Jadwal shinkansen kami dari stasiun Tokyo adalah jam 8 lewat 3 menit. Itu pasti tidak akan ngaret. Jadi dengan perhitungan menggeret koper sepanjang jalan Ueno menuju stasiun, belum lagi perjalanan kereta ke stasiun Tokyo dari Ueno, maka kami putuskan keluar hotel jam setengah 7. Kami pamit sama ibu baik di sana. Saking terkesannya kami ngobrol sama beliau, lupa kalau mau ngejar shinkansen dan hari mulai terang. Si ibu dulu pernah cerita ke Jogja tapi pesawatnya delay, aduh jadi nggak enak, karena selain delay yang sudah biasa bagi Indonesia, si ibu juga harus waspada dengan segala keriuhan, tidak seperti di Jepang yang serba teratur. Cerita Dilla saja waktu mau berangkat dari Jakarta kemarin, karena pesawat ANA sedikit terkendala dan terlambat, pihak ANA mendatangi satu-satu penumpang untuk minta maaf, ya soalnya kan orang Jepang terkenal tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada si ibu atas service nya selama kami di sana. Kami juga menyayangkan tahun baru pas balik ke Tokyo, Hotel New Tohoku sudah full booking. Untuk kenang-kenangan kami minta foto sama si ibu, dan jawaban beliau bikin kami tertawa "I am too old " yah si ibu, masak mau foto sama-sama, harus muda dulu. Si ibu masih cantik kok, dandanannya sudah oke walaupun masih pagi. Si ibu juga cerita, Tokyo terakhir turun salju sekitar lima tahun yang lalu, sementara Kyoto sepertinya bakal lebih dingin. Setelah mengucapkan sayonara, kami menerjang udara dingin Tokyo untuk ke tempat yang lebih dingin lagi yaitu Kyoto.

Tak pernah terpikirkan olehku suatu saat aku akan naik Shinkansen, dan ketika hal tersebut terwujud hari ini, rasanya bahagia bukan main... *elus-elus kepala Shinkansen*. Jadi dari stasiun Ueno, kami ke stasiun Tokyo geret-geret koper yang luar biasa berat. Naik Shinkansen Hikari ke Kyoto yang sudah tercover dalam JR pass, kami sudah memesan tempat duduk saat di Narita, dan sekarang tinggal tunggu berangkat. Jangan tanya detail Shinkansen karena aku tidak paham, Dilla yang lebih ngerti untuk jenis-jenisnya, yang tidak dimengerti Dilla adalah arah jalan, biarin aja dia jalan sendiri, pasti tersesat.. hahaha...

Oke, nunggu Shinkansen di stasiun khusus tempatnya terbuka. Superrrr dingin, jadi kami masuk dulu ke ruangan yang memang tersedia di sana untuk menghangatkan diri. Benar-benar terbalik, di Indonesia, cuaca luar panas, masuk ruangan cari yang dingin, di sini masuk ruangan cari yang hangat karena di luar lebih dingin dari freezer kulkas. Duh gimana ya cuaca Jepang kalau musim panas...

Karena jalannya cepat, Shinkansen kepalanya harus lonjong ya...


Interior dalam Shinkansen yang seperti pesawat


Perjalanan dari Tokyo ke Kyoto kalau dilihat di peta lebih jauh dari jarak Palembang ke Lampung, tapi waktu tempuhnya hanya memakan waktu dua jam lebih sedikit. Sepanjang perjalanan aku sibuk pamer ke beberapa grup WA dan chat pribadi ke Yulis yang kangen pengen ke Jepang lagi, tidak ketinggalan posting juga ke instagram pastinya. Para petugas yang hilir mudik di gerbong, punya tingkat kesopanan yang baik, tiap kali selesai melewati gerbong, mereka akan berbalik dan membungkuk ke arah penumpang, luar biasa emang orang-orang Jepang ini. Diperjalanan kira-kira sejam kemudian, kok suasana jadi agak heboh ya ngeliat pemandangan di luar, dua bule buru-buru ke tempat diantara gerbong untuk mengambil foto, Oh My God, kami lewat Gunung Fuji ternyata, memang sih dari jauh, tapi jelas sekali terlihat tanpa tertutup awan.

Buru-buru aku mengikuti jejak para bule berdiri diantara gerbong untuk mengambil foto karena aku juga duduk di lorong bukan dekat jendela, tapi Shinkansen nya cepet bener, Gunung Fujinya hilang lagi diantara bebukitan... para bule sudah kembali ke tempat duduk masing-masing karena sudah dapat foto, sementara aku belum. Ya udah balik lagi duduk dengan kecewa. Sebenarnya sih aku sudah beruntung bisa melihat Gunung Fuji, karena yang sengaja datang ke sana pun banyak yang kecewa karena Gunung Fuji tertutup awan. Tapi kan pengen punya foto yang bagus. Tengah cemberut seperti anak kecil, eh tiba-tiba Gunung Fujinya kelihatan lagi, malah lebih dekat, tanpa buang waktu aku buru-buru kembali ke ruangan antar gerbong, sepuasnya mendokumentasikan pemandangan cantik yang kami lewati... yeeee. akhirnya aku termasuk orang yang beruntung berhasil melihat Gunung Fuji, tidak nyesal kemarin tidak jadi ke Kawaguchi karena sekarang sudah lihat langsung... *Peluk Gunung Fuji*.

Gunung dengan topping es serut


Belum selesai keberuntunganku ternyata hari itu, setelah melihat Gunung Fuji, ternyata kami dikasih rezeki bisa melihat pemandangan berikutnya. Yaitu.... salju... Oh My God lagi... buru-buru ke tempat diantara gerbong lagi untuk memfoto dan membuat video daerah bersalju tebal yang kami lewati. Wah seru ya.. tapi nanti dulu apakah Kyoto bakal seperti itu juga, karena terus terang sepertinya aku nggak sanggup kalau menghadapi salju secara langsung, salju hanya bagus kalau dari jauh, kalau dari dekat sepertinya aku bakal nyerah... Tapi ternyata syukurlah, Kyoto tidak bersalju tebal seperti yang kami lewati di Shinkansen. Balik ke kursi, Dilla masih duduk manis, sementara kalau aku grasak grusuk dokumentasi, Dilla lebih slow menikmati moment...

Rumah Oshin di mana ya


Puas dapat banyak pemandangan bagus selama di Shinkasen, kami tiba di Kyoto. Setelah merasa fasih mempelajari peta kereta Tokyo, sekarang harus belajar peta kereta di Kyoto. Dari Kyoto kami tetap naik kereta JR menuju stasiun Tofukuji kemudian pindah ke jalur Keihan line. Di jalur JR memang ada stasiun Inari yang berada tepat di depan Gerbang Fushimi Inari, tapi kami mau pilih jalur Keihan karena stasiun Fushimi Inari lebih dekat ke hotel kami.

Sambil menunggu kereta, dapat anugerah yang tidak disangka. Kyoto hujan salju saudara-saudara, walaupun sedikit tapi yang turun benar-benar salju, bukan air biasa. Perasaan saat itu antara bahagia merasakan salju dan khawatir karena kedinginan yang semakin menusuk. Ya udahlah ya, lihat salju tebal sudah tadi di jalan, kena langsung juga sudah, tapi semoga jangan ditambah lagi ya Allah, nggak kuat rasanya princess... Yah mau bagaimana lagi, libur cuma dapat lebaran sama Desember, ya ketemunya musim dingin kalau nggak mau nekat pergi lebaran.

Kereta JR di Kyoto tidak sesering di Tokyo, jadi kami menunggu agak lama sebelum datang keretanya. Setelah datang, leganya karena di dalam kereta ada penghangat. Di depan dudukku ada keluarga dari Indonesia mendengar dari bahasa mereka. Jadi kalau mau wisata kota emang Tokyo, tapi kalau mau yang tradisional, Kyoto salah satunya, turis banyak bener di sini, lebih banyak dari di Tokyo. Tiba di stasiun Tofukuji, kami berniat beli tiket sekali jalan, karena JR Pass dan Suica tidak berlaku di sini. Tapi kok nggak ngerti ya pakai mesinnya, mana nggak ada petugasnya lagi. Ya udah, akhirnya terpaksa balik lagi ke jalur JR naik kereta ke Inari, sambil narik koper jalannya jadi agak jauh menuju ke hotel.

Stasiun kereta Inari benar-benar persis di depan gerbang Fushimi Inari yang berwarna orange, Kalau dilihat stasiun kereta di Kyoto kental nuansa kedaerahannya, aku jadi ingat kalau naik kereta ke Prabumulih dan Lampung hahaha... soalnya jalan kereta bisa melewati jalan mobil, jadi ada palang pembatas yang menutup jalan mobil dengan bunyi khas, tiap kali kereta mau lewat, tidak seperti di kereta Tokyo yang punya jalan sendiri di atas. Satu persamaannya antara Kyoto dan Tokyo (Ueno), banyak suara burung gagaknya...

Palang kereta di Kyoto


Walaupun seribu gerbang orange sudah di depan mata, tapi kami memutuskan akan meletakkan koper dulu di hotel, jalannya sebenarnya tidak terlalu jauh, dan kami melewati rel kereta, termasuk stasiun kereta Fushimi Inari di Keihan Line. Kali ini kami menemukan hotelnya dengan mudah, karena Stay Inn Koto berada di pinggir jalan. Tapi kok aneh ya, pintu depannya terkunci, dan setelah dibaca, di pintu ada keterangan kalau resepsionis ada dari jam 2 siang sampai jam 10 malam. Sementara kalau mau ke kamar ada jalan lewat samping tapi harus pake password. Maka celakalah kami, karena sekarang baru jam 12 siang, kalau mau menunggu, kami akan menyia-nyiakan 2 jam yang berharga, tapi kalau mau jalan ke Fushimi Inari, kopernya berat cuy, mau titip di mana. Tengah kami seperti anak hilang duduk di depan hotel, kira-kira setengah jam kemudian lewat Bapak-bapak yang bicara dalam Bahasa Jepang yang kira-kira artinya kalian mau masuk hotel, tapi tidak bisa. Duh si bapak baik deh, dia tanpa diminta menelpon ke hotelnya, kemudian jalan ke samping dan membuka pintu samping yang ternyata tidak terkunci dan menyuruh kami masuk. Mungkin si Bapak sudah maklum dengan peraturan hotel itu sehingga dia kasihan melihat kami, setelah kami berterima kasih, si Bapak lanjut jalan. Tuh kan orang Jepang, walau nggak bisa Bahasa Inggris pun pasti bantu, diminta atau tidak diminta. Rasanya pengen menetap di sana deh, nggak usah balik ke Palembang... boleh nggak ya... *kena pentung bos disuruh pulang*

Jadi kami meninggalkan koper di hotel walau belum check in menuju ke destinasi utama selama di Kyoto yaitu seribu gerbang Fushimi Inari. Sepanjang jalan, banyak orang jual merchandise dan makanan. Aku masih hati-hati memilih makanan, sementara Dilla tertarik membeli Taiyaki, kue khas Jepang yang berbentuk ikan. Karena aku juga alergi seafood artinya aku juga tidak bisa makan Takoyaki yang juga dibeli oleh Dilla, nasibku ya...

Turis super banyak di sini, rame pake banget. Bule maupun Asia, semuanya ada, banyak juga yang menyewa kimono di sini... jalan-jalan pake kimono sepertinya asyik, sebenarnya kami juga berniat menyewa kimono, tapi nanti besok saja di Arashiyama. Gerbang di Fushimi Inari ini memang pantas kalau dibilang seribu, karena super banyak nggak habis-habis. Kalau mau ambil foto di gerbang awal pasti nggak akan bisa karena penuh orang, jadi ngambil fotonya puas kalau sudah jalan jauh, karena sudah mulai sepi. Di sana ada rute-rutenya kalau dilihat dari peta, ada yang menuju ke suatu tempat-tempat tertentu dan balik lagi. Jalannya ada yang datar ada yang menanjak menaiki tangga. Di udara yang dingin seperti itu, sudah kalau ngomong keluar asap dingin, sekarang ngos-ngosan jalan karena medannya semakin berat. Untuk ngambil fotopun, sarung tangan kanan harus dilepas, jadi sarung tangan kananku itu lepas pasang kalau untuk lihat GPS dan mengambil foto, akibatnya beberapa kali hilang. Pertama ada cewek bule yang menyenggol bahuku dari belakang, ngasih sarung tanganku yang katanya jatuh, kedua oleh bapak-bapak masih bule yang memungut sarung tanganku dan ngasih ke aku yang lagi nyari-nyari, ketiga ketinggalan di toilet, untung saat kucari akhirnya ketemu tergeletak di lantai. Yah artinya Alhamdulillah masih rezekiku tidak harus beli yang baru. Jadi, kalau mau pergi ke negara dingin lagi lain kali, harus beli sarung tangan khusus winter yang bisa touch screen.

Makin lama kok ya perasaan, gerbangnya makin banyak, seperti tidak ada habisnya... Akhirnya kemudian aku mengibarkan bendera putih nggak sanggup kalau mau sampai gerbang terakhir, apapun yang ada di ujung sana, aku sudah tidak sanggup lagi kalau mau meneruskan jalan ke atas. Setelah aku puas ngambil foto, aku putuskan menunggu, sementara Dilla masih mau lanjut ke atas. Sambil menunggu, aku ngeliatin kucing-kucing peliharaan di sana yang gemuk-gemuk dan berbulu tebal. Di sana ada beberapa spot tempat untuk istirahat, misalnya toko atau toilet umum, tempat aku menunggu adalah salah satunya. Setelah beberapa lama, Dilla muncul dan katanya perolehannya di atas adalah melihat Kota Kyoto dari atas.

Gerbang depan


Akhirnya ke sini juga


Si dedek gendut


Untuk keluar dari Fushimi Inari, kami melewati rumah-rumah penduduk yang banyak bergaya seperti rumah Nobita. Nanti kalau sudah melewati rumah penduduk, kami akan melewati toko-toko merchandise dan jajanan yang sangat menarik. Dango dan segala makanan khas Jepang rasanya ada di sini. Di dekat jalan keluar atau masuk, ada banyak terdapat gantungan-gantungan seperti mainan gerbang atau torii berwarna orange, yang sepertinya sama seperti kuil lainnya berisi doa dan harapan pengunjung.

Rumah penduduk Kyoto


Pemandangan kota Kyoto yang dilihat Dilla


Torri-torri kecil di depan Fushimi Inari


Sebelum pulang, kami berniat mencari makan dulu, di halal kari udon, yang bisa dicapai dengan berjalan kaki. Tapi sayang sekali, setelah sampai di sana ternyata tutup, sementara untuk ke tempat halal yang lain lumayan jauh, jadi aku menyerah mengajak Dilla makan seadanya saja. Mampir ke family mart, beli roti, onigiri, sambil nanya ke pegawainya yang mana yang tidak mengandung pork. Kami juga masih menyimpan pop mie, ramen halal dari Laox, sereal, coklat dan kopi di koper, jadi rencananya makan itu saja.

Sampai di hotel, resepsionisnya sudah ada. Cewek Jepang yang ceria bernama Riko, Dilla memanggilnya Riko San. Riko sangat menyenangkan, ketika kami bilang dari Indonesia dia langsung ingat Tsunami di Lampung dan ikut prihatin mendengarnya. Kemudian, ternyata koper-koper kami sudah dibawanya ke lantai 4, luar biasa dia, ngangkat dua koper tanpa lift ke lantai 4. Sambil mengurus proses check in, Riko ngasih kami penjelasan mengenai hotel Stay Inn Koto, kami boleh mengambil makanan kecil di sana dengan batas harga tertentu, tentu saja kami bertanya yang mana yang tidak mengandung pork. Air panas bisa dibuat sendiri dan dapur bebas digunakan, asal kalau sudah dibersihkan. Untuk kamar mandi dan toilet ada terpisah di lantai 4. Terus karena kami nanti bakalan check out pagi, sementara resepsionis buka jam 2 sampai jam 10 malam, maka kami dikasih tau harus taruh kunci dimana untuk check out. Kemudian aku tertarik melihat peta dunia yang ada di dinding dapur, tebakanku ternyata benar, peta itu menunjukkan asal tamu yang menginap di sana. Aku dapat kehormatan mengambil jarum pink untuk kutusuk di Palembang... hehe... ternyata Palembang belum ada... jadi kami adalah tamu pertama dari Palembang yang menginap di sana. Hebat ya, kalau orang lain menusuk jarum di peta yang sudah didatanginya di dunia, tapi di hotel ini orang di dunia yang mendatangi mereka.

Selesai urusan check in, kami diantar ke kamar kami di lantai 4. Kamar kami bergaya Jepang, dengan tempat tidur Futon, meja di lantai dan lemari Dora Emon, kepalang tidur di Jepang kan ya, jadi sensasinya harus dapat. Untuk kamar mandi ada satu di ujung, dan toilet ada satu di dekat pintu keluar. Bisa dipakai bersama untuk 3 kamar di lantai 4. Di kamar mandi, tersedia air hangat dan air dingin, serta toiletries lengkap.

Peta tamu di Stay Inn Koto


Tempat tidur


Lemari Doraemon


Meja dan kursi


Untuk keperluan makan malam, setelah mandi dan sholat, kami memerlukan air panas. Sambil mau ngasih Riko uang cas karena bayar pake kartu kredit sebesar 800 JPY, Dilla akan turun kebawah menemui Riko. Tapi begitu buka pintu menuju tangga luar, angin dingin langsung menerpa, hujan salju lagi ternyata di Kyoto, Dilla buru-buru turun dan aku buru-buru menutup pintu dan menuju kamar. Dilla rencananya akan membawa mangkuk besar untuk bikin mie dan coklat. tapi kok lama ya, sambil menunggu aku berusaha memanaskan suhu kamar yang ternyata sudah maksimal. Masih terasa dingin, emang ACnya yang tidak sepanas hotel kami di Tokyo, atau Kyoto yang emang lebih dingin entahlah.

Hotel di Kyoto ini tidak ada TV, tidak seperti di New Tohoku. Tapi aku sudah copy drama Korea Terius Behind Me di hp kalau lagi iseng nggak ada kerjaan. Lagi asyik nonton ahjussi ganteng, Dilla akhirnya sampai di kamar membawa baskom putih yang katanya air hangat yang ternyata sudah dingin karena Dilla menerobos hujan salju sambil membawa baskom tersebut. Yo wes, jadinya gagal masak ramen, karena walau sudah direndam lama, mie nya tetap keras seperti kerupuk. Ini benar-benar jadi cerita bagi kami. Saat seperti inilah sepertinya kami rindu Indonesia,  rindu ngegojek, ngegofood... Hehehe...  Coba deh bisa pesan nasi goreng atau bakso sekarang... Baru sadar,  memang orang malas tuh jadi bikin kreatif... *ngunyah ramen keras*

Ternyata Dilla lama dibawah karena cerita-cerita dulu sama Riko, mereka sudah saling tukar kontak line, dan saling follow instagram. Riko pengen ke Indonesia, maka Dilla kasih rekomendasi tempat-tempat seperti Bali dan Jogja untuk dikunjungi. Yah semoga Riko bisa mengunjungi Indonesia suatu saat nanti dan bersabar menghadapi ribetnya macet, delay dan lain-lain.

video youtube 1

video youtube 2

Lanjut Part 6

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...