Postingan ini... untuk perjalanan akhir tahun 2023 ini, akan penuh dengan curhatan, padahal ini adalah satu-satunya postingan dengan label Taiwan-Taipei dalam blog saya kali ini untuk saat ini. Judulnya sudah ada bocoran bahwa di Taipei kami cuma numpang tidur... jangan cari foto saya dengan latar belakang Gedung Menara 101 karena tidak ada saudara-saudara... 😭.

Jadi begini ceritanya...

Sebenarnya ketidak suksesan perjalanan ke Taipei ini sudah dimulai saat saya akan memesan penginapan sebelum berangkat. Sialnya adalah jadwal kami di Taipei ini tepat kebetulan menginap hanya 1 malam di malam tahun baru 2024. Harga hotel di Agoda melonjak untuk lokasi-lokasi strategis yang saya incar. Di main station dan dekat menara 101, harganya berkisar dimulai dari 1,5 juta rupiah, rugi kan jadinya... Maka jadinya saya memesan airbnb dapat host yang rumahnya memberikan harga yang lumayan. Lokasinya dekat bandara kalau naik mobil sekitar 20 menit. Host sudah bilang kalau dia ada di rumah sore sekitar jam 5 saat chat dengan saya. Saya oke saja, karena rencananya kami di Taipei pesawat China Airlines dari Korea mendarat jam 2 siang. Bagasi besar seharusnya bisa langsung ke Jakarta, kami bisa keliling Taipei hanya bawa tas kecil yang tidak berat, nggak masalah sebelum sorenya ke penginapan. Saya sudah browsing transportasi di Taipei, sudah beli voucher di Klook untuk tiket kereta bandara ke main station. Dari main station ke Menara 101 sudah 1 jalur melewati beberapa stasiun. Saya juga sudah menemukan restoran halal di main stasiun untuk membeli mi daging sapi khas Taiwan, rencananya dibeli saat pulang dari Menara 101 saja, sore saat mau ke penginapan. 

Rencana sudah matang, pelaksanaannya kacau balau. Dari hotel di Chungmuro pagi-pagi kami sudah check out menuju Incheon sambil menyeret koper melewati salju. Dari Seoul stasiun lanjut dengan kereta Arex ke terminal 2. Saya baru kali ini ke terminal 2 Incheon, kalau naik Vietnam Airlines, turun dan naiknya dari terminal 1. Dengan kereta Arex perjalanan ditempuh 40 menit. Kereta akan berhenti di terminal 1 dulu, kemudian baru terminal 2. Satu yang saya sukai di terminal 2 Incheon ini yaitu toiletnya ada bidet lengkap seperti di Jepang 😄.

Terminal 2 Incheon

Kesulitan kami untuk perjalanan pulang ini bertambah lagi. Saat check in, petugasnya eonni yang cantik itu menjelaskan bahwa check in kami hanya bisa sampai Taipei saja, tidak bisa langsung ke Jakarta jika kami akan masuk ke kotanya. Kami menjelaskan bahwa kami sudah punya visa dan memang berencana masuk Taipei. Jadi kami harus pilih, check in sampai Jakarta tapi tidak masuk Taipei, atau chek in hanya sampai Taipei bisa masuk kotanya. Tentu saja kan ya, kami mau masuk kotanya, masalahnya kalau check in hanya sampai Taipei artinya para koper besar juga terpaksa ikut kami... 😭. Masa turun naik kereta mau ke Menara 101 bawa-bawa koper besar. Jadi kami tanyalah apakah ada penitipan koper di bandara Taipei, seperti di Kuala Lumpur, tapi petugasnya tidak tahu. So akhirnya kami pasrah check in cuma sampai Taipei sambil berharap nanti ketemu semacam loker di Bandara Taipei untuk kami sewa. 

Sambil nunggu di gatenya saya browsing segala info yang dibutuhkan saat sampai nanti. Di mana mushola, di mana tempat nukar uang, dan di mana tempat penyewaan loker. Dapat info kalau di main station ada loker, tapi kan capek juga menuju ke sana dari bandara. Jadi penitipan loker harus di bandara. Kalau di KLIA malah bukan loker tapi ruang khusus penitipan, jadi mau sebesar dan sebanyak apapun bagasi, bisa dititip. Tapi info yang saya dapatkan di bandara Taipei cuma ada loker pakai koin, semoga ada yang kosong untuk ukuran besar nanti. Ada juga info mengenai bantuan untuk koper besar di bandara, tapi itu untuk mengirim koper ke suatu tempat, dan waktunya berhari-hari, sudah pasti info ini tidak berguna bagi kami. 

Saat ke toilet, saya tidak mengisi bidet portable yang biasa kami gunakan saat di toilet, karena melihat ada logo bidetnya. Tapi saat mau digunakan rasanya pengen nangis, dipencet apapun tombolnya tidak ada reaksi, sementara botol saya kosong. Mau nelpon Desi saya tidak bawa HP. Putus asa rasanya karena kalau tidak pakai air bilasnya, bagaimana saya mau solat nanti. Solat kemungkinan bisa saat sudah sampai, tapi bisa juga kalau mau di pesawat kan. Jadi dengan berdoa saya coba pencet lagi semua tombolnya satu persatu, seingat saya saat di Jepang tinggal pencet yang gambarnya air, nanti keluar airnya dari bawah. Percuma tombol sebanyak itu kalau satu saja tidak berfungsi. Ditengah rasa putus asa tiba-tiba setelah pencet satu tombol ada lampu kecil hidup.... Oooo pake tombol power dulu ternyata.... setelah itu baru deh tombol airnya bisa berfungsi.... pingsan...

Pesawat China Airlines yang kami tumpangi berbadan kecil karena memang jarak Seoul ke Taipei juga dekat. Komposisi kursinya 2 3 2, dan kami dapat yang kursi 2 dekat jendela. Sudah pesan juga makanan halalnya, dan rasanya juga enak. Sholatnya jadi di pesawat setelah tayamum. Kami sudah bisa sholat di pesawat karena pengalaman dari umroh tahun lalu. 

Makanan di pesawat


Pesawat mendarat ontime. Kami masuk ke antrian imigrasi dengan agak cemas. Walau sudah punya visa ROC tapi tetap ada kekhwatiran sebelum kami benar-benar diperbolehkan masuk Taiwan. Saat sudah di depan petugas, saya menyerahkan paspor, tiket keluar dari Taipei, visa Korea dan Visa ROC Taiwan.... Dan alhamdulillah di Imigrasi kami bisa lewat dengan lancar, terus apa yang tidak lancar, saat masuk ke pemeriksaan bawaan, saya membawa strawberry yang memang tidak dihabiskan untuk Elsa. Eh ternyata tidak boleh membawa tanaman atau buah ke Taipei tanpa izin khusus, kalau masih memaksa masuk dendanya mahal sekali. Akhirnya terpaksa kotak makanan dari Korea plus isinya strawberry direlakan diambil oleh petugas. Lanjut ke kerjaan selanjutnya yang tidak kami inginkan yaitu mengambil bagasi. Koper yang super berat itu jadi terpaksa ikut kami lagi ke mana-mana. Setelah dari toilet dan menukar uang, kami mencari penitipan koper. Nanya ke petugas mereka ramah-ramah, ketemu sih tapi... lokernya penuh... loker besar kira-kira ada sepuluh, dan semuanya berisi. Kami bertanya ke satu ruangan tempat untuk pengiriman koper, apakah ada tempat penitipan lain atau kami boleh titip ke mereka dan ambil besok pagi. Tapi mereka tidak bisa bantu, penitipan lain ada di main station, tapi masa kami mau bolak balik ke sana hari ini dan besok pagi, waktu kami akan habis dan repot bawa koper naik turun kereta lagi. 

Rasanya super kesal.... Kami duduk di ruang tunggu, dan Ms. S, host airbnb kami mengirim pesan menanyakan kami ada di mana dan kepastian jam ke rumahnya karena jam 6 dia akan ke luar makan malam. Saya ceritakan perihal koper besar kami yang tidak bisa dititip dan kami masih terdampar di bandara sementara hari semakin sore. Pesawat memang sampainya ontime, tapi waktu yang kami lewati ke sana ke mari dari sejak mendarat sampai saat itu sudah lumayan lama, waktu sudah menunjukkan jam 4 lewat.

Sebenarnya host juga menyediakan servis antar jemput rumah bandara, dan karena tidak ketemu jalan lain, kami jadi berencana minta jemput saja, taruh koper dan nanti malam ke luar lagi. Akhirnya kami minta jemput juga. Butuh waktu kira-kira 30 menit untuk kami bertemu dengan Ms. S. Untuk saat itu momen yang paling menyenangkan adalah bertemu dengan Ms. S diantara semua kejadian yang menimpa kami hari ini. Ms. S orang yang sangat ramah dan ceria. Saat kami bertiga bertemu seakan-akan ketemu teman lama sambil pegangan tangan dan loncat gembira. Banyak yang kami ceritakan padanya saat di perjalanan mengenai kesialan kami hari ini. Dia bercerita bahwa saat ini ada dua orang lagi yang menginap di rumahnya, satu dari Amerika dan satu dari Singapura. Makan malamnya malam ini adalah dengan yang dari Singapura. Dia malah mengajak kami kalau mau gabung, selesai makan mereka juga akan merayakan tahun baru di Menara 101. Wah kebetulan sekali ya, tapi kami ragu sesaat mengingat makannya akan makan apa. Setelah dia tahu kalau kami muslim yang tentu saja makannya terbatas, dia bilang dia vegetarian dan nanti kalau kami mau ikut akan diatur makannya apa saja yang boleh dan tidak boleh. Tapi karena kami ragu, akhirnya kami menolak tawaran baik itu. Jadinya kami berencana akan keluar jalan sendiri saja naik transportasi umum. Dia ngasih tahu kalau di dekat rumahnya juga ada perhentian bis, dan dia baik sekali meminjamkan 2 kartu easy card untuk kami naik bis atau metro subway. 

Pemandangan Taipei dari bandara


Singkat cerita kami sampai, ternyata airbnb nya di apartemen. Kami naik ke lantai atas, dikasih kunci untuk lift, pintu depan dan pintu lainnya serta diberi penjelasan singkat mengenai rumah, di mana dapur dan kamar mandi. Kami juga bertemu tamu yang dari Singapura dan dia juga ramah. Koper besar kami tinggal di mobil Ms.S. Setelah meletakkan barang di kamar dan istirahat sebentar, kami keluar. Melihat perhentian bis di dekat sana, kami sama sekali tidak mengerti rutenya. Sebenarnya kalau sudah bisa ke main station sudah aman, saya sudah tahu akan ke mana selanjutnya. Tapi tidak seperti bis di Seoul yang bisa dilacak di Kakaometro, aplikasi yang ada di perhentian bus itu tidak bisa kami buka dan instal. Taksi tidak ada yang lewat, bus juga tidak ada yang lewat-lewat. Apakah karena ini malam tahun baru, jadi jalan macet dan mungkin subway juga penuh. Jangan-jangan walaupun kami dapat transportasinya, malah nanti tidak bisa pulang akhirnya. Capek mikir, capek badan akhirnya kami sepakat dan ikhlas tidak akan ke mana-mana malam itu. Cuma ke mini market membeli minum, makanan yang  bisa dimakan yang halal cuma sedikit, beli semacam Pringles Mr. Potato produksi Malaysia dan roti sebagai karbohidratnya, sedihhhhhhh....

Pemandangan sekitar airbnb


Ini perhentian bisnya


Di airbnb kami bertemu tamu yang dari Amerika, dia juga baik dan ramah, kami sempat bercerita sedikit dengannya. Habis beli makanan, karena saking kecewanya tidak bisa ke mana-mana selama di Taipei saya akhirnya tidur lebih cepat dari Desi. Tumben kan, biasanya saya selalu tidur belakangan. Besok pagi kami akan kembali ke bandara diantar Ms. S lagi. Sudah pesan kalau kami minta antar jam 6 pagi dan dia sudah setuju. Jadi fix, saat itu... kami cuma numpang tidur di Taipei. Cerita transit yang sangat tidak diharapkan.... 😞.

Ms. S memang benar-benar asyik orangnya, setelah mengantar kami ke bandara, dia menunggu... katanya baru akan pulang setelah kami masuk ke terminal. Baik sekali orangnya, sayang kami menghabiskan waktu terlalu sedikit di Taipei. Di bandara, untuk check in pesawat China Airlines hanya buka 1 jalur antrian... luar biasa... penerbangannya banyak, orangnya juga banyak. Walau counter yang buka banyak dan antriannya majunya cepat, tapi waktu yang kami butuhkan dari mulai antri sampai berhasil check in lumayan lama. Mau check in online paspor saya tidak bisa, sementara paspor Desi bisa... jadi tidak jadi check in nya. Pada saat mau keluar Korea kemarin jupa, paspor saya tidak bisa di scan sendiri. Jadi Desi bisa keluar imigrasi dengan scan sendiri, saya harus lewat petugasnya. 

Selesai urusan check in dan bagasi ke Jakarta, kami berharap ketemu toko merchandise untuk membeli sesuatu. Tapi ternyata sepanjang perjalanan dari imigrasi sampai gate kami, tidak ada satupun yang menjual semacam gantungan kunci dan lain-lain seperti di bandara Ho Chi Minh. Adanya ya banyak toko barang-barang yang tidak kami minati. Saat masuk ke pemeriksaan bandara, saya lupa masih bawa air minum. Tentu saja akhirnya, air minum saya terpaksa ditinggal dan nanti di dalam kalau mau minum harus beli lagi. Sunscreen semprot Desi juga disita. Rasanya pengen ngomong makasih sama petugas di sana, sudah strawberry saya kalian ambil sekarang air minum... 😅. Desi lebih sewot lagi, dia ngoceh kalau sunscreen dia itu sudah lewat Vietnam, Korea aman-aman saja... kenapa sekarang jadi tidak bisa lewat... 😆. Sepertinya lengkap sudah perjalanan kami kali ini di Taiwan, tidak kemana-mana, cuma numpang tidur dan tidak beli oleh-oleh apapun. Yang positif cuma uang Taiwan kami yang hampir masih utuh, hanya dipakai beli makanan kecil dan minuman di mini market dan bayar ongkos transportasi antar jemput bandara. Saya kira kesialan saya yang paling sial waktu solo traveling ke Brunei karena kelebihan bagasi dan tidak ada uang tunai untuk bayar, sehingga akhirnya banyak barang terpaksa ditinggal, pashmina, parfum sampai celana jeans. Tapi kalau dibandingkan dengan Brunei, walau barang yang ditinggal lebih banyak, namun paling tidak...  saya dapat foto dengan latar belakang Masjir Omar Ali Saifuddien, nah kalau di sini... foto dengan Menara 101 masih jadi cita-cita di Negara Tao Ming Tse ini... 😌.

Mr. Potato rasa ubi ungu

Bandara Taipei


Sambil menunggu boarding yang suasananya sudah sangat familiar karena banyak orang Indonesianya, saya buka shopee, check out gantungan kunci dan magnet kulkas sebagai hiburan untuk kami nanti.... 😅... Yah lumayanlah nanti ada kenang-kenangan walau merchandisenya tidak asli dibeli di tempat asalnya. Pesawat China Airlines kami kali ini rute yang jauh ke Jakarta, komposisi kursinya 3 4 3. Kami duduk di sebelah mbak dari Indonesia yang sudah lama kerja di Taipei dan saat itu pulang ke Indonesia. Kasihan sekali dia cerita, kalau anaknya ditinggal masih kecil dan sekarang sudah besar, dia gembira karena nanti masuk sekolah ibunya yang bisa antar. Sedih juga mendengar cerita dari saudara setanah air yang bekerja di luar negeri. 

Makan di pesawat kami juga memesan makanan halal. Dessertnya ada kue Mochi yang bentuknya seperti kelpon dan enak. Pramugarinya punya contekan dalam Bahasa Indonesia untuk pilihan makanan. Chicken Rice or Fish Noodle mereka sebut nasi ayam atau mie ikan dengan dialeg yang lucu. Dia benar-benar membaca kertas contekannya setiap menanyai penumpang mau makan apa. Karena kami memesan versi halal, maka kami mendapatkan makanan duluan. Tidak disangka, makan berat kami di perjalanan Taiwan semuanya di pesawat... 

Makanan saat ke Jakarta

Sampai di Jakarta, saat masuk imigrasi khusus WNI, akhirnya paspor saya bisa scan sendiri tanpa harus minta bantu petugas. Memang sepertinya di negara sendiri paspor saya baru dikenali... 😁. Pemeriksaan bea cukainya sudah menggunakan sistem online dengan scan QR code dan mengisi link google form. Selama ini perjalanan saya pulang ke Indonesia selalu langsung ke Palembang dari memang Kuala Lumpur atau transit dari Kuala Lumpur dan mengisi kertas manual untuk bea cukai. Ini karena rute Air Asia Palembang KL tidak ada lagi, jadi saya lewat Jakarta. Tahun kemarin saat umroh, walau lewat Jakarta juga, tapi jamaah umroh punya privilege pintu exit sendiri jadi juga tidak ngurusi bea cukai. Jadi saya kira sudah tidak ada lagi pemeriksaan bea cukai. Kami sudah di titik keluar saat disuruh balik lagi untuk mengisi data. Yang kasihan ada 1 mbak tidak bisa isi karena tidak punya paket internet dan tidak connect ke wifi. Mau nolong kami masih ribet ngurus diri sendiri. Setelah urusan saya beres dan mau bantu paling tidak kasih tethering, eh mbaknya sudah ngilang. Kata Desi mungkin sudah minta bantu petugas. 

Dari terminal 3 kami pindah ke terminal domestik. Lumayan tidak harus pindah bandara setelah kami ganti maskapai. Di Jakarta, kami sudah bebas mau makan apa saja, solatnya mudah dan ke toilet pun puas. Uang dolar Taiwan sudah ditukar ke Rupiah dan bisa jadi tambahan jajan di bandara. Badan capek, pakaian kotor banyak. Sampai di rumah cita-citanya akan tidur sebanyak mungkin setelah beberes pakaian. Next trip perencanaannya harus lebih matang dan semoga ke negara baru yang akan membuat kesan baik dan mendalam... 😆.

Hari kelima jadwal jalan di Seoul adalah favorit saya. Latar foto-fotonya didominasi oleh warna putih. Sebab kenapa.... sebab hari ini salju turun seharian di Seoul. Tanggal 30 Desember 2023, Desi sudah bilang kalau prakiraan cuacanya akan turun salju. Pagi-pagi saat buka tirai jendela hotel, salju turun perlahan, semakin lama semakin lebat. Saat kami datang ke Seoul, selama bulan Desember ini, salju sudah pernah turun. Saat kami baru datang, yang terlihat adalah sisa-sisanya, nah hari ini salju turun lagi. Kami sudah bawa payung lipat, jadi hari ini si payung akan berguna. Kostum hari ini akan semakin heboh. Jika biasanya selain coat, long john saya pakai tidak lengkap. Maksudnya atasan atau bawahan saja. Kalau bajunya kaos tidak pakai, tapi kalau bahan tipis baru pakai atasan long john. Untuk bawahan, kalau celana panjang tidak pakai long john, tapi kalau rok... baru pakai bawahannya. Hari ini, pakai formasi lengkap. Coat, ditambah long john atas dan bawah selain outfit, walau sebenarnya sudah pakai celana panjang.


Jadi hari ini adalah pertama kalinya saya ketemu langsung dengan salju tebal. Perjalanan ke Jepang dan Korea yang lalu cuma ketemu sedikit saja. Lewat tempat bersalju tebal cuma lihat dari Shinkansen. Trus bagaimana rasanya kehujanan dan menginjak salju. Kalau menginjak salju sudah dari kemarin-kemarin, tapi yang ketumpahan di kepala baru kali ini. Salju itu teksturnya lembut seperti es diserut. Kalau baru turun seperti kapas. Setelah sampai di tanah akan menumpuk.  Jika turun di jalan pasti akan tergilas kendaraan dan tidak menumpuk, tapi jadinya berwarna coklat bercampur tanah. Untuk yang tidak di jalan, pasti akan menumpuk. Di atas pohon, tanaman, atap rumah, mobil yang diparkir... semuanya putih. Ngambil foto dan video hari ini usahanya harus lebih karena sambil pakai payung. Salju yang turun pertama tidak langsung membuat basah, seperti saat kena tas. Tapi kan takut juga kalau merembes ke dalam basahnya. Hal yang paling saya takutkan kalau kena paspor. Desi membungkus paspornya dengan plastik. Saya juga langsung mindahin paspor ke posisi paling belakang di tas dan ditutup dengan plastik juga. Handphone kalau dipegang sudah dingin, saat ngambil foto atau video juga hati-hati takut basah kena salju. Payung lama kelamaan semakin berat, karena tertumpuk salju, jadi sering-sering dikibas supaya saljunya jatuh dari payung.

Jadwal hari ini cuma tinggal satu, yaitu ke Jembatan Banpo. Sebenarnya ini memenuhi keinginan Desi yang pengen piknik di Sungai Han. Berhubung cuaca tidak mendukung, jadi mohon maaf, pikniknya diganti syuting ala Oshin... Yang nggak tahu Oshin, googling deh... ini saking tuanya yang nulis jadi ingatnya Oshin ngeliat salju yang banyak. Oshin itu drama Jepang yang settingnya di musim dingin. Balik lagi ke rencana hari ini, kami hanya ke Banpo karena hari ini hari terakhir kami dan punya rencana belanja oleh-oleh di Myeongdong siangnya. Jembatan Banpo dipilih sebagai jembatan yang akan didatangi karena saya banyak melihat vlog orang-orang yang ke sana. Kalau malam ada air mancur dari jembatannya dan lampu warna-warni dengan musik, menjadi seperti dancing fountain. Jembatannya ada dua tingkat, dan di pinggir sebelah kirinya ada dua gedung dengan arsitektur khas namanya Some Sevit yang muncul di film Avenger Age of Ultron saat adegan Kapten Amerika mau mengejar Ultron di jembatan. Jadi cita-citanya mau sekalian ke sana juga sekalian untuk melihat-lihat.

Itu ekspektasi, reality tentu saja beda yeorobun. Kembali selamat sudah untung, sudah cukup puas foto-foto di pinggir sungai... boro-boro mau ke Gedung Some Sevit. Salju semakin lama semakin tebal saat diinjak, dingin dan berangin. Saat jalan tidak tahu yang mana jalan yang mana taman, pokoknya ikuti insting saja. Kalau saat jalan kaki tidak jeblos berarti bawahnya aspal, kalau jeblos berarti tanah. Jadi kami naik subway ke rute kemarin, turun di Stasiun Express Bus Terminal exit 8-1 menuju Hangang Park. Kalau ke arah kiri menuju jembatan Banpo, kalau ke arah kanan dari stasiun kemudian belok kiri mengikuti jalan lurus sampai habis kemudian belok kanan. Pertigaan itu temboknya merupakan jalan yang tinggi yang bisa ditembus menuju Sungai Han lewat terowongan.

Belok kanan dari Exit 8-1


Setelah keluar dari terowongan kecil itu, jika cuacanya bagus pasti langsung kelihatan jelas Sungai Han, karena itu sudah termasuk area taman. Mungkin bisa sewa sepeda juga, karena di samping terowongan banyak terparkir sepeda. Desi seperti biasa nyari toilet, dan di area taman seperti ini pasti ada toiletnya. Di sana ada toilet portable yang bersih, yang bisa digunakan, posisinya di arah kanan setelah keluar dari terowongan, sementara Jembatan Banpo ada di kiri. Setelah urusan toilet selesai, kami mendekati Jembatan Banpo dan Sungai Han sebisanya saja. Cuma sedikit orang-orang yang nekat ke sana dalam cuaca seperti ini, termasuk kami. Masih ada yang merekam dengan memasang tripod untuk salju yang turun, juga ada yang membawa anjingnya yang berbulu tebal untuk jalan-jalan. Saya jadi teringat Bubu, kucing oyen medium persia milik saya yang pasti sangat senang di cuaca dingin dan bisa menginjak salju seperti saat ini. Ngambil foto dan video saat turun salju itu susah cinnn... dari 10 pengambilan foto, paling 1 atau 2 yang mukanya bersih dari salju, sisanya aneh-aneh, kena mata, hidung dan mulut. Tapi secara umum ini sebenarnya menyenangkan dan merupakan pengalaman unik yang berharga yang tidak setiap hari bisa didapatkan oleh orang-orang yang hidup di negara tropis, jadi dijalani saja ya... tidak usah mengeluh dingin. 

Akhirnya saya punya foto seperti ini


Latar belakang Jembatan Banpo dan Sungai Han


Jalan mendekati Jembatan Banpo, Gedung Some Sevit lumayan kelihatan di belakang


Kami sebenarnya juga mendekati Jembatan Banpo, tapi tidak sanggup jauh-jauh agar jalan pulangnya juga jangan terlalu jauh. Ngeliat sedikit gedung Some Sevit saya sudah cukup puas. Padahal ya di sana saya yakin, kalau cuacanya bagus pasti jadi tempat wisata yang sangat asyik, bakal banyak orang yang jualan, naik sepeda...  mungkin kalau Bulan Puasa di Indonesia, jadi tempat favorit untuk berkumpul dan ngabuburit.... 😅. Tapi karena kenyataan saat ini tidak bisa, maka udah ya kalau sudah puas pulang.... Jalan pulang kami kembali lewat terowongan, tapi Desi ke toilet lagi, jadi saya menunggu di dalam terowongan sambil ngeliati salju yang turun. 

Perjalanan selanjutnya adalah hal yang menyenangkan yaitu belanja di Myeongdong, skin care, make up, skin care lagi, make up lagi... dst sampai dompet kering.... Dari stasiun subway exitnya di pintu nomor 6, kalau mau ke Kampungku di pintu exit 3 di seberang jalan. Penjaga toko di sana luar biasa ramah dan sangat senang menjelaskan produk yang mereka jual. Dengan alasan produknya bebas pajak dengan scan paspor, maka semakin banyaklah kami belanja, untuk diri sendiri dan juga oleh-oleh tentu saja. Di Etude, saya membelikan krim titipan teman saat saya merasa eonni kasir meletakkan paspor saya, mau saya ambil, eh dia sambil senyum bilang "Scan..." 😅 ternyata dia sedang scan paspor saya, saya kira dia meletakkan di ujung meja untuk ngasih ke saya... Saya jadi malu 😁.

Di Myeongdong semakin sore semakin rame. Karena banyak orang berjualan, tumpukan salju mereka bersihkan dan jalan ditaburi garam. Makan di Busan Jib Myeongdong kali ini kami ke tempat yang ada menu Korea. Pesan Bulgogi yang dikasih dari mentah dan dimasak di atas meja. Selain daging ada bawang bombay, jamur, daun bawang, wortel, air tentu saja dan bumbu rahasia di bawah daging. Side dish masih sama seperti yang dulu, ada kimchi, ikan kecil, dan rumput laut. Desi pengen Pajeon, tapi karena pajeonnya sea food... saya tidak bisa ikut makan, Kalau Desi mau bungkus sih boleh juga sebenarnya, tapi dia melihat gambar di menu sepertinya ada yang Pajeon sayur, maka pesanlah kami... eh ternyata salah yeorobun, gambarnya ternyata adalah Japchae. Sounnya sebenarnya enak juga, tapi porsinya banyak dan agak manis. Makannya tunggu Bulgoginya matang, enak sekali... nasinya seperti biasa dikasih hangat dalam wadah mangkok stainless steel tertutup. Sendok garpu dan tisu ada di laci samping meja. Harga makanan di Busan Jib lebih mahal dibanding Kampungku, tapi nggak apa ya... kan sekali-sekali dan enak juga... 

Hidangan di Busan Jib


Habis belanja balik lagi ke hotel, malamnya lanjut keluar makan di Kampungku lagi. Kami dapat meja di lantai 2. Kali ini saya memesan menu paling harus dicoba selama di Korea yaitu ramyeon... hahaha... Di Indonesia juga bisa kan, tapi kepalang di Korea jadi pesan itu. Menunya ditaruh di panci kecil. Selain itu juga beli ayam goreng dan teh hangat, ini sekaligus sebagai menu perpisahan di Korea untuk perjalanan kami kali ini.

Ramen di Korea

Menu lengkap kami malam itu

Pulang ke hotel, packing beres-beres... Semua benda yang tidak digunakan lagi, pakaian kotor dan semua barang belanjaan masuk ke koper besar. Keperluan di Taipei nanti saat transit, seperti pakaian ganti dan alat-alat mandi dimasukkan ke tas kecil yang rencanyanya dibawa saja ke kabin, sama seperti rumus saat transit di Ho Chi Minh. Untuk pesawat ke Palembang dari Jakarta tanggal 1 Januari, kami sebenarnya memesan tiket Batik Air dari Soeta, tapi... dapat pesan perubahan jadwal. Kalau pesawat Vietnam Airlines yang kami tumpangi saat datang ke Korea perubahan jadwalnya dimajukan 20 menit, nah kalau pesawat Batik ini perubahannya adalah pindah Bandara jadi ke Halim. Malas banget kan nanti dari Taipei mendarat ke Soeta, mau pindah ke Halim bawa koper berat dalam waktu hanya beberapa jam dalam sehari. Jadi akhirnya diputuskan ganti pesawat apa saja yang penting tetap di Soeta. Karena perubahan ini bukan salah kami, jadi perpindahan ini tidak kena cas. Kami jadi ganti pesawat tetap jadwal malam ke Palembang dengan menggunakan Super Air Jet lagi jadinya. Pulang ke Palembang nanti sudah dipastikan bagasi menjadi lebih banyak dan kami harus beli bagasi jadinya. 

Hari kelima : 11.921 langkah

Lanjut part 7

Video Youtube

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...