Hari ketiga, agendanya cuma satu, yaitu belanja. Harapanku juga cuma satu, yaitu semoga kakiku kuat diajak jalan sampai malam nanti. Pagi-pagi nyari sarapan, jalan muter-muter nyari tempat makan enak, tapi nggak ketemu tempat yang cocok. Jalan udah jauh-jauh sampe ke Pavilion, semua mall dan toko-toko masih pada tutup, akhirnya kembali ke selera asal yaitu McD di dekat stasiun monorel.





Habis sarapan, naik monorel menuju Hang Tuah terus Masjid Jamek, tujuannya mau ke Pasar Seni. Cuma sayang dua guidenya masih abal-abal. Rini ngajak jalan melewati toko-toko yang aku yakin bukan Pasar Seni, sementara aku tidak bisa ingat sama sekali dimana posisi tempatnya setelah turun dari LRT. Akhirnya tetap mengeluarkan jurus andalan yaitu nanya. Kali ini ketemu 3 cewek Malaysia yang ternyata masih kuliah. Dengan ramah mereka memberi tahu, kalau kami seharusnya naik LRT satu stasiun lagi menuju ke Pasar Seni. Bisa sih jalan kaki, tapi kata mereka lumayan jauh. Dan berhubung mereka juga mau naik LRT, jadi kami jalan bareng. Sambil menuju stasiun kami sempat beli jajanan Lekor, alias Pempek kalau di Palembang.

Sambil cerita-cerita akhirnya kami nanya dimana tempat shopping yang murah disini. Kemudian mereka balik nanya kalau di Bandung dimana tempat shopping yang murah, soalnya mereka ada rencana ke sana. Ah cape deh, udah dibilangin kami dari Palembang, sedang Bandung itu lain pulau, bagi mereka pokoknya Indonesia lah, untung Rara sedikit tahu mengenai Bandung.

Akhirnya kami sampai ke Pasar Seni. Yang pertama kali dilakukan adalah beli sepatu, karena kaki Cheri sudah lecet, kemudian baru gila-gilaan nyari oleh-oleh. Sebenarnya aku sudah sangat bosan beli gantungan kunci, kaos, dll. Tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak ada oleh-oleh, nanti orang-orang yang ditinggal pada kecewa. Trus aku disumpahin nggak bisa jalan-jalan lagi.... #borongcoklat.

Makan siang, si Rara maksa makan di tempat unik yang dilihatnya. Tempatnya nuansanya seperti belum selesai dibangun. Dindingnya masih ada batanya seperti belum di semen semua, bangkunya dari kayu, piring dan cangkirnya dari seng dengan nuansa jadul. Konsepnya sederhana, unik, tapi keren. Menunya juga enak, cuma sayang karena nasi dan lauknya dicampur, jadi agak geli makannya, teringat piring si miaw di rumah.

Keluar dari Pasar Seni sempat tersesat ke suatu pasar dengan suasana China. Jadinya belanja lagi di sana, ketemu boneka Mr.Bean dari ukuran kecil sampai besar, dengan variasi harga 5 Ringgit dan kelipatannya. Karena masih punya sifat kekanak-kanakan, akhirnya aku beli boneka yang seharga 10 Ringgit. Di tengah suasana pasar yang rame, si Rara kebelet mau ke wc.... Ah cape deh, keluar masuk toko minta izin mau pinjam tandas nggak dapat-dapat. Akhirnya ketemu restoran dan Rara memberanikan diri nanya, "Tandas ke...?" dengan pemakaian "ke" agak dipaksa, entah bener atau salah.... "Iye ke...."

Setelah Rara selesai menunaikan hajatnya, kami pulang. Saat kaki sudah tidak kuat lagi, dan males jalan serta naik turun eskalator LRT dan monorel, dengan beruntungnya kami menemukan bis gratis menuju ke Bukit Bintang, duh mana sopirnya ganteng lagi. Iya dong... orang baik dan cantik itu emang selalu dimudahkan jalannya... hahaha.... Setelah bis jalan sedikit saat belok ke kanan, kami baru melihat tulisan di gerbang pasar. Ternyata kami tadi ke Petalling Street,.... "Ooooo...." baru tau. Satu lagi tempat yang 'tanpa sengaja' sudah dikunjungi dicoret dari jadwal.... Kami laporan sama Ayu kalau kami tersesat di Petalling Street, dia bilang bisa kok jalan kaki ke sana dari Bukit Bintang....#pingsan.... Sepertinya memang jadwal kami benar-benar wajar banyak revisinya, karena ukuran jalannya Ayu, berbeda jauh dengan ukuran jalannya kami.

Setelah istirahat sebentar di hotel (eh ya.... kami sudah pindah ke hotel Bang Akim lagi pada hari keempat #kucingberanakmodeon...) lanjut shopping lagi sampai malam. Semua mau dikunjungi dan dibeli di Bukit Bintang. H&M, Vinci, Sephora, Mango, Zara, Giordano, dll..... capekkkk dan bokekkkk. Di H&M ketemu cardigan cantik, tapi sayang setelah dicoba ternyata aneh dan tidak cocok sama sekali denganku. Alhamdulillah.... tidak jadi beli satu barang yang harganya lumayan mahal. Di Vinci akhirnya beli sendal, eh salah dua sendal tepatnya dan jam tangan, setelah berulang kali berpikir "Beli satu atau dua!.... beli dua atau tiga!".....*gesek kartu kredit*....

Saat jalan menuju Pavilion mampir ke Sephora dan dalam waktu lebih kurang sejam, aku akhirnya beli eye liner seharga 34 Ringgit,.... setelah beli, bingung.... gimana kalau eye liner nya habis, kan nggak ada di Palembang. Niat mau beli eyeshadow sets nya juga, tapi entah kenapa kok tidak jadi, sekarang setelah balik ke rumah.... baru menyesal.

Di Pavilion, kami kembali berpencar mengejar buruan masing-masing. Di Mango, ketemu jas bergaya Korea dengan warna hitam dan sedikit campur putih berbahan tebal seperti wol. Sudah naksir setengah mati dan yakin pasti beli, begitu dicoba ternyata kependekan dan bikin aku kelihatan gendut #lemparjasnya....

Rini sudah lebih gila dari Rara shoppingnya kali ini, karena besok kami sudah pulang. Saking semangatnya tinggal dia yang masih memilih baju, sementara kami bertiga sudah lemas dan duduk di luar sambil melongok ke bawah atrium yang rame. Setelah akhirnya Rini juga menyerah, kami pulang. Makan malam di restoran arab, dan lagi-lagi penyakit penasaranku terlambat datangnya. Setelah pesan nasi goreng, baru ngeliat ada menu roti seperti di film "Children of Heaven", tapi yang ini lebih kecil dan dimakan sama ayam.... *Namanya naan tandoori kalo nggak salah*. Ideku untuk bungkus kemudian makan di hotel, langsung ditentang habis-habisan, karena sudah sangat kenyang dan aku juga diingatkan akan dietku yang sudah super kacau balau.... #nelanludah... Ah sudahlah, apakah ini artinya aku ditantang bakal kesana lagi untuk nyicip, oke.... suatu waktu aku bakal cari tuh roti untuk kumakan....

Lanjut part 5

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...