung tangannya cuma dibolongi dibagian jempok dan telunjuk, tapi saat dipakai, benangnya berserabut dan jadi gatal kalau pas kena muka. Akhirnya kembali tetap pakai sarung tangan lama dan malamnya pinjam gunting diresepsionis untuk melubangi bagian jempol dan telunjuk kanan. Bye bye sarung tangan 10.000 Won...

Balik lagi ke cerita di Namsan Tower, kami jalan mendaki ke atas. Kali ini kami tidak sampai naik ke menaranya, cuma foto-foto di bawah. Ketemu lagi dengan tempat para gembok cinta tertambat, saya tidak perlu repot nyari gembok saya karena tidak ada... 😅, lain lagi kalau ke Mekah, Jabal Rahmah dan Raudah.... karena doa saya tertinggal di sana... 😄. So... di Namsan Tower kami syuting dan foto-foto cantik sampai lelah sendiri... 

Di Namsan Tower


Gembok cinta tertambat di sini


Pulangnya ke Myeongdong naik cable car, antriannya tidak sepanjang dulu. Sesampainya di seberang, sebelum jalan ke Myeongdong kami ke satu rumah yang lokasinya dipakai bagian depannya saja sebagai rumah Lee Min Ho di drama The Legend of The Blue Sea. Super dingin, jadi kami tidak lama dan lanjut jalan kaki. Kami makan di Kampungku di dekat Pacific Hotel. Restoran Malaysia ini tidak semahal Busan Jib. Menunya ada yang Malaysia dan Korea. Kami makan siang sekalian numpang sholat. Saya memesan Bibimbap dan Desi memesan Bulgogi, untuk Bulgogi saya putuskan akan makan di Busan Jib saja, karena di sana dimasak langsung di meja masing-masing dan lebih fresh. Di Kampungku ramai juga dan isinya tentu saja semuanya muslim. Saya ketemu mbak-mbak Indonesia yang lagi makan juga, sepertinya dia tinggal di Korea, saya pernah nonton vlognya, tapi tidak jadi menegur jangan-jangan nanti salah orang.

Rumah Lee Min Ho


Bibimbap saya


Hari sebenarnya masih sore, tapi kami putuskan kembali ke hotel untuk istirahat menyimpan tenaga, karena besok bakal keluar pagi-pagi untuk ke Nami Island. Antangin benar-benar jadi andalan kalau badan sudah mulai tidak fit dan tenggorokan kering. Counterpain dan koyo Hansaplast sudah mulai dipakai untuk mengurangi dan mencegah pegal, tapi akibatnya kulit saya jadi gatal-gatal. Lip balm juga sudah dipakai, tapi sama sekali tidak membantu, mungkin karena pengaruh salju juga, bibir saya tetap pecah-pecah karena dingin. Ya ini resikonya traveling saat musim dingin. Kalau mau traveling saat musim panas masa saya mengorbankan cuti lebaran saya, nanti saya nangis sepanjang jalan ingat rumah apalagi saat malam takbir... 😎. Setelah di hotel nonton drama secara random, Extraordinary Attorney Woo dan Taxi Driver, malamnya kami ke Kampungku lagi. Kali ini beli Budae Jjigae untuk sharing. Porsinya banyak, kami makan sampai kenyang. Desi sudah menyerah padahal makanannya masih banyak. Saya yang sayang makanan jadi korban, berusaha menghabiskan si Budae Jjigae sendirian.... semangat!!

Budae Jjigae di Kampungku


Lanjut ke part 3

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...