Shubuh di Tokyo jam 6 lewat 20 menit, sebenarnya aku sudah pasang alarm, dan ketika alarm berbunyi aku masih mengulur waktu 10 menit lagi untuk bangun. Rasanya super capek, karena kemarin malam tidur seadanya di Bandara dan kemudian 7 jam lebih di pesawat. 10 menit yang kumaksud itu bablas sampai beberapa lama, yang jelas saat membuka mata, rasanya kamar seharusnya gelap, tapi kok ada cahaya yang bersinar di kamar, dengan setengah sadar dan lugu aku bertanya ke Dilla yang juga terbangun. "Dil, itu cahaya dari mana?" dan untung Dilla juga melongo, tidak menjawab kalau cahaya itu dari Tuhan, karena ternyata kami kesiangan dan cahaya itu berasal dari jendela..... *langsung meloncat bangun belum solat Shubuh*

Jadwal hari ini padat, jadi kami memutuskan harus mulai pagi-pagi. Keliling Ueno Park dulu, masuk Ueno Zoo, Shinjuku, Harajuku, Shibuya dan Ebisu. Karena aku penonton Hana Yori Dango, aku harus ketemu dengan patung Saigo Takamori, tempat Tsukushi dan Tsukasa janjian ketemu di Ueno Park. Aku juga pengen foto di monumen di Ebisu Garden Place tempat mereka lagi-lagi janjian ketemu. Juga pengen merasakan sensasi menyeberang jalan di Shibuya, dan tak ketinggalan ketemu patung Hachiko.

Suasana di depan Hotel New Tohoku


Btw, pemilik Hotel New Tohoku baik deh, kami mau menyewa colokan untuk charger hp, di kasih gratis sama mereka, nggak perlu bayar. Sayang sekali, nanti pas tahun baru hotel mereka sudah penuh. Hotel kalau malam yang jaga Bapak-bapak, kalau siang gantian orang lain yang sepertinya istrinya dan ibunya. Mereka semua ramah dan baik, walau kalau ngomong, aku agak susah mengerti pengucapan mereka dalam Bahasa Inggris dengan logat Jepang, misalnya menyebut "three nights" menjadi "siri nak",  seperti dalam cara mereka menyebut mcdonald menjadi makudonarudo...

Pagi-pagi sebelum jalan, kami mampir dulu ke pasar Ameyoko, dimana ada beberapa kedai kecil yang menjual kebab halal. Saat keluar hotel, angin dingin yang luar biasa menerpa, tapi kali ini kami sudah lebih siap, sudah pakai coats dan sarung tangan. Di jalan, orang-orang Jepang berjalan dengan sangat cepat, pakaian mereka rapi-rapi dan satu yang kuamati, mereka lebih suka memakai coats gelap seperti warna hitam, coklat dan biru, baik pria maupun wanita.

Di Ameyoko, kebabnya enak, dan banyak orang muslim terutama Indonesia makan di sana. Mungkin saking banyaknya orang Indonesia yang ke sana, si penjual jadi bisa Bahasa Indonesia. Bukan cuma terima kasih dan selamat datang, tapi mereka juga sampai bisa menjelaskan menu yang dijual sampai ke pilihan saos yang mereka miliki. Makannya pake senpu plastik, yang merupakan sendok sekaligus garpu, sendoknya ada bagian yang bisa menusuk seperti garpu. Yang seru sambil makan, kami mengamati satu sama lain yang kalau ngomong, dari mulut keluar asap dingin... duh udah kayak di film-film ceritanya...

Kami di Ameyoko


Chicken with rice, nasinya ngumpet di bawah... Makannya dengan senpu


Setelah kenyang kami mulai perjalanan yang pertama. Yaitu ke Ueno Park. Pengennya terus pakai sarung tangan, tapi karena harus buka GPS, jadi sarung tangan kanan buka pasang terus-terusan. Salah strategi, seharusnya aku cari sarung tangan yang bisa touch screen, agar bisa sambil membuka hp.

Ueno Park berada tak jauh dari stasiun Keisei dan juga JR. Buka GPS tidak butuh waktu lama sudah ketemu tempatnya. Tempatnya luas dan bersih, walau masih pagi, tapi yang berkunjung sudah banyak. Selayaknya musim dingin, pohon-pohon di sana kebanyakan daunnya sudah berguguran, termasuk Sakura yang kami lihat tinggal batangnya doang.

Patung Saigo Takamori


Salah satu lokasi di Ueno Park


Salah satu kuil yang ada di sana


Hore masih ada sedikit bunga Sakura


Bayangkan kalau ke sana musim semi, pasti indah sekali Sakuranya...


Keinginan-keinginan dan doa pengunjung yang ditinggalkan di sana


Puas keliling-keliling Ueno Park, kami kemudian masuk ke Ueno Zoo, tiketnya 600 JPY. Begitu masuk, antrian yang paling panjang adalah untuk melihat giant panda. Kami memutuskan tidak akan ikut antri, karena waktu terbatas dan masih banyak tempat yang akan dikunjungi selain Ueno. Kebanyakan hewan di sana adalah juga hewan tropis, yang sudah pernah kulihat. Yang baru kulihat adalah Polar Bear dan Burung hantu putihnya Harry Potter, Hedwig. Selama di Jepang, aku jarang melihat anak kecil, apakah ini menggambarkan bahwa memang orang Jepang sudah banyak yang enggan untuk punya anak, aku tidak tahu, tapi yang jelas di Ueno Zoo banyak sekali anak-anak kecil. Saat lagi ngeliat harimau, anak kecil di dekatku sangat sibuk mengoceh mengomentari apa yang dilihatnya. Saking takjubnya aku melihat dia mengoceh dalam Bahasa Jepang yang super cepat, aku berkomentar kalau tuh anak ngoceh nggak pakai titik koma lagi. Beruntungnya aku, ibunya nggak ngerti kalau aku barusan iseng ngomentari anaknya...

Polar bear lagi pacaran


Sebelum keluar dari Ueno Zoo dan mulai menggunakan kereta JR. Kami mencoba toiletnya dulu. Nah ini, salah satu benda favoritku selama di Jepang. Toilet dudukan dengan berbagai macam tombol. Air yang muncul dari depan, dari belakang, maupun menyebar. Juga ada musiknya kalau mau menyamarkan suara. Semuanya kucoba satu-satu. Karena musim dingin, air yang keluar juga hangat. Untuk tombol flush, juga bermacam-macam tergantung toiletnya. Ada yang di dekat tombol bidet, ada yang agak jauh seperti yang ditemui Dilla di Narita kemarin, dan satu lagi aku pernah ketemu tombol flush yang menggunakan sensor tangan. Jadi.... intinya di Jepang, kita harus melek teknologi dan cepat belajar, karena semuanya serba canggih dan juga tertib. Tapi secanggih-canggihnya toilet di Jepang, masih ada juga beberapa tempat yang hanya menggunakan tissue untuk bersih-bersih. Tissue khusus yang memang setelah buat bersih-bersih dibuang ke toiletnya.

Tombol toilet di Jepang


Setelah puas di Ueno, kami lanjut menuju stasiun Ueno. Stasiunnya ramai, orang lalu lalang menuju tujuan masing-masing. Stasiun Ueno memiliki beberapa jalur kereta seperti Ginza, Hibiya dan JR Yamanote line. Untuk masuk ke area JR Yamanote Line, pemilik JR Pass tidak melewati gerbang mesin, tapi lewat posisi paling samping yang dijaga petugas dan tunjukkan JR pass nya. Hanya saja harus tahu dulu mau ke jalur yang mana, karena jalur JR Yamanote Line punya dua jalur, dilihat dari peta, ada yang melewati Okachimaci, atau melewati Uguisudani. Memang sih, jalur JR melingkar, tapi kan kita mau pilih jalur terdekat. Untuk itu, maka kami menanyakan ke petugas, jalur menuju Shinjuku dan kemudian kami mendapatkan informasi pada track nomor berapa kami harus menunggu.

Stasiun kereta di Tokyo menurutku tidak terkesan wah seperti Singapura atau Hong Kong. Atapnya juga agak rendah, tapi ini tentu saja karena operasi kereta di sana sudah sangat lama, dan Tokyo memiliki jalur kereta paling ribet dari yang pernah kulihat di tempat lain. Semua orang Jepang yang bertugas di bagian pelayanan pasti membantu dan Bahasa Inggrisnya bagus, penduduk Jepang yang kami tanya juga walau kurang bisa Bahasa Inggris tapi pasti berusaha bantu sebisa mereka. Kalau mereka sudah bilang "ettoooo...." artinya mereka sedang mikir mau jawab apa.

Seperti kebanyakan metro subway, jalur kereta di Jepang juga beroperasi di bawah tanah, tapi untuk JR Yamanote line tidak beroperasi dibawah tanah, melainkan di atas. Jadi kami bisa melihat pemandangan kota Tokyo sepanjang perjalanan. Di kereta, tetap ada kursi prioritas untuk orang tua dan lain-lain. Satu yang harus dipatuhi dan diikuti selama berada di dalam kereta Jepang, yaitu bahwa mereka tidak suka berisik, jadi nggak ada yang sibuk ngobrol selama di kereta, semua sibuk dengan kerjaan masing-masing dalam diam. Jadi aku dan Dilla kalau mau ngomong harus bisik-bisik takut mengganggu. Di kereta juga kami ketemu dengan "Detektif Conan" yang memakai coat khas seperti di komik.

Sebenarnya di Shinjuku, kami tidak ada tujuan khusus. Kalau mau ke museum doraemon, bisa dari sana. Tapi karena keterbatasan waktu, kami membatalkan niat tersebut. Di Shinjuku kami jalan-jalan sebentar sambil cari makan, tapi karena tidak ketemu, jadi memutuskan akan makan di tempat lain saja. Dilla sempat melihat-lihat sepatu di sana, tapi karena tidak ada ukuran yang pas maka tidak jadi. Lucunya sepatu di sana, ada yang made in Indonesia. Stasiun selanjutnya adalah Harajuku, kami memang memulai dari stasiun terjauh dari tujuan kami, jadi kalau lihat di peta, Shinjuku dulu dikunjungi, baru Harajuku, Shibuya dan Ebisu. Di Harajuku, tetap tidak ketemu tempat makanan halal, jadi kami hanya beli onigiri dan nongkrong di taman kecil di pinggir jalan sambil makan. Dilla makan yang isi tuna, aku yang isi ayam. Cara buka onigiri ada tiga langkah, langkah 1 buka selotip yang pertama, 2 lanjut masih buka selotip lain lagi, trus 3 buka plastiknya.

Seperti biasa sambil nongkrong, banyak yang bisa dilihat. Luar biasa memang orang Jepang kalau soal tertibnya. Di sana kami melihat ada satu tempat terbuka di taman tersebut, yang dibatasi dengan semacam pembatas setinggi bahu orang dewasa, dan luas tempatnya kira-kira ukurannya 5x2 meter kali ya, sebagai tempat orang merokok. Jadi untuk yang mau merokok, tidak boleh melakukannya di sembarang tempat, mereka boleh merokok dengan berdiri berkumpul di sana. Ternyata tempat-tempat tersebut ada cukup banyak di jalan-jalan yang kami lewati.... keren ya... jadi yang merokok tidak akan mengganggu orang lain.

Selama nongkrong di Harajuku itu juga kami didatangi cewek dengan membawa kotak sumbangan, sambil senyum dia mengatakan sesuatu tentang peliharaan anjing dan kucing... Dasar kupingku lagi nggak beres, yang kudengar donesia, jadi kuperbaiki kalau kami dari Indonesia, untung kuping Dilla masih bagus, maksudnya "donation!!" gitu... hahaha... jadi kami diminta berdonasi untuk anjing dan kucing. Aku tentu saja berpartisipasi dong, secara aku adalah pecinta kucing... Setelah berdonasi, aku dikasih merchandise bulu burung apa gitu... sebagai ucapan terima kasih.

Onogiri isi tuna milik Dilla


Setelah puas makan di taman, kami lanjut ke Daiso, masih di Harajuku. Seperti biasa mengandalkan GPS, dan tidak sulit menemukannya. Di Daiso barang-barangnya kebanyakan seharga 100 JPY belum termasuk pajak, kalau bukan 100 JPY maka pasti akan ditulis pada barangnya. Berhubung aku banyak keluarga, mahasiswa dan teman yang harus dikasih sesuatu, bagiku Daiso adalah Surga, karena memang harga barang-barang merchandise di Jepang lumayan muahal... Tapi aku tetap tidak bisa beli banyak barang dulu, karena walaupun membawa tas tambahan, aku nggak mau repot bawa banyak bawaan dulu, karena lusa masih akan ke Kyoto, jadi rencananya belanja habis-habisan akan dilakukan setelah dari Kyoto saja.

Lanjut kemudian ke Shibuya. Ada dua tujuan di sini, yaitu berfoto dengan patung Hachiko yang filmnya bikin aku nangis bombay dan yang kedua merasakan sensasi menyeberang jalan di sana atau sebutannya Shibuya Crossing. Keluar dari stasiun sudah kelihatan patung Hachiko nya... layaknya artis, mau diajak foto bersama, kami harus gantian dengan orang lain di sana yang lumayan ramai. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya giliranku tiba... hore akhirnya aku berhasil foto sama si dedek... Dilla saat kutawari mau kufoto pertama nggak mau, tapi akhirnya mau juga setelah kutanya lagi. Heran deh, udah jauh-jauh ke sana nggak mau foto, nih anak kecil tipe petualang sejati, lebih mengutamakan menikmati apa yang dilihat daripada dokumentasi seperti aku, semuanya serba difoto dan divideoin... hahaha... Tapi aku harus membela diri, dokumentasi itu penting, karena setelah pulang, kita masih punya kenangan untuk dilihat kembali. Aku nulis blog juga salah satu alasannya adalah itu. Dan juga demi kepentingan foto, Dilla kulatih cara ngambil foto yang benar versi aku, karena aku nggak mau foto-foto Dilla yang kuambil bagus-bagus sementara yang punya aku hasilnya jelek-jelek... buram, miring, dan sebagainya...

Simpang Shibuya memiliki lebih dari 4 tempat menyeberang jadi selain menyeberang dengan jalur biasa, kita juga bisa menyeberang secara diagonal. Nah ini yang seru, saat lampu pejalan kaki sudah hijau, orang-orang muncul dari mana-mana, rame pake banget. Banyak yang mengabadikan, malah ada yang sampai sengaja buat foto seperti pre wedding. Malah yang lebih gila, beberapa ada yang tahan bolak-balik demi mendapat hasil foto yang bagus... yang nulis ini juga termasuk yang seperti itu... hahaha...

Patung Hachiko pakai dasi


Shibuya Crossing in action


Itu saia diantara orang-orang


Setelah puas menyeberang bolak balik seperti setrikaan, kami menyusuri Shibuya dan Dilla menemukan toko make up seperti menemukan sumber air di gurun, yaitu toko Matsumoto Jun, eh salah Matsumoto Kiyoshi. Sebenarnya aku juga beli beberapa barang di sana, tapi si Dilla saking asyiknya milih-milih barang kayaknya nggak bakal keluar kalau tidak kuseret... hahaha... Jadi untuk mengimbangi aku juga ikut milih barang, ada titipan eye liner dari Yulis, ketemu di sana, beberapa titipan orang-orang ternyata juga ada di sana. Untukku aku beli eye liner (lagi) sebanyak dua buah yang harganya murah banget, serta eye shadow berwarna gelap. Aku juga dapat bonus dari pegawai di sana, sample pelembab muka yang sepertinya enak dipake. Kalau Dilla jangan ditanya apa saja yang dibelinya, supaya selesai aku akhirnya bayar duluan dan syukurlah tak lama kemudian Dilla akhirnya selesai memilih dan juga membayar belanjaannya di kasir.

Masih satu lagi tempat yang akan kami datangi, yaitu Ebisu Garden Place. Yang nonton Hana Yori Dango pasti tahu tempat ini. Setelah keluar stasiun, seperti biasa, buka sarung tangan kanan dan lihat GPS. Jalannya cukup jauh ternyata. Jalan sudah mulai ngos-ngosan dan hari sudah mulai gelap. Tapi semua tidak sia-sia karena akhirnya ketemu juga tempatnya. Nggak terbayang kalau aku punya rejeki ke Korea. Drama Jepang yang kutonton sedikit saja, aku sudah sengsara pengen mendatangi lokasinya, apalagi Korea yang dramanya sudah puluhan kutonton, bisa-bisa obsesi untuk mendatangi lokasi drama membuat aku harus mendatangi Korea paling tidak sebulan baru cukup... *pengennya sih*

Untuk berfoto duduk di monumen bersejarah tempat Tsukhusi dan Tsukasa ketemu itu, aku harus ikut antri dengan para cewek-cewek yang punya keinginan sama. Antrinya nggak terlalu panjang, tapi terus kontinu tidak berhenti-berhenti.

Dan ini hasil antrinya...


Untuk perjalanan pulang, kami melihat di dekat sana, suatu tempat yang sepertinya lorong menuju stasiun kereta. Untuk memastikan kami bertanya dan memang benar ternyata kalau mau ke stasiun JR Ebisu, bisa lewat sana. Jalannya memang jauh, tapi ada eskalator datar yang jumlahnya cukup banyak sampai ke stasiun. Fiuh... coba dari tadi deh tau jalan ini, kan jadi nggak capek... Makan malam karena sudah saking capeknya jadi beli di Ameyoko lagi, kali ini di tempat yang disebelah yang tadi pagi untuk coba menu baru. Pasar Ameyoko ini serba ada, mulai dari bahan makanan mentah, buah-buahan sampe ke toko pakaian, cuma ada kurangnya, yaitu harganya yang luar biasa mahal.

video youtube 1

video youtube 2

Lanjut Part 4

2 comments:

haaahhh ada akuuuuu

iyyaaa dong cyinnnn... haha... kan sudah izin... supaya dirimu terkenal...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...