Postingan ini... untuk perjalanan akhir tahun 2023 ini, akan penuh dengan curhatan, padahal ini adalah satu-satunya postingan dengan label Taiwan-Taipei dalam blog saya kali ini untuk saat ini. Judulnya sudah ada bocoran bahwa di Taipei kami cuma numpang tidur... jangan cari foto saya dengan latar belakang Gedung Menara 101 karena tidak ada saudara-saudara... 😭.

Jadi begini ceritanya...

Sebenarnya ketidak suksesan perjalanan ke Taipei ini sudah dimulai saat saya akan memesan penginapan sebelum berangkat. Sialnya adalah jadwal kami di Taipei ini tepat kebetulan menginap hanya 1 malam di malam tahun baru 2024. Harga hotel di Agoda melonjak untuk lokasi-lokasi strategis yang saya incar. Di main station dan dekat menara 101, harganya berkisar dimulai dari 1,5 juta rupiah, rugi kan jadinya... Maka jadinya saya memesan airbnb dapat host yang rumahnya memberikan harga yang lumayan. Lokasinya dekat bandara kalau naik mobil sekitar 20 menit. Host sudah bilang kalau dia ada di rumah sore sekitar jam 5 saat chat dengan saya. Saya oke saja, karena rencananya kami di Taipei pesawat China Airlines dari Korea mendarat jam 2 siang. Bagasi besar seharusnya bisa langsung ke Jakarta, kami bisa keliling Taipei hanya bawa tas kecil yang tidak berat, nggak masalah sebelum sorenya ke penginapan. Saya sudah browsing transportasi di Taipei, sudah beli voucher di Klook untuk tiket kereta bandara ke main station. Dari main station ke Menara 101 sudah 1 jalur melewati beberapa stasiun. Saya juga sudah menemukan restoran halal di main stasiun untuk membeli mi daging sapi khas Taiwan, rencananya dibeli saat pulang dari Menara 101 saja, sore saat mau ke penginapan. 

Rencana sudah matang, pelaksanaannya kacau balau. Dari hotel di Chungmuro pagi-pagi kami sudah check out menuju Incheon sambil menyeret koper melewati salju. Dari Seoul stasiun lanjut dengan kereta Arex ke terminal 2. Saya baru kali ini ke terminal 2 Incheon, kalau naik Vietnam Airlines, turun dan naiknya dari terminal 1. Dengan kereta Arex perjalanan ditempuh 40 menit. Kereta akan berhenti di terminal 1 dulu, kemudian baru terminal 2. Satu yang saya sukai di terminal 2 Incheon ini yaitu toiletnya ada bidet lengkap seperti di Jepang 😄.

Terminal 2 Incheon

Kesulitan kami untuk perjalanan pulang ini bertambah lagi. Saat check in, petugasnya eonni yang cantik itu menjelaskan bahwa check in kami hanya bisa sampai Taipei saja, tidak bisa langsung ke Jakarta jika kami akan masuk ke kotanya. Kami menjelaskan bahwa kami sudah punya visa dan memang berencana masuk Taipei. Jadi kami harus pilih, check in sampai Jakarta tapi tidak masuk Taipei, atau chek in hanya sampai Taipei bisa masuk kotanya. Tentu saja kan ya, kami mau masuk kotanya, masalahnya kalau check in hanya sampai Taipei artinya para koper besar juga terpaksa ikut kami... 😭. Masa turun naik kereta mau ke Menara 101 bawa-bawa koper besar. Jadi kami tanyalah apakah ada penitipan koper di bandara Taipei, seperti di Kuala Lumpur, tapi petugasnya tidak tahu. So akhirnya kami pasrah check in cuma sampai Taipei sambil berharap nanti ketemu semacam loker di Bandara Taipei untuk kami sewa. 

Sambil nunggu di gatenya saya browsing segala info yang dibutuhkan saat sampai nanti. Di mana mushola, di mana tempat nukar uang, dan di mana tempat penyewaan loker. Dapat info kalau di main station ada loker, tapi kan capek juga menuju ke sana dari bandara. Jadi penitipan loker harus di bandara. Kalau di KLIA malah bukan loker tapi ruang khusus penitipan, jadi mau sebesar dan sebanyak apapun bagasi, bisa dititip. Tapi info yang saya dapatkan di bandara Taipei cuma ada loker pakai koin, semoga ada yang kosong untuk ukuran besar nanti. Ada juga info mengenai bantuan untuk koper besar di bandara, tapi itu untuk mengirim koper ke suatu tempat, dan waktunya berhari-hari, sudah pasti info ini tidak berguna bagi kami. 

Saat ke toilet, saya tidak mengisi bidet portable yang biasa kami gunakan saat di toilet, karena melihat ada logo bidetnya. Tapi saat mau digunakan rasanya pengen nangis, dipencet apapun tombolnya tidak ada reaksi, sementara botol saya kosong. Mau nelpon Desi saya tidak bawa HP. Putus asa rasanya karena kalau tidak pakai air bilasnya, bagaimana saya mau solat nanti. Solat kemungkinan bisa saat sudah sampai, tapi bisa juga kalau mau di pesawat kan. Jadi dengan berdoa saya coba pencet lagi semua tombolnya satu persatu, seingat saya saat di Jepang tinggal pencet yang gambarnya air, nanti keluar airnya dari bawah. Percuma tombol sebanyak itu kalau satu saja tidak berfungsi. Ditengah rasa putus asa tiba-tiba setelah pencet satu tombol ada lampu kecil hidup.... Oooo pake tombol power dulu ternyata.... setelah itu baru deh tombol airnya bisa berfungsi.... pingsan...

Pesawat China Airlines yang kami tumpangi berbadan kecil karena memang jarak Seoul ke Taipei juga dekat. Komposisi kursinya 2 3 2, dan kami dapat yang kursi 2 dekat jendela. Sudah pesan juga makanan halalnya, dan rasanya juga enak. Sholatnya jadi di pesawat setelah tayamum. Kami sudah bisa sholat di pesawat karena pengalaman dari umroh tahun lalu. 

Makanan di pesawat


Pesawat mendarat ontime. Kami masuk ke antrian imigrasi dengan agak cemas. Walau sudah punya visa ROC tapi tetap ada kekhwatiran sebelum kami benar-benar diperbolehkan masuk Taiwan. Saat sudah di depan petugas, saya menyerahkan paspor, tiket keluar dari Taipei, visa Korea dan Visa ROC Taiwan.... Dan alhamdulillah di Imigrasi kami bisa lewat dengan lancar, terus apa yang tidak lancar, saat masuk ke pemeriksaan bawaan, saya membawa strawberry yang memang tidak dihabiskan untuk Elsa. Eh ternyata tidak boleh membawa tanaman atau buah ke Taipei tanpa izin khusus, kalau masih memaksa masuk dendanya mahal sekali. Akhirnya terpaksa kotak makanan dari Korea plus isinya strawberry direlakan diambil oleh petugas. Lanjut ke kerjaan selanjutnya yang tidak kami inginkan yaitu mengambil bagasi. Koper yang super berat itu jadi terpaksa ikut kami lagi ke mana-mana. Setelah dari toilet dan menukar uang, kami mencari penitipan koper. Nanya ke petugas mereka ramah-ramah, ketemu sih tapi... lokernya penuh... loker besar kira-kira ada sepuluh, dan semuanya berisi. Kami bertanya ke satu ruangan tempat untuk pengiriman koper, apakah ada tempat penitipan lain atau kami boleh titip ke mereka dan ambil besok pagi. Tapi mereka tidak bisa bantu, penitipan lain ada di main station, tapi masa kami mau bolak balik ke sana hari ini dan besok pagi, waktu kami akan habis dan repot bawa koper naik turun kereta lagi. 

Rasanya super kesal.... Kami duduk di ruang tunggu, dan Ms. S, host airbnb kami mengirim pesan menanyakan kami ada di mana dan kepastian jam ke rumahnya karena jam 6 dia akan ke luar makan malam. Saya ceritakan perihal koper besar kami yang tidak bisa dititip dan kami masih terdampar di bandara sementara hari semakin sore. Pesawat memang sampainya ontime, tapi waktu yang kami lewati ke sana ke mari dari sejak mendarat sampai saat itu sudah lumayan lama, waktu sudah menunjukkan jam 4 lewat.

Sebenarnya host juga menyediakan servis antar jemput rumah bandara, dan karena tidak ketemu jalan lain, kami jadi berencana minta jemput saja, taruh koper dan nanti malam ke luar lagi. Akhirnya kami minta jemput juga. Butuh waktu kira-kira 30 menit untuk kami bertemu dengan Ms. S. Untuk saat itu momen yang paling menyenangkan adalah bertemu dengan Ms. S diantara semua kejadian yang menimpa kami hari ini. Ms. S orang yang sangat ramah dan ceria. Saat kami bertiga bertemu seakan-akan ketemu teman lama sambil pegangan tangan dan loncat gembira. Banyak yang kami ceritakan padanya saat di perjalanan mengenai kesialan kami hari ini. Dia bercerita bahwa saat ini ada dua orang lagi yang menginap di rumahnya, satu dari Amerika dan satu dari Singapura. Makan malamnya malam ini adalah dengan yang dari Singapura. Dia malah mengajak kami kalau mau gabung, selesai makan mereka juga akan merayakan tahun baru di Menara 101. Wah kebetulan sekali ya, tapi kami ragu sesaat mengingat makannya akan makan apa. Setelah dia tahu kalau kami muslim yang tentu saja makannya terbatas, dia bilang dia vegetarian dan nanti kalau kami mau ikut akan diatur makannya apa saja yang boleh dan tidak boleh. Tapi karena kami ragu, akhirnya kami menolak tawaran baik itu. Jadinya kami berencana akan keluar jalan sendiri saja naik transportasi umum. Dia ngasih tahu kalau di dekat rumahnya juga ada perhentian bis, dan dia baik sekali meminjamkan 2 kartu easy card untuk kami naik bis atau metro subway. 

Pemandangan Taipei dari bandara


Singkat cerita kami sampai, ternyata airbnb nya di apartemen. Kami naik ke lantai atas, dikasih kunci untuk lift, pintu depan dan pintu lainnya serta diberi penjelasan singkat mengenai rumah, di mana dapur dan kamar mandi. Kami juga bertemu tamu yang dari Singapura dan dia juga ramah. Koper besar kami tinggal di mobil Ms.S. Setelah meletakkan barang di kamar dan istirahat sebentar, kami keluar. Melihat perhentian bis di dekat sana, kami sama sekali tidak mengerti rutenya. Sebenarnya kalau sudah bisa ke main station sudah aman, saya sudah tahu akan ke mana selanjutnya. Tapi tidak seperti bis di Seoul yang bisa dilacak di Kakaometro, aplikasi yang ada di perhentian bus itu tidak bisa kami buka dan instal. Taksi tidak ada yang lewat, bus juga tidak ada yang lewat-lewat. Apakah karena ini malam tahun baru, jadi jalan macet dan mungkin subway juga penuh. Jangan-jangan walaupun kami dapat transportasinya, malah nanti tidak bisa pulang akhirnya. Capek mikir, capek badan akhirnya kami sepakat dan ikhlas tidak akan ke mana-mana malam itu. Cuma ke mini market membeli minum, makanan yang  bisa dimakan yang halal cuma sedikit, beli semacam Pringles Mr. Potato produksi Malaysia dan roti sebagai karbohidratnya, sedihhhhhhh....

Pemandangan sekitar airbnb


Ini perhentian bisnya


Di airbnb kami bertemu tamu yang dari Amerika, dia juga baik dan ramah, kami sempat bercerita sedikit dengannya. Habis beli makanan, karena saking kecewanya tidak bisa ke mana-mana selama di Taipei saya akhirnya tidur lebih cepat dari Desi. Tumben kan, biasanya saya selalu tidur belakangan. Besok pagi kami akan kembali ke bandara diantar Ms. S lagi. Sudah pesan kalau kami minta antar jam 6 pagi dan dia sudah setuju. Jadi fix, saat itu... kami cuma numpang tidur di Taipei. Cerita transit yang sangat tidak diharapkan.... 😞.

Ms. S memang benar-benar asyik orangnya, setelah mengantar kami ke bandara, dia menunggu... katanya baru akan pulang setelah kami masuk ke terminal. Baik sekali orangnya, sayang kami menghabiskan waktu terlalu sedikit di Taipei. Di bandara, untuk check in pesawat China Airlines hanya buka 1 jalur antrian... luar biasa... penerbangannya banyak, orangnya juga banyak. Walau counter yang buka banyak dan antriannya majunya cepat, tapi waktu yang kami butuhkan dari mulai antri sampai berhasil check in lumayan lama. Mau check in online paspor saya tidak bisa, sementara paspor Desi bisa... jadi tidak jadi check in nya. Pada saat mau keluar Korea kemarin jupa, paspor saya tidak bisa di scan sendiri. Jadi Desi bisa keluar imigrasi dengan scan sendiri, saya harus lewat petugasnya. 

Selesai urusan check in dan bagasi ke Jakarta, kami berharap ketemu toko merchandise untuk membeli sesuatu. Tapi ternyata sepanjang perjalanan dari imigrasi sampai gate kami, tidak ada satupun yang menjual semacam gantungan kunci dan lain-lain seperti di bandara Ho Chi Minh. Adanya ya banyak toko barang-barang yang tidak kami minati. Saat masuk ke pemeriksaan bandara, saya lupa masih bawa air minum. Tentu saja akhirnya, air minum saya terpaksa ditinggal dan nanti di dalam kalau mau minum harus beli lagi. Sunscreen semprot Desi juga disita. Rasanya pengen ngomong makasih sama petugas di sana, sudah strawberry saya kalian ambil sekarang air minum... 😅. Desi lebih sewot lagi, dia ngoceh kalau sunscreen dia itu sudah lewat Vietnam, Korea aman-aman saja... kenapa sekarang jadi tidak bisa lewat... 😆. Sepertinya lengkap sudah perjalanan kami kali ini di Taiwan, tidak kemana-mana, cuma numpang tidur dan tidak beli oleh-oleh apapun. Yang positif cuma uang Taiwan kami yang hampir masih utuh, hanya dipakai beli makanan kecil dan minuman di mini market dan bayar ongkos transportasi antar jemput bandara. Saya kira kesialan saya yang paling sial waktu solo traveling ke Brunei karena kelebihan bagasi dan tidak ada uang tunai untuk bayar, sehingga akhirnya banyak barang terpaksa ditinggal, pashmina, parfum sampai celana jeans. Tapi kalau dibandingkan dengan Brunei, walau barang yang ditinggal lebih banyak, namun paling tidak...  saya dapat foto dengan latar belakang Masjir Omar Ali Saifuddien, nah kalau di sini... foto dengan Menara 101 masih jadi cita-cita di Negara Tao Ming Tse ini... 😌.

Mr. Potato rasa ubi ungu

Bandara Taipei


Sambil menunggu boarding yang suasananya sudah sangat familiar karena banyak orang Indonesianya, saya buka shopee, check out gantungan kunci dan magnet kulkas sebagai hiburan untuk kami nanti.... 😅... Yah lumayanlah nanti ada kenang-kenangan walau merchandisenya tidak asli dibeli di tempat asalnya. Pesawat China Airlines kami kali ini rute yang jauh ke Jakarta, komposisi kursinya 3 4 3. Kami duduk di sebelah mbak dari Indonesia yang sudah lama kerja di Taipei dan saat itu pulang ke Indonesia. Kasihan sekali dia cerita, kalau anaknya ditinggal masih kecil dan sekarang sudah besar, dia gembira karena nanti masuk sekolah ibunya yang bisa antar. Sedih juga mendengar cerita dari saudara setanah air yang bekerja di luar negeri. 

Makan di pesawat kami juga memesan makanan halal. Dessertnya ada kue Mochi yang bentuknya seperti kelpon dan enak. Pramugarinya punya contekan dalam Bahasa Indonesia untuk pilihan makanan. Chicken Rice or Fish Noodle mereka sebut nasi ayam atau mie ikan dengan dialeg yang lucu. Dia benar-benar membaca kertas contekannya setiap menanyai penumpang mau makan apa. Karena kami memesan versi halal, maka kami mendapatkan makanan duluan. Tidak disangka, makan berat kami di perjalanan Taiwan semuanya di pesawat... 

Makanan saat ke Jakarta

Sampai di Jakarta, saat masuk imigrasi khusus WNI, akhirnya paspor saya bisa scan sendiri tanpa harus minta bantu petugas. Memang sepertinya di negara sendiri paspor saya baru dikenali... 😁. Pemeriksaan bea cukainya sudah menggunakan sistem online dengan scan QR code dan mengisi link google form. Selama ini perjalanan saya pulang ke Indonesia selalu langsung ke Palembang dari memang Kuala Lumpur atau transit dari Kuala Lumpur dan mengisi kertas manual untuk bea cukai. Ini karena rute Air Asia Palembang KL tidak ada lagi, jadi saya lewat Jakarta. Tahun kemarin saat umroh, walau lewat Jakarta juga, tapi jamaah umroh punya privilege pintu exit sendiri jadi juga tidak ngurusi bea cukai. Jadi saya kira sudah tidak ada lagi pemeriksaan bea cukai. Kami sudah di titik keluar saat disuruh balik lagi untuk mengisi data. Yang kasihan ada 1 mbak tidak bisa isi karena tidak punya paket internet dan tidak connect ke wifi. Mau nolong kami masih ribet ngurus diri sendiri. Setelah urusan saya beres dan mau bantu paling tidak kasih tethering, eh mbaknya sudah ngilang. Kata Desi mungkin sudah minta bantu petugas. 

Dari terminal 3 kami pindah ke terminal domestik. Lumayan tidak harus pindah bandara setelah kami ganti maskapai. Di Jakarta, kami sudah bebas mau makan apa saja, solatnya mudah dan ke toilet pun puas. Uang dolar Taiwan sudah ditukar ke Rupiah dan bisa jadi tambahan jajan di bandara. Badan capek, pakaian kotor banyak. Sampai di rumah cita-citanya akan tidur sebanyak mungkin setelah beberes pakaian. Next trip perencanaannya harus lebih matang dan semoga ke negara baru yang akan membuat kesan baik dan mendalam... 😆.

Hari kelima jadwal jalan di Seoul adalah favorit saya. Latar foto-fotonya didominasi oleh warna putih. Sebab kenapa.... sebab hari ini salju turun seharian di Seoul. Tanggal 30 Desember 2023, Desi sudah bilang kalau prakiraan cuacanya akan turun salju. Pagi-pagi saat buka tirai jendela hotel, salju turun perlahan, semakin lama semakin lebat. Saat kami datang ke Seoul, selama bulan Desember ini, salju sudah pernah turun. Saat kami baru datang, yang terlihat adalah sisa-sisanya, nah hari ini salju turun lagi. Kami sudah bawa payung lipat, jadi hari ini si payung akan berguna. Kostum hari ini akan semakin heboh. Jika biasanya selain coat, long john saya pakai tidak lengkap. Maksudnya atasan atau bawahan saja. Kalau bajunya kaos tidak pakai, tapi kalau bahan tipis baru pakai atasan long john. Untuk bawahan, kalau celana panjang tidak pakai long john, tapi kalau rok... baru pakai bawahannya. Hari ini, pakai formasi lengkap. Coat, ditambah long john atas dan bawah selain outfit, walau sebenarnya sudah pakai celana panjang.


Jadi hari ini adalah pertama kalinya saya ketemu langsung dengan salju tebal. Perjalanan ke Jepang dan Korea yang lalu cuma ketemu sedikit saja. Lewat tempat bersalju tebal cuma lihat dari Shinkansen. Trus bagaimana rasanya kehujanan dan menginjak salju. Kalau menginjak salju sudah dari kemarin-kemarin, tapi yang ketumpahan di kepala baru kali ini. Salju itu teksturnya lembut seperti es diserut. Kalau baru turun seperti kapas. Setelah sampai di tanah akan menumpuk.  Jika turun di jalan pasti akan tergilas kendaraan dan tidak menumpuk, tapi jadinya berwarna coklat bercampur tanah. Untuk yang tidak di jalan, pasti akan menumpuk. Di atas pohon, tanaman, atap rumah, mobil yang diparkir... semuanya putih. Ngambil foto dan video hari ini usahanya harus lebih karena sambil pakai payung. Salju yang turun pertama tidak langsung membuat basah, seperti saat kena tas. Tapi kan takut juga kalau merembes ke dalam basahnya. Hal yang paling saya takutkan kalau kena paspor. Desi membungkus paspornya dengan plastik. Saya juga langsung mindahin paspor ke posisi paling belakang di tas dan ditutup dengan plastik juga. Handphone kalau dipegang sudah dingin, saat ngambil foto atau video juga hati-hati takut basah kena salju. Payung lama kelamaan semakin berat, karena tertumpuk salju, jadi sering-sering dikibas supaya saljunya jatuh dari payung.

Jadwal hari ini cuma tinggal satu, yaitu ke Jembatan Banpo. Sebenarnya ini memenuhi keinginan Desi yang pengen piknik di Sungai Han. Berhubung cuaca tidak mendukung, jadi mohon maaf, pikniknya diganti syuting ala Oshin... Yang nggak tahu Oshin, googling deh... ini saking tuanya yang nulis jadi ingatnya Oshin ngeliat salju yang banyak. Oshin itu drama Jepang yang settingnya di musim dingin. Balik lagi ke rencana hari ini, kami hanya ke Banpo karena hari ini hari terakhir kami dan punya rencana belanja oleh-oleh di Myeongdong siangnya. Jembatan Banpo dipilih sebagai jembatan yang akan didatangi karena saya banyak melihat vlog orang-orang yang ke sana. Kalau malam ada air mancur dari jembatannya dan lampu warna-warni dengan musik, menjadi seperti dancing fountain. Jembatannya ada dua tingkat, dan di pinggir sebelah kirinya ada dua gedung dengan arsitektur khas namanya Some Sevit yang muncul di film Avenger Age of Ultron saat adegan Kapten Amerika mau mengejar Ultron di jembatan. Jadi cita-citanya mau sekalian ke sana juga sekalian untuk melihat-lihat.

Itu ekspektasi, reality tentu saja beda yeorobun. Kembali selamat sudah untung, sudah cukup puas foto-foto di pinggir sungai... boro-boro mau ke Gedung Some Sevit. Salju semakin lama semakin tebal saat diinjak, dingin dan berangin. Saat jalan tidak tahu yang mana jalan yang mana taman, pokoknya ikuti insting saja. Kalau saat jalan kaki tidak jeblos berarti bawahnya aspal, kalau jeblos berarti tanah. Jadi kami naik subway ke rute kemarin, turun di Stasiun Express Bus Terminal exit 8-1 menuju Hangang Park. Kalau ke arah kiri menuju jembatan Banpo, kalau ke arah kanan dari stasiun kemudian belok kiri mengikuti jalan lurus sampai habis kemudian belok kanan. Pertigaan itu temboknya merupakan jalan yang tinggi yang bisa ditembus menuju Sungai Han lewat terowongan.

Belok kanan dari Exit 8-1


Setelah keluar dari terowongan kecil itu, jika cuacanya bagus pasti langsung kelihatan jelas Sungai Han, karena itu sudah termasuk area taman. Mungkin bisa sewa sepeda juga, karena di samping terowongan banyak terparkir sepeda. Desi seperti biasa nyari toilet, dan di area taman seperti ini pasti ada toiletnya. Di sana ada toilet portable yang bersih, yang bisa digunakan, posisinya di arah kanan setelah keluar dari terowongan, sementara Jembatan Banpo ada di kiri. Setelah urusan toilet selesai, kami mendekati Jembatan Banpo dan Sungai Han sebisanya saja. Cuma sedikit orang-orang yang nekat ke sana dalam cuaca seperti ini, termasuk kami. Masih ada yang merekam dengan memasang tripod untuk salju yang turun, juga ada yang membawa anjingnya yang berbulu tebal untuk jalan-jalan. Saya jadi teringat Bubu, kucing oyen medium persia milik saya yang pasti sangat senang di cuaca dingin dan bisa menginjak salju seperti saat ini. Ngambil foto dan video saat turun salju itu susah cinnn... dari 10 pengambilan foto, paling 1 atau 2 yang mukanya bersih dari salju, sisanya aneh-aneh, kena mata, hidung dan mulut. Tapi secara umum ini sebenarnya menyenangkan dan merupakan pengalaman unik yang berharga yang tidak setiap hari bisa didapatkan oleh orang-orang yang hidup di negara tropis, jadi dijalani saja ya... tidak usah mengeluh dingin. 

Akhirnya saya punya foto seperti ini


Latar belakang Jembatan Banpo dan Sungai Han


Jalan mendekati Jembatan Banpo, Gedung Some Sevit lumayan kelihatan di belakang


Kami sebenarnya juga mendekati Jembatan Banpo, tapi tidak sanggup jauh-jauh agar jalan pulangnya juga jangan terlalu jauh. Ngeliat sedikit gedung Some Sevit saya sudah cukup puas. Padahal ya di sana saya yakin, kalau cuacanya bagus pasti jadi tempat wisata yang sangat asyik, bakal banyak orang yang jualan, naik sepeda...  mungkin kalau Bulan Puasa di Indonesia, jadi tempat favorit untuk berkumpul dan ngabuburit.... 😅. Tapi karena kenyataan saat ini tidak bisa, maka udah ya kalau sudah puas pulang.... Jalan pulang kami kembali lewat terowongan, tapi Desi ke toilet lagi, jadi saya menunggu di dalam terowongan sambil ngeliati salju yang turun. 

Perjalanan selanjutnya adalah hal yang menyenangkan yaitu belanja di Myeongdong, skin care, make up, skin care lagi, make up lagi... dst sampai dompet kering.... Dari stasiun subway exitnya di pintu nomor 6, kalau mau ke Kampungku di pintu exit 3 di seberang jalan. Penjaga toko di sana luar biasa ramah dan sangat senang menjelaskan produk yang mereka jual. Dengan alasan produknya bebas pajak dengan scan paspor, maka semakin banyaklah kami belanja, untuk diri sendiri dan juga oleh-oleh tentu saja. Di Etude, saya membelikan krim titipan teman saat saya merasa eonni kasir meletakkan paspor saya, mau saya ambil, eh dia sambil senyum bilang "Scan..." 😅 ternyata dia sedang scan paspor saya, saya kira dia meletakkan di ujung meja untuk ngasih ke saya... Saya jadi malu 😁.

Di Myeongdong semakin sore semakin rame. Karena banyak orang berjualan, tumpukan salju mereka bersihkan dan jalan ditaburi garam. Makan di Busan Jib Myeongdong kali ini kami ke tempat yang ada menu Korea. Pesan Bulgogi yang dikasih dari mentah dan dimasak di atas meja. Selain daging ada bawang bombay, jamur, daun bawang, wortel, air tentu saja dan bumbu rahasia di bawah daging. Side dish masih sama seperti yang dulu, ada kimchi, ikan kecil, dan rumput laut. Desi pengen Pajeon, tapi karena pajeonnya sea food... saya tidak bisa ikut makan, Kalau Desi mau bungkus sih boleh juga sebenarnya, tapi dia melihat gambar di menu sepertinya ada yang Pajeon sayur, maka pesanlah kami... eh ternyata salah yeorobun, gambarnya ternyata adalah Japchae. Sounnya sebenarnya enak juga, tapi porsinya banyak dan agak manis. Makannya tunggu Bulgoginya matang, enak sekali... nasinya seperti biasa dikasih hangat dalam wadah mangkok stainless steel tertutup. Sendok garpu dan tisu ada di laci samping meja. Harga makanan di Busan Jib lebih mahal dibanding Kampungku, tapi nggak apa ya... kan sekali-sekali dan enak juga... 

Hidangan di Busan Jib


Habis belanja balik lagi ke hotel, malamnya lanjut keluar makan di Kampungku lagi. Kami dapat meja di lantai 2. Kali ini saya memesan menu paling harus dicoba selama di Korea yaitu ramyeon... hahaha... Di Indonesia juga bisa kan, tapi kepalang di Korea jadi pesan itu. Menunya ditaruh di panci kecil. Selain itu juga beli ayam goreng dan teh hangat, ini sekaligus sebagai menu perpisahan di Korea untuk perjalanan kami kali ini.

Ramen di Korea

Menu lengkap kami malam itu

Pulang ke hotel, packing beres-beres... Semua benda yang tidak digunakan lagi, pakaian kotor dan semua barang belanjaan masuk ke koper besar. Keperluan di Taipei nanti saat transit, seperti pakaian ganti dan alat-alat mandi dimasukkan ke tas kecil yang rencanyanya dibawa saja ke kabin, sama seperti rumus saat transit di Ho Chi Minh. Untuk pesawat ke Palembang dari Jakarta tanggal 1 Januari, kami sebenarnya memesan tiket Batik Air dari Soeta, tapi... dapat pesan perubahan jadwal. Kalau pesawat Vietnam Airlines yang kami tumpangi saat datang ke Korea perubahan jadwalnya dimajukan 20 menit, nah kalau pesawat Batik ini perubahannya adalah pindah Bandara jadi ke Halim. Malas banget kan nanti dari Taipei mendarat ke Soeta, mau pindah ke Halim bawa koper berat dalam waktu hanya beberapa jam dalam sehari. Jadi akhirnya diputuskan ganti pesawat apa saja yang penting tetap di Soeta. Karena perubahan ini bukan salah kami, jadi perpindahan ini tidak kena cas. Kami jadi ganti pesawat tetap jadwal malam ke Palembang dengan menggunakan Super Air Jet lagi jadinya. Pulang ke Palembang nanti sudah dipastikan bagasi menjadi lebih banyak dan kami harus beli bagasi jadinya. 

Hari kelima : 11.921 langkah

Lanjut part 7

Video Youtube

Tanggal 29 Desember 2023 jadwal hari ini adalah ke Lokasi 2 drama Korea yang belum pernah saya datangi. Yang pertama adalah lokasi drama start up yang dibintangi Suzy yaitu di Nodeul Island yang kalau di dramanya pulaunya disebut Sand Box. Yang kedua adalah favorit saya yaitu drama Hospital Playlist, rumah sakit EUMC atau Ewha Womans University Medical Center yang di dramanya namanya diganti menjadi Rumah Sakit Yulje. Walau Rumah sakit ini hanya diambil gambarnya di luar, sementara adegan di dalamnya kebanyakan di lokasi lain, tapi saya sangat pengen ke sana. Jika Nodeul Island informasinya banyak didapat saat disearching, untuk lokasi Rumah sakit EUMC ini saya browsing sendiri. Saya sudah pernah ke kampus Ewha, nah Rumah sakit nya berada pada lokasi yang berbeda. Saya paling suka berpatokan pada stasiun subway terdekat karena inilah petunjuk yang paling jelas dari moda transportasi lain. Untuk pastinya saya juga mengecek lewat Google maps 3D saat riset sebelum berangkat untuk memastikan gedungnya benar. Selain subway, alternatif lain bisa pakai bis mungkin. Kami sudah coba sekali saat ke Namsan Tower, cuma petunjuk perhentian bis tidak sejelas subway menurut saya, saya pernah punya pengalaman sering salah baca rute bis di Macau karena tidak ada subway di sana dan rasanya tidak enak kalau salah dan diusir supir bis, makanya saya agak trauma.


Jika di Palembang Jembatan Sungai Musi itu ada Ampera dan Jalur LRT, Musi II jalur 1 dan 2, Musi IV dan VI, sementara Musi III (yang kabarnya bakal melewati Pulau Kemaro) dan V belum dibangun. Maka Jembatan Sungai Han di Seoul itu lebih banyak lagi. Hasil riset saya ketemu kurang lebih 10 jembatan yang saya ketahui dan 3 diantaranya adalah:

- Jembatan Mapo yang disebut Jembatan kehidupan karena seringnya orang bunuh diri di sana, Jang Hansol pernah buat vlog di sini.
- Jembatan Hangang yang tengah-tengahnya ada Nodeul Island.
- Jembatan Banpo yang jalurnya 2 tingkat dan di sampingnya ada Some Sevit gedung yang ada di Film Avenger Age of Ultron. Kalau malam suka ada pertunjukan air mancur menari dilengkapi lampu dari jembatan.

Karena Desi pengen "piknik" di pinggir Sungai Han, maka jembatan yang terpilih besok adalah Jembatan Banpo. Jembatan yang kami kunjungi hari ini adalah Hangang untuk ke Nodeul Island, sementara Jembatan Mapo tidak kami kunjungi.

Semua yang akan kami kunjungi hari ini ada di line 9 warna coksu. Dari Chungmuro ganti line di Stasiun Express Bus Terminal. Kami mulai ke arah kanan dulu yaitu ke stasiun Nodeul exit 2. Nanti lanjut ke stasiun Seonyudo exit 8 untuk ke Rumah Sakit Ewha. Kemudian balik lagi ke arah kiri masih di line yang sama melewati Stasiun Bus Terminal lagi ke Stasiun Bongeunsa exit 7 untuk ke Coex. Di Mall Coex kami akan makan di restoran Turki Kervan dan mengunjungi Starfield Library. Kalau mau ke Lotte World masih di jalur yang sama ke arah kanan, tapi saya tahu waktu tidak akan cukup. Jembatan Banpo saja yang posisinya ada di dekat Stasiun Bus Terminal tidak akan sempat kami kunjungi walau kami lewati, karena waktunya pasti tidak akan cukup sehingga jadwalnya digeser besok.

Apakah semua rencana dari hasil riset setahun (saat tahun 2023 maksudnya) itu sukses, mengingat saya belum pernah mengunjungi semua tempat itu? Jawabannya tentu tidak yeorobun... pasti ada kisah tersesat dan pertengkaran antar anggota tur mandiri yang terdiri atas dua orang karakter Alpa seperti kami... 😅. Tempat pertama hari itu adalah Nodeul Island. Dari stasiunnya kami jalan kaki sedikit melewati Jembatan Hangang. Lokasi pulau buatan itu pas ada di tengah-tengah. Cuaca jangan ditanya, tentu saja dingin, tidak terbayang kalau cuacanya bagus, pasti banyak yang daftar sand box jadi tim Han Ji Pyeong atau Nam Do San, eh datang ke sana maksudnya. Sebenarnya pulaunya kecil, pengambilan gambar dramanya saya yakin juga mengambil tempat lain selain di sana. Ada tangga-tangga yang menghadap ke Sungai Han dan Jembatan lain yang ada kereta subway lewat line 1 biru tua antara stasiun Noryangjin ke Yongsan. Banyak adegan dramanya di tangga-tangga itu, diantaranya kalau tim Samsan Tech lagi pusing mikirin coding yang gagal atau sekadar duduk-duduk cari angin. Sudah banyak vlog yang juga dibuat sana, sampai reka ulang adegan juga ada.... Saya cuma reka ulang foto posternya saja, berusaha mirip dikit boleh ya... haha... Yang jelas gara-gara postingan di Nodeul Island, Instagram saya dan Desi di comment para yeorobun yang juga pengen ke sana 😎

Nodeul Island a.k.a Sand Box


Tangga yang sangat terkenal


Reka ulang poster Start Up


Jika lokasi pertama sukses dikunjungi, bagaimana dengan lokasi kedua? Kami lanjut mau ke Rumah Sakit Ewha. Setahu saya tidak ada stasiun yang sangat dekat ke sana, jadi saya pilihlah stasiun yang terdekat, sisanya saya pikir bisa jalan kaki termasuk lewat jembatan kecil. Di kereta, Desi sudah ngasih opsi lain yang disearchingnya dengan kombinasi bis untuk ke sana. Saya mulai pusing kalau jadwal berubah ditengah jalan, saya tidak jago baca perhentian bis dan kalau salah bakal semakin tersesat, menurut saya subway sudah paling jelas. Saya paham kalau Desi pengen bantu daripada jalan kakinya jauh. Tapi menurut saya stasiun yang dipilih Desi itu semakin jauh kalau dilihat dari Kakao Metro. Saya sempat marah dalam hati karena di awal perjalanan kan sudah ada perjanjian kalau saya bersedia jadi merangkap tour guide yang mengurus semuanya asal jangan dikacau di tengah jalan. Saya sampai merajuk dan bilang kalau memang mau naik bis nanti uruslah sendiri saya tinggal bawa kaki.... 😅. Untunglah saya dan Desi ini memang sering tidak sepakat tapi tidak diambil hati dan tetap cocok berteman. Dari awal pun saya bilang ke teman-teman yang lain, kalau saya sudah tahu bakal sering bertengkar sama Desi di jalan, seperti perjalanan kami sebelumnya saat ke Malaysia, Singapura dan Thailand.... 

Singkat cerita, sampailah kami ke stasiun Seonyudo. Untuk menuju ke Rumah Sakit Ewha sama sekali tidak jelas. Saya berharap bisa melihat gedungnya dari jauh karena lumayan tinggi seharusnya. Akhirnya saya mengalah ikut saran Desi, karena untuk jalan kaki pun tidak jelas ke mana, akhirnya kami naik bis. Inipun butuh effort yang lebih untuk melihat arah bis ke mana dan perhentiannya ada berapa. Parahnya nama perhentian busnya semuanya dalam hangul, kami jadi menggunakan google lens untuk menerjemahkan foto tulisan tersebut. Akhirnya kami kembali mencicip naik bis setelah dari Namsan Tower. Kartu transportasi kami sudah mencakup bis selain subway, jadi tidak perlu repot untuk cara pembayarannya. Naiknya dari depan tap kartunya sekali, nanti turunnya dari belakang dan tap kartunya sekali lagi. Sama seperti di Macau, bis Korea pun akan ada pemberitahuan suara untuk perhentian berikutnya agar penumpang bisa bersiap-siap. Kami lanjut dengan Google Maps jalan kaki sedikit. Tapi.... kok aneh, gedung setinggi itu tidak kelihatan dimana-mana, padahal di Google sudah dekat. Kami memang akhirnya sampai, tapi ternyata itu bukan Rumah Sakit yang kami maksud. Memang namanya Rumah Sakit Ewha University tapi bentuk gedungnya sangat berbeda. Lagi kebingungan Desi sudah kebelet pipis. Nanya toilet sama satpam nggak bisa Bahasa Inggris, setelah pakai Google translate baru Ahjusi mengerti dan menunjukkan jalannya. Sambil menunggu Desi, saya penasaran mencari lagi posisi Rumah Ehwa, kali ini saya ganti tampilan 3D supaya jelas gedungnya. Dannn.... akhirnya saya tahu apa salahnya.... 

Ternyata Rumah Sakit Ewha itu lebih dari satu, gedung yang kami maksud lokasinya bukan di situ, dan jaraknya lumayan jauh. Setelah Desi menyelesaikan urusannya, tidak kepikir lagi mau naik bis atau subway, kami menuju taksi yang sedang mangkal di depan Rumah Sakit. Saya tunjukkan peta 3D Gedung Rumah Sakit Ewha yang saya searching di Google Maps barusan. Tapi Ahjusi sopir taksi juga tidak bisa Bahasa Inggris dan sepertinya bingung dengan huruf latin. Hangul... hangul katanya... Maka terpaksalah kami cari tulisan Rumah Sakit Ewha dalam tulisan Korea, baru dia mau jalan. Ewha ewha... kata kami. Mungkin pengucapan Ewha kami lain dengan lidah Korea, tapi saya berharap dia mengerti dengan tulisan yang kami tunjukkan. Sama seperti di Singapura, kalau tidak tersesat dan terpaksa, kami tidak akan tercicip naik taksi di Korea. Untuk jaga-jaga, sepanjang jalan saya buka Google Maps untuk melihat gerakan kami di peta. Tapi kok makin menjauh ya dari lokasi yang kami maksud. Kami mencoba mengajak bicara ahjusi sambil taksi tetap jalan. Saya menduga dia akan membawa kami ke kampus Ewha University yang sudah pernah saya kunjungi. Kampusnya memang bagus, tapi saat ini saya inginnya ke Rumah Sakit Yulje. Ahjusi tampak kesal dan ngoceh dalam Bahasa Korea. Saya yang putus asa mengajak Desi turun dari taksi dan mikir belakangan nanti ke mana lagi. Untung akhirnya Ahjusi mau belok setelah saya menunjukkan gambar letter U Rumah Sakit Ewha yang kami maksud, mungkin dia juga baru sadar bahwa rumah sakit Ewha ada 2, dia menyebut Gimpo. Kami yang kebingungan tidak menanggapi, ternyata Rumah Sakit yang kami mau ada di arah Bandara Gimpo. Saya mengecek dari Google Maps, arahnya semakin benar, dan setelah Ahjusi menunjuk Gedung EUMC yang sudah kelihatan, kami bertiga sama-sama gembira. Dan tahu tidak sih, saat taksi sudah mau sampai, "Wait a moment" kata Ahjusi saat sedang memutar untuk masuk ke pintu pagar rumah sakit... duh ternyata Ahjusi bisa Bahasa Inggris ya kalau sudah mau sampai, lumayan lah di tengah pembicaraan kami dari tadi yang tidak nyambung. Ik Jun, Andrea, Song Hwa, kami datang.... 

Gedung Rumah Sakit EUMC a.k.a Yulje

Ini dari depan


Ini lalu lintas di depan rumah sakit


Memang ya, traveling itu jadi seru kalau ada kejadian random seperti ini. Ya tidak mungkin juga kan mulus-mulus saja jalannya. Kami tidak masuk ke Rumah Sakit karena takut mengganggu, saya sudah puas foto-foto di depannya. Dan tahu tidak sih, kami dapat anugerah sebenarnya, tapi bikin saya kesal. Desi melihat tanda subway di depan rumah sakit. Pas sekali di salah satu sudut halaman, ada pintu exit subway. Kesalllll..... kalau tahu begini kan mestinya jalan kami ke sini jadi lebih mudah. Tapi harus sadar, ini malah anugerah dari Tuhan agar jalan pulang kami jadi mudah... Saya harus istigfar dan segera bersyukur.... 

Nama stasiunnya Balsan line 5 warna ungu, pintu exit dari  Rumah Sakit EUMC adalah nomor 8. Untuk ke Coex, kami ganti line di stasiun  Yeouido dan lanjut ke Bongeunsa. Tujuan utama ke sana tentu saja adalah ke Starfield library. Tapi sebelumnya harus solat dulu yang sudah sangat telat dan juga makan. Karena Coex adalah mall, ada petunjuk dalam bentuk layar touch screen untuk mencari tujuan kita. Restoran Kervan sudah kami dapatkan, tapi kalau mau ke mushola tempatnya lain lagi. Dari B1 kami ke lantai 3 menggunakan lift. Tempatnya dekat Conference Room E. Selesai solat kami kembali ke Kervan dan makan makanan khas Turki.

Untuk ke Starfield library masih di B1, petunjuknya juga jelas. Namun sayang rame banget di sana. Mau foto dengan latar belakang buku-buku dengan eskalator ala orang-orang susah sekali. Tapi dasar rezeki anak soleh, ternyata kami datang di waktu yang tepat. Sama seperti DDP, di sana juga sedang ada pertunjukan video mapping terjadwal selama 5 menit. Kami datang jam setengah 7, tiba-tiba ruangan jadi gelap dan musik keras terdengar, video mappingnya di tembak di 2 rak besar di samping eskalator... keren sekali pokoknya....👍👍

Starfield library

Ayam di Kervan


Ketemu poster ini, mumpung lagi tayang


Pulangnya sempat mampir ke Daiso untuk beli merchandise lucu-lucu. Sempat juga ke Myeongdong lagi untuk beli makanan kecil sekalian untuk sarapan. 

Nyicip juga


Beli terus pokoknya


Catatan:
Hari keempat : 13.373 langkah

Lanjut part 6

Hari ketiga di Seoul masih akan explore tempat-tempat wisata paling umum dan sudah pernah saya datangi. Kalau hari pertama nambah rumah Lee Min Ho, hari kedua nambah Petite France nah hari ini belum tau mau nambah tempat apa yang belum. Yang jelas mulai besok baru mencoba ke tempat baru yang belum pernah saya datangi dan beresiko tersesat. Selama beberapa hari ini semuanya lancar karena saya sudah kunjungi sebelumnya. Jadwal hari ini mengunjungi Gyeongbokgung Palace, Bukchong Hanok Village, Insadong dan Itaewon. Kalau sempat mau ke DDP malamnya, karena kabarnya kalau malam gedung DDP lampunya bagus. Beda dengan Dila dan Ezar, Desi ini tidak tertarik saeguk, jadi mengunjungi palacenya cuma Gyeongbokgung dan gak perlu sewa hanbok. Saat 4 tahun lalu, kami juga dengan itinerary yang sama, malah sempat ke Gwanghwamun Square dan Cheonggyecheon Stream. Tapi sekarang sudah beda, karena udah semakin jompo ya, jadi tidak bisa banyak-banyak tempat sekali jalan. Desi sih sampai saat ini menurut saja, karena saya sudah bilang: ok saya yang menyusun semuanya tapi saat di jalan ikuti saja jangan banyak protes. Desi sampai hari ketiga masih percaya sama saya, ya mau bagaimana lagi, dia baca sign di stasiun antara nomor pintu exit sama nomor jenis line kereta saja gak bisa bedain... 😆. Tahu nomor exit stasiun ini penting, karena kalau salah, jalannya bakal lumayan jauh karena stasiun subway itu luas.


Menuju Gyeongbokgung Palace menggunakan line 3. Karena Chungmuro berada pada dua line yaitu 3 dan 4 maka kami tidak perlu ganti kereta. Dari Aplikasi Kakao Metro hanya 4 stasiun, dan menurut Naver Map, pintu exit terdekat adalah exit 5. Di stasiun Chungmuro menuju line 3, kami melewati foto-foto 16 bintang Korea yang ternyata masih sama seperti 4 tahun lalu. Ke luar dari stasiun Gyeongbokgung kami sudah berada pada area istananya. Karena kami tidak menggunakan hanbok, maka kami harus membayar 3.000 KRW. Turis-turis lain masih pada semangat menyewa hanbok, ada yang jadi Mama, Jeonha dan Seja. Ada yang menarik saat kunjungan kami ke sana kali ini. Danau di dalam istana sudah beku sehingga kalau difoto sangat cantik ditambah dengan latar Mount Seorak.

Foto para artis Korea di Stasiun Chungmuro

Di Gyeongbokgung Palace


Foto yang sangat saya suka


Dinding Istana


Salju yang masih tertinggal di Gyeongbokgung Palace


Satu tempat yang masih membuat saya penasaran karena foto di spot paling diinginkan semua orang di Bukchong Hanok Village belum saya dapatkan. Saat saya ke sana, ramai luar biasa dan tidak ada kesempatan foto sendirian, ditambah ada mobil pick up parkir membuat foto jadi tidak maksimal. Menuju Bukchong Hanok Village kami tetap menggunakan line 3 dan turun 1 stasiun di Anguk exit 2. Saat sampai di sana syukurlah dapat juga foto yang lumayan, bisa sendirian tanpa banyak orang lalu lalang. Saking serunya foto di sana mumpung bisa, saya sampai ditegur Ayi ayi yang juga ingin foto tapi terganggu karena suara saya yang sedang mengambil foto Desi dan selalu menyebut "Satu Dua Tiga" berulang-ulang. "Could you please give us thirty second!" katanya, karena mereka mau ambil video wefie. Setelah saya diam sebentar dan mereka selesai, hanya salah satu yang mengucapkan terima kasih, sisanya langsung pergi... Berusaha maklum ya, walau nggak enak juga kena tegur begitu. Sesama turis memang harus saling toleransi, namun kalau saya... berusaha mencari kesempatan sendiri saat orang lain sudah selesai. Biasanya banyak juga kok yang maklum kalau ada yang lagi foto, menahan diri untuk jangan lewat dulu misalnya. Coba kalau mereka ramah, saya mau kok ngajari cara ngambil video atau foto yang bagus (sok bisa)... atau malah saya yang ngambil gambar mereka juga mau kalau diminta tolong. Desi itu ahlinya ngambil foto dan sudah nular juga ilmunya ke saya. Orang yang minta tolong fotoin ke kami pasti puas dengan hasilnya. Teman saya di kantor malah ada yang senang sekali kalau saya yang fotoin saat acara liburan kantor karena katanya bagus... 😂

Di Bukchong Hanok Village juga saya tunjukkan ke Desi rumah Lee Min Ho (lagi) yang ada di drama Personal Taste. Selesai dari sana, kami lanjut ke Insadong untuk mulai nyari oleh-oleh... (biasa orang Indonesia).. ke Insadong. Tinggal jalan saja dan nanti menyeberang jalan. Kalau dari stasiun Anguk keluarnya di Exit 6. Ada yang berubah saat kami lewat jalan Anguk, lokasi drama Goblin saat Eun Tak ketemu Kim Shin pertama kali saat hujan-hujanan, dindingnya sudah tinggal setengah. Di belakangnya seperti ada satu area lapangan yang cukup luas entah menjadi tempat apa. Kami cuma numpang foto di depannya sebelum menyeberang jalan ke Insadong.
 
Spot paling utama di Bukchong Hanok Village


Di seberang Insadong

Pamer strawberry yang dibeli di jalan


Strawberry mahal Korea


Dari Insadong lanjut Itaewon. Desi pengen ke sana, katanya mumpung di Korea masa tidak ke Itaewon. Itaewon adalah surga makanan bagi kami tentu saja, karena banyak makanan halalnya. Naik subway pindah ke line 6 warna coklat ganti stasiun di Yaksu lanjut 3 stasiun dan keluar lewat pintu exit 3. Kami menuju Masjid untuk sholat dijamak seperti biasa dan kemudian makan malam di Eid. Ya ini tidak salah tulis, kami makan malam... makan siangnya mana... saking serunya hari ini,  tidak ketemu tempat makan jadi makan siang dirapel dengan makan malam. Di depan Masjid ada street food halal, jadi kami membeli odeng dan bungkus beli kimbab serta tteokbokki untuk sarapan. Di Eid saya makan dakgalbi dan Desi membeli samgyetang. Puas-puasin makan makanan khas Korea versi halal di sana. Side dish juga ada, seperti di Busan Jib, salah satunya tentu saja kimchi. Saya pengen makan dakgalbi gara-gara nonton vlog Kimbab Family saat Waseda Boys datang dimasakin Dakgalbi, jadi pengen tahu rasanya.

Makan malam kami di Itaewon


Pulangnya tentu saja sudah capek, tapi saya mengusulkan satu tempat lagi mumpung malam, karena kabarnya kalau malam gedung DDP sangat bagus. Jadi kami membawa barang belanjaan sekalian makanan demi melihat gedung DDP. Naik subway turun di stasiun Dongdaemun History & Culture Park. Dari Itaewon dipilih saja salah satu alternatif karena stasiun menuju DDP ini adalah interchange antara line 2 hijau, 4 biru dan 5 ungu. Dari Itaeweon kami lanjut menggunakan line biru, tapi pintu terdekat ke DDP sebenarnya adalah line hijau. Jadi kami turun dari line biru lanjut ke line hijau bukan ganti kereta tapi numpang ke luar melalui pintu exit 1 di line hijau. Walau capek dan rempong bawa bawaan banyak, tapi kami tidak menyesal ke DDP, karena ternyata bukan hanya lampu gedungnya yang kami dapatkan, tapi kebetulan ada pertunjukkan video mapping terjadwal selama akhir tahun. Kami masih di sana saat jam 19.30 dimulai pertunjukan video mapping yang ditembak ke gedung DDP lengkap dengan musiknya selama 5 menit. Super kerennnn pokoknya.... 

Tampilan dari Naver Map


Video mapping yang super keren di DDP

Besoknya jadwal kami mulai ke tempat yang tidak akan dijadwalkan kalau ikut tur. Kami akan berkunjung ke lokasi-lokasi drama yang memang saya targetkan harus berhasil dikunjungi kali ini. Sarapan kami sudah sangat banyak perolehan dari Itaewon, saya juga sebelumnya sudah sempat beli mie cup dari toko halal di dekat Kampungku, jadi mau dimakan... kan tidak lucu kalau dibawa pulang karena tidak dimakan. Ayam goreng yang disimpan di kulkas juga masih ada... kesimpulannya sarapan kami super besar sebagai bekal sebelum kami jalan lagi selanjutnya... 

Sarapan super banyak

Langkah kaki hari ketiga di Koera pasti banyak walau tidak sebanyak saat perjalanan umroh tahun lalu, apalagi saat pelaksanaan umrohnya. Rekor langkah kaki saya saat umroh pertama sebanyak 22.679 (termasuk tawaf, sa'i dan tawaf sunah) dan umroh kedua 33.633 karena  juga sekalian habis mendaki Jabal Rahmah. Liburan tahun ini Aplikasi Fit menunjukkan jumlah langkah kaki saya yang lumayan selama jalan di Korea, berikut catatannya:

Hari pertama (Namsangol Hanok Village dan Namsan Tower) : 11.345 langkah
Hari kedua (Petite France dan Nami Island) : 11.370 langkah
Hari ketiga (Gyeongbokgung Palace, Bukchong Hanok Village, Itaewon dan DDP) : 15.217 langkah

Lanjut part 5

Pada perjalanan Nami Island sebelumnya, saya hanya sempat ke Nami Island saja tanpa ke tempat lain karena kesiangan akibat pindah hotel dari Myeongdong ke Chungmuro. Kali ini saya bertekad harus bisa sekalian ke Petite France juga. Untuk ke Garden of Morning Calm saya memang tidak mau, karena sekarang winter, pasti tidak banyak bunga yang bisa dilihat, selain itu juga takut tidak sempat. Ada banyak cara menuju Gapyeong dengan subway. Salah satunya adalah yang kami tempuh. Dari stasiun Chungmuro line 3 warna orange 2 stasiun menuju Yaksu line 6 warna coklat, kemudian 15 stasiun ganti line luar kota Gyeongchun di Sinnae dan setelah 12 stasiun yang jaraknya jauh, nanti stop di Gapyeong. Waktu tempuhnya kira-kira 1,5 jam. Kemudian benar seingat saya, begitu telah memasuki kereta ke luar kota, ada ahjuma yang berjualan di dalam kereta. Jualan targetnya orang tua karena dagangannya produk untuk kaki, pinggang dan lain-lain. 

Sampai di Gapyeong beli one day tiket di sopir bis. Ini bisa dipakai seharian untuk keliling-keliling, bisa dari Nami Island dan tempat-tempat lainnya. Kami memutuskan akan ke Petite France dulu, nanti pulangnya baru ke Nami Island. Ternyata yeorobun, jarak ke Petite France jauh juga, jalannya nanjak dan berbelok-belok, hampir saja saya muntah. Penderitaan kami tidak berhenti sampai di situ. Saat mau masuk ke Petite France ternyata sangat tinggi dan hampir membuat saya nyerah, ngos ngosan akhirnya kami sampai di depan loket tiket. Dila dan Ezar juga sudah ke sini saat pertengahan tahun, dan kata Dila masih enak kalo ke sana winter dingin, ketika mereka ke sana sudah ngos ngosan ditambah keringatan kepanasan, masih ada hikmahnya juga ternyata. 

Karena saya selalu mengeluh capek, maka saya disebut jompo. Dan ternyata Desi juga punya kelemahan, yaitu beser. Saya juga sering ke toilet apalagi saat dingin seperti ini, tapi Desi lebih parah. Dia akan ke toilet setiap kali kami di stasiun kereta, kadang malah di suatu tempat dia harus nyari toilet karena sudah kebelet. Jadi kesimpulannya perjalanan kami ini adalah perjalanan orang jompo dan beser 😅. Setelah tiket masuk di dapat, kami ke toilet dulu. Saya sempat beli minum jus jeruk dulu untuk menenangkan diri dari pusing di bis tadi. Setelah siap baru kami explore Petite France. Tempatnya kecil, ini adalah tempat lokasi syuting My Love from the Star dan juga Secret Garden. Maklum, orang tua.... jadi drama lama juga saya nonton... 😎. Tempatnya banyak rumah-rumah kecil bergaya Perancis kali ya. Sebenarnya juga ada yang rumah Italia, tapi kami hanya ke sini... lagi-lagi karena batasan waktu. 

Di Petite France


Another shot


Kami tidak lama di Petite France karena memang tempatnya kecil. Kami lanjut ke perhentian bus untuk ke Nami Island. Kesalahan kami adalah tidak menghapal jadwal bis. Ternyata bis hanya lewat satu jam sekali, dan bis nya baru saja lewat saat kami ke perhentian bis 😭. Itu artinya kami harus menunggu satu jam dalam cuaca yang super dingin. Inilah saatnya saya iri dengan para turis yang tinggal duduk manis di bis. Terpikir oleh saya untuk datang ke salah satu bis turis yang sedang menunggu untuk nego numpang ke Gapyeong atau Nami... 😁. Untungnya di dekat sana ada mini  market kalau kami ingin beli minuman hangat seperti kopi, Desi jangan ditanya sudah pasti numpang ke toilet lagi di sana. Nunggu sejam sempat ada insiden tiket bis saya terbang entah ke mana lagi. Untung akhirnya ketemu, ternyata terbang saat saya sedang ngeluh ngevlog. Jadwal bis ada di perhentian bis juga, bisa di lihat dengan detail kapan bis akan datang. Singkat cerita akhirnya bis datang dan kami bisa ke Nami Island. Kali ini saya sudah memasang target berapa lama di Nami agar tidak ketinggalan bis lagi ke Gapyeong dan tidak kemalaman sampai di Seoul karena jauh. 

Selesai beli tiket Ferry, kami menunggu tidak lama dan akhirnya sampai juga ke Nami Island. Ada rasa kangen melihat Nami lagi, ada beberapa perubahan yang saya lihat di sana. Bendera negara-negara yang berbentuk kotak sudah berpindah tepat dan dekorasi. Ada renovasi di depan Asian Cuisine sehingga kami harus masuk dari samping untuk makan, sholat dan ke toilet lagi. Satu menu yang harus saya makan di sana adalah Jajangmyeong. Dulu saya tidak pesan Jajangmyeon, Dila yang pesan. Saat itu saya benar-benar bosan makan mie, jadi selalu menghindar makan mie. Sekarang saya benar-benar pengen makan Jajangmyeon dan Desi juga pesan. Dan.... ternyata rasanya sangat enak. Kalau ditanya bagaimana rasanya, menurut saya seperti bumbu sate, karena ada rasa hangus bakar dan bumbu kacang. Di dalamnya juga ada dagingnya... pokoknya enakkkk... 

Kami punya waktu kurang lebih 1 jam sebelum mengejar bis lagi untuk pulang. Kami langsung menuju ke deretan pohon Ginkgo, karena menurut saya itulah spot paling worth it untuk kami di Nami Island yang waktunya sedikit. Danau kecil yang ada di sana airnya sudah beku, beberapa orang berani sampai berdiri ke tengah. Saya juga mencoba, tapi cuma di pinggir takut esnya pecah dan saya nyebur, kan lagi-lagi tidak lucu. Kali ini yang mau foto dengan patung Bae Yong Jun sama Choi Ji Wo sedang sepi, jadi kamu buru-buru ngambil foto dulu sebelum ramai, dan benar kan... setelah itu langsung ramai dan antri untuk foto di depan patung mereka. 

Jajangmyeon di Asian Cuisine

Danaunya beku


Yang ini lebih luas danaunya


Pohon khas di Nami Island


Dekorasi baru kotak bendera di Nami Island


Foto di atas menariknya semua negara yang saya pegang sudah saya datangi. Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand. Kalau yang belakang-belakang belum... 😅 soon yah.... Setelah puas, kami bergegas menuju kapal ferry untuk pulang. Setelah kapal ferry mendarat, Desi ke toilet lagi dong, saya menunggu sambil ngitungin berapa menit lagi bis akan datang. Sampai di Gapyeong kami langsung ke stasiun kereta untuk kembali ke Seoul. Sementara para turis enak-enakan di bis tur, kami bergabung dengan para warga Korea di kereta bawah tanah. Di Korea selatan pemerintahnya akan broadcast pesan penting dengan sistem semacam alert yang langsung muncul di semua HP. Kami dapat pemberitahuan pertama saat di Gapyeong yang bikin cemas. Setelah di translate ternyata peringatan mengenai cuaca ekstrim. Pernah juga alert tentang kehilangan seoarang anak kecil. Lama-lama kami jadi terbiasa mendapat pemberitahuan seperti itu selama di Korea. 

Sampai di Seoul sudah malam, kami ke Myeongdong lagi dulu untuk membeli makan malam sekalian bungkus untuk sarapan. Karena di Chungmuro tidak ada tempat makan halal, hanya ada GS25 di dekat hotel untuk membeli air minum. Desi sudah ketagihan beli kue Bungeoppang yang berbentuk ikan atau Taiyaki nyebutnya di Jepang. Variasinya ada yang kacang merah untuk original, mangga, dan lain-lain. Sementara saya tetap setia dengan Fish Cake yang kombinasinya ada yang original, keju, daun perila, rice cake, dan lain-lain. Fish cake itu di Myeongdong harganya 4.000 KRW satu atau hampir Rp 50.000,- tapi saya tidak peduli, mumpung di sini, saya mau makan sampai puas. Kan capek kerja selama setahun, dihabiskannya dalam waktu satu minggu 😆.

Lanjut part 4



Pagi-pagi sekali kami sudah cus dari Hotel Edoya menuju bandara Tan Son Nhat. Kasihan sekali mas resepsionisnya lagi tidur terpaksa dibangunkan. Suasana kota Ho Chi Minh pagi hari itu sangat berbeda dengan semalam. Lalu lintas ramai dan lancar jaya saat dilewati. Karena saya sudah pernah ke Ho Chi Minh jadi saya tidak mencari oleh-oleh, tapi saat Desi membeli oleh-oleh di Bandara, saya akhirnya beli juga sedikit merchandise untuk diri sendiri. Karena kami transit dan sudah sekalian check in kemarin, maka sekarang kami hanya tinggal menanyakan gate pesawat kami.


Di Bandara Tan Son Nhat


Komposisi susunan kursi pesawat Vietnam Airlines kali ini 3 4 3 karena rutenya lumayan jauh. Kami mendapatkan kursi dekat jendela, di depan kami tidak ada kursi lain dan di sebelah kami kosong... perfect. Untuk kursi depan seperti yang kami dapatkan, layar monitor dan meja tersimpan di samping kursi, jarak kaki ke depan juga jadi lebih luas. Kami sudah memesan makanan halal, jadi saat pramugari membagikan makanan kami mendapat makanan duluan. Saat pesawat sudah mendekati Korea, pemandangan dari jendela sudah agak berbeda, suasana musim dingin sudah terlihat. Awannya menjadi lebih tebal, di jendela terdapat bintik bintik putih es.

Pemandangan dari jendela  


Makanan halal di Vietnam Airlines

Sore hari kami sampai di Korea. Melewati imigrasi juga tidak ada masalah. Jika dulu visa Korea tertempel di paspor, sekarang sudah berbentuk softcopy dan diprint untuk ditunjukkan di imigrasi. Lucunya saat menghadap petugas, akan ada suara mesin pemberitahuan sesuai bahasa negara masing-masing, untuk menghadap kamera dan meletakkan jari untuk di scan. Saat mengambil koper ada petugas yang ngasih tahu kami untuk melewati pemeriksaan barang sebelum gabung ke tur kami. Mohon maaf oennienya salah, karena kami tidak menggunakan tur dan nekat mau berbaur dengan citizen di Seoul. Untuk ke kota, kami sudah membeli voucher Arex pulang pergi. Tinggal mencari stasiunnya saja yang berada di B1. Dari mesinnya masukkan kode voucher dan kemudian akan keluar tiket kertasnya. Sebelum itu, kami sudah ke GS25 untuk membeli kartu transportasi untuk naik subway dan bis selama di Korea. Kartu Tmoney habis, jadi kami dikasih kartu CU yang fungsinya sama, beli kartu sekalian top up supaya bisa langsung digunakan. Setelah dapat kartu Arex kami langsung mau langsung masuk, tapi pintu otomatisnya bunyi, ternyata kata petugasnya kami baru boleh masuk beberapa menit sebelum kereta datang. Kereta Arex sudah sekalian reservasi tempat duduk, karena merupakan kereta bandara maka sudah pasti ada sekalian tempat untuk taruh koper besar. Perjalanan memakan waktu 40 menit ke Seoul secara ontime. Kami menuju ke Seoul stasiun sebelum lanjut ke stasiun Chungmuro. Nanti saat sudah di Seoul Station jangan lupa yang di scan untuk keluar bukan tiket Arex tapi kartu CU. Sebenarnya saya pengen pesan hotel di Myeongdong supaya tidak susah cari makan (sekalian belanja). Tapi tidak ada hotel dengan harga yang cocok untuk kami selama 6 malam. Kalau mau ganti hotel, saya malas karena akan buang waktu dan repot. Maka terpilihlah lagi hotel di Chungmuro Golden Park. Tempatnya sangat strategis, keluar dari exit 7 jalan sedikit sudah sampai. Exit 7 ini ada 2 jalan keluar, tangga biasa dan lift. Sebenarnya lift untuk orang tua dan berkebutuhan khusus, namun karena kami bawa koper berat kami jadi menggunakan lift. Lift menutupnya super lambat mungkin karena untuk orang tua itu tadi. Saat di Korea jangan lupa untuk instal aplikasi Kakao Metro untuk bis dan subway, juga Naver map untuk peta. Naver map sangat lengkap sampai posisi exit setiap stasiun sangat jelas. Google map bisa juga digunakan tapi tidak bisa menunjukkan direction dari mana mau ke mana, tapi untuk live menunjukkan posisi kita masih bisa. 

Hari sudah malam saat kami sampai di Seoul, udaranya super dingin. Kostum sudah diganti sejak dari Incheon, sendal sudah ganti boot, coat sudah dipake. Hari itu tidak turun salju, tapi sisa salju masih banyak terdapat di mana-mana, khususnya di bagian pinggir jalan yang tidak dibersihkan. Jalan menuju hotel juga basah oleh es, kami jalan super hati-hati agar tidak jatuh. Kalau jatuh kan tidak lucu, iya kalau es nya bersih, ini esnya sudah kotor bercampur tanah. Kami dapat kamar di lantai 8 di Hotel Golden Park, resepsionis di lantai 10. Ini sepertinya sudah semi hostel, handuk, tisu dan keperluan lain bisa ambil sendiri. Ada juga dapur untuk keperluan sederhana seperti membuat kopi, teh dan menyeduh mie. Sudah lengkap ada dispenser dan banyak sachet kopi, teh dan lain-lain. Kami memesan kamar dengan twin bed. Kalau masalah toilet, di hotel pasti aman untuk keperluan bersih bersih pup dan pee. Tapi kalau sudah di tempat umum termasuk di pesawat, kami sudah menyediakan bidet portable yang dibeli secara online. Tinggal isi air di wastafel sebelum dipakai. Saya memastikan selalu mengosongkannya setelah selesai dipakai dan dilap menggunakan tisu sebelum masuk bungkus dan disimpan di tas, karena ditas banyak barang lain, terutama paspor yang jangan sampai basah kena air. Saya kangen bidet ala Jepang yang pilihan tombol toiletnya banyak, nanti suatu waktu saya akan ke Jepang lagi juga.

Di kamar sempat buka TV sebentar, pengen nonton drama Korea langsung di negaranya, saat ini yang sedang tayang ada beberapa yang saya ikuti. Ada juga drama lama yang diputar ulang oleh beberapa stasiun TV dan TV hotelnya juga bisa sekalian buka database drama secara gratis tanpa perlu login akun kami. Tapi ini bukan smart TV, jadi tidak ada Netflix dan yang lainnya. Untuk makan malam, kami naik subway  1 stasiun line 4 ke Myeongdong. Kami makan di Busan Jib, tapi... ramai sekali. Ternyata Busan Jib sudah diperluas, ada 3 pilihan tempat makan, menu Korea, menu daging dan menu ayam. Karena yang paling memungkinkan ada kursi kosong, maka kami jadi makan ayam malam itu. Pilihannya banyak ada yang original maupun dengan bumbu khusus. Karena lapar bukan main kami jadi kalap. Desi malah memesan dua rasa masing-masing 1 porsi. Saya langsung mengingatkan, harga 1 porsi adalah 30.000 KRW itu sama dengan 300.000 lebih kalau di rupiahkan. Mungkin karena bru pertama kali, jadi Desi belum sadar besarnya untuk hitungan uang won dibanding rupiah, walau sebenarnya jangan juga terlalu mikir konversi ke rupiah sih kalau belanja, karena bisa-bisa tidak belanja. Tapi untuk makan malam sampai 600.000 rupiah itu tetap kemahalan yeorobun... 😅 akhirnya diputuskan beli 1 porsi saja mix 2 rasa untuk sharing plus nasi masing-masing. Sempat jajan juga di seputaran Myeongdong, untuk sarapan. Egg bread, fish cake yang sudah saya idam-idamkan dan susu pisang yang bisa disimpan di kulkas. 

Ayam di Busan Jib

Egg bread

Fish Cake

Susu pisang

Besoknya, kami jalan agak siang karena masih capek. Kalau mau ke Nami Island harus pagi-pagi karena jauh, tapi hari ini diputuskan akan ke tempat yang dekat-dekat saja. Namsangol Hanok Village dan Namsan Tower. Saya  sudah pernah ke kedua tempat ini. Namun kali ini akan menggunakan transportasi yang berbeda dibanding dulu. Nanti saat ke Namsan Tower perginya akan menggunakan bis, pulangnya baru pakai cable car. kami juga akan ke rumah Lee Min Ho di dekat stasiun Cable Car Myeongdong. Namsangol Hanok Village tepat berada di seberang jalan hotel kami. Jadi kami keluar hotel tinggal menyeberang jalan. Masuknya masih gratis, tapi sayang perumahan dengan gaya jaman dulu seperti di drama-drama dikunci tidak boleh dimasuki. Jadi kami keliling-keliling di seputaran taman saja. Yang berbeda lagi adalah banyak salju di sana kali ini, saat saya ke sini 4 tahun lalu tidak ada salju. Jadi sekarang muncul kenorakan saya ngeliat salju, maklum belum pernah ketemu langsung. Dulu waktu ke Jepang cuma ngeliat dari Shinkansen dan kena hujan salju sedikit saat di Kyoto, kemudian saat dulu ke Seoul kena salju juga cuma sedikit tanggal 1 Januari 2020 saat mau pulang dan dalam perjalanan ke bandara, jadi sekarang baru puas rasanya benar-benar ketemu salju. Salju kalau dipegang sangat halus seperti es serut, tapi kalau sudah banyak diinjak jadinya keras dan licin membuat kita jadi beresiko jatuh. Di area jalan, salju sudah dibersihkan, tapi di area lain tetap banyak sisa salju yang tidak dibersihkan. Foto-foto narsisnya jadi keren dengan latar belakang berwarna putih. 

Di Namsango Hanok Village


Ada yang sudah membuat boneka salju


Di depan perumahan jaman dulu yang dikunci


Satu lagi foto narsis dengan salju


Setelah puas, kami lanjut ke Namsan Tower. Tanpa menyeberang jalan kami jalan sedikit ke kanan dan menunggu bis. Ke Namsan tower naik bis no 1B melewati 3 stasiun. Jaraknya lumayan dekat walau perjalanannya mendaki. Ke Namsan tower direpotkan oleh sarung tangan. Ceritanya saya bawa sarung tangan yang bisa touch screen, tapi karena saya belinya sudah lama, sudah sulit berfungsi saat dipakai terutama di bagian jempol dan telunjuk saat membuka hp. Repot kan mau buka pakai sarung tangan, akhirnya semalam saya beli sarung tangan baru di Myeongdong. Sarung tangannya cuma dibolongi dibagian jempok dan telunjuk, tapi saat dipakai, benangnya berserabut dan jadi gatal kalau pas kena muka. Akhirnya kembali tetap pakai sarung tangan lama dan malamnya pinjam gunting diresepsionis untuk melubangi bagian jempol dan telunjuk kanan. Bye bye sarung tangan 10.000 Won...

Balik lagi ke cerita di Namsan Tower, kami jalan mendaki ke atas. Kali ini kami tidak sampai naik ke menaranya, cuma foto-foto di bawah. Ketemu lagi dengan tempat para gembok cinta tertambat, saya tidak perlu repot nyari gembok saya karena tidak ada... 😅, lain lagi kalau ke Mekah, Jabal Rahmah dan Raudah.... karena doa saya tertinggal di sana... 😄. So... di Namsan Tower kami syuting dan foto-foto cantik sampai lelah sendiri... 

Di Namsan Tower


Gembok cinta tertambat di sini


Pulangnya ke Myeongdong naik cable car, antriannya tidak sepanjang dulu. Sesampainya di seberang, sebelum jalan ke Myeongdong kami ke satu rumah yang lokasinya dipakai bagian depannya saja sebagai rumah Lee Min Ho di drama The Legend of The Blue Sea. Super dingin, jadi kami tidak lama dan lanjut jalan kaki. Kami makan di Kampungku di dekat Pacific Hotel. Restoran Malaysia ini tidak semahal Busan Jib. Menunya ada yang Malaysia dan Korea. Kami makan siang sekalian numpang sholat. Saya memesan Bibimbap dan Desi memesan Bulgogi, untuk Bulgogi saya putuskan akan makan di Busan Jib saja, karena di sana dimasak langsung di meja masing-masing dan lebih fresh. Di Kampungku ramai juga dan isinya tentu saja semuanya muslim. Saya ketemu mbak-mbak Indonesia yang lagi makan juga, sepertinya dia tinggal di Korea, saya pernah nonton vlognya, tapi tidak jadi menegur jangan-jangan nanti salah orang.

Rumah Lee Min Ho


Bibimbap saya


Hari sebenarnya masih sore, tapi kami putuskan kembali ke hotel untuk istirahat menyimpan tenaga, karena besok bakal keluar pagi-pagi untuk ke Nami Island. Antangin benar-benar jadi andalan kalau badan sudah mulai tidak fit dan tenggorokan kering. Counterpain dan koyo Hansaplast sudah mulai dipakai untuk mengurangi dan mencegah pegal, tapi akibatnya kulit saya jadi gatal-gatal. Lip balm juga sudah dipakai, tapi sama sekali tidak membantu, mungkin karena pengaruh salju juga, bibir saya tetap pecah-pecah karena dingin. Ya ini resikonya traveling saat musim dingin. Kalau mau traveling saat musim panas masa saya mengorbankan cuti lebaran saya, nanti saya nangis sepanjang jalan ingat rumah apalagi saat malam takbir... 😎. Setelah di hotel nonton drama secara random, Extraordinary Attorney Woo dan Taxi Driver, malamnya kami ke Kampungku lagi. Kali ini beli Budae Jjigae untuk sharing. Porsinya banyak, kami makan sampai kenyang. Desi sudah menyerah padahal makanannya masih banyak. Saya yang sayang makanan jadi korban, berusaha menghabiskan si Budae Jjigae sendirian.... semangat!!

Budae Jjigae di Kampungku


Lanjut ke part 3

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...