Hari terakhir di Singapura kami ke China Town dan kemudian ke Orchard. Beli oleh-oleh sedikit saja, sebagai orang Indonesia yang selalu mikirin orang di rumah. Sampai di stasiun Orchard sempat salah keluar exit nya entah di mana. Setelah browsing baru tahu info yang valid adalah di exit A. Suasananya kali ini tidak seramai biasanya menurut saya, kan karena saya selalu datang di akhir Desember saat high season. Setelah puas masuk ke beberapa toko kami lanjut jalan lagi. 

Exit A stasiun MRT Chinatown


Chinatown sepi di Bulan Agustus


Untuk ke Orchard, kali ini sebelum keluar kami mempelajari petanya dulu dan kemudian memutuskan akan keluar di exit 1. Jalannya sudah pasti melewati mall dan saya ketemu Sephora. Sudah pasti saya mampir untuk membeli eye liner untuk stok. Tapi sayang sekali eye liner retractable yang saya mau sedang tidak ada. Lanjut jalan lagi ketemu toilet yang menurut saya dalam seumur hidup saya adalah toilet termewah yang pernah saya temui, namun sayang sekali tidak bisa saya pakai. Toiletnya tidak bisa saya gambarkan secara detil, dari lampu, cermin dan hiasan bunganya saja sudah kelihatan pasti mahal, tapi karena tidak ada bidetnya, jadi sambil cemberut kami keluar lagi. Terus pipisnya di mana, mohon maaf kali ini kami jadi numpang pipis di toilet ramah disabilitas yang ada bidetnya dan kebetulan kosong. 

Peta stasiun MRT Orchard

Dari pintu keluar kami menuju ke Lucky Plaza untuk makan siang. Setelah makan siang sempat melihat-lihat sekitaran Orchard. Saya lupa di mana arah hotel tempat dulu saya pernah menginap. Orchard di Bulan Agustus sangat sepi dibanding Desember. Biasanya di sepanjang Orchard banyak hiasan-hiasan Natal dan Tahun Baru serta pengunjung yang melimpah. Kalau sekarang, saya bisa foto sepuasnya tanpa mengeluh karena banyak orang lewat.

Di depan Ngee Ann City

Makan siang di Lucky Plaza


Menu Tahu Telur


Karena hari terakhir kami puas-puasin untuk jajan. Tentu saja beli Old Chang Kee lagi, kali ini yang tusuk. Selain itu saya lagi senang makan mie salted egg (padahal di Palembang ada), mumpung ada pemanas air di hotel. Kembali ke hotel beres-beres karena besok pagi kami akan pulang. Ke Batam dulu naik ferry, lanjut malamnya pesawat ke Palembang. 

Mie Salted Egg plus Old Chang Kee


Besoknya perjalanan ke stasiun ferry Harbour Front kami tempuh dengan MRT lagi. Saat di stasiun sempat melihat performance anak-anak yang sedang menari seperti sedang ikut lomba. Untuk check in, koper kami harus masuk bagasi, berbeda dengan dari Batam dimana koper dibawa sendiri. Hal ini sama seperti saat saya naik ferry dari Macau mau ke Hong Kong.

Sesampainya di Batam, malas mau kemana-mana. Jadi cuma sempat ke Mega Mall Batam Centre yang berada tepat di seberang Batam Center terminal Ferry. Saat itu tanggal 17 Agustus 2024. Di atrium mall sedang ada lomba karaoke berantai antar karyawan merchants mall yang mayoritas nyanyinya pakai lagu Goyang Dumang. Selesai makan siang dan sholat kami menuju bandara.

Makan siang di Mega Mall Batam Centre


Di bandara saya sempat beli Luti Gendang sebagai tambahan oleh-oleh. Ini benar-benar untuk orang, saya tidak bisa makan karena isinya ikan tuna. Pesawat ke Palembang ontime, dan saya sampai di rumah saat hari sudah malam. Selesai sudah kisah perjalanan saya, traveling saat low season di Bulan Agustus. Akhirnya setelah lebih dari 3 bulan, baru bisa saya tulis di blog ini. Perjalanan berikutnya, Insya Allah di Tahun 2025. Akhir tahun 2024 saya berdiam diri dulu di rumah, karena punya rencana perjalanan penting di awal tahun 2025. Semoga nanti rencananya berjalan lancar, sampai jumpa di kisah berikutnya. 

Hari berikutnya di Singapura, pura-puranya kami mau pulang. Naik MRT ke Changi tapi tanpa bawa koper. Tujuannya penting sekali, yaitu foto dengan air terjun Jewel di Changi. Saya sudah mencoba semua moda transportasi ke Singapura. Mulai dari naik bis jalan darat dari Johor, naik ferry jalur laut dari Batam, dan naik pesawat jalur udara dari Palembang langsung. Namun yang naik pesawat ke Changi cuma sekali pada September 2015 dan waktu itu belum ada Jewel di Changi. So kali ini, walau levelnya ke Singapura naik ferry dari Batam, tapi tetap ke Changi untuk ngeliat Jewel. 😎

Jewel Changi

Pagi-pagi sarapan lontong dulu di rumah makan dekat hotel. Baru kemudian ke stasiun MRT menuju ke Changi. Sampai di sana langsung jalan sesuai petunjuk, setelah sebelumnya sempat ke atm dulu mengambil uang, dimana dompet isi dolar nya sudah menipis. Suasana di Jewel sudah tentu ramai. Kami muncul dari lantai atas, kemudian bertahap turun sampai ke lantai bawah. Setiap ada celah pemandangan ke air terjun yang bagus pada setiap lantai yang kami lewati, kami berhenti sebentar tentu saja untuk mengambil foto. Kadang kebetulan dapat pas keretanya lewat. Untuk naik ke jembatannya harus bayar lagi, pada dasarnya kami ini turis kere dan suka sama yang gratisan, tentu saja kami rela tidak ke jembatan dan mencari tempat lain yang tidak kalah kecenya.

Sarapan samping hotel


Di lantai bawah, pada posisi yang paling dekat dengan air terjunnya, jangan ditanya lagi. Suasananya sama persis seperti di Bola dunia Universal Studio atau Merlion. Mau cari foto yang agak lumayan tanpa banyak orang itu susah. Yah kalau kamera handphonenya ada aplikasi khusus untuk menghilangkan objek yang tidak diinginkan enak, tapi kan repot juga mau edit-edit lagi. Saya hanya biasa menggunakan snapseed untuk edit foto selama ini. Puas hampir sepagian di Changi, selanjutnya kami melipir ke Masjid Sultan.

Masjid Sultan tidak sebesar dan semegah Masjid di Brunei yang pernah saya datangi. Tapi Masjid ini menjadi salah satu tujuan turis di Singapura. Tentu saja ada lokasi untuk ibadah namun ada juga lokasi khusus dimana turis bisa masuk dan melihat-lihat. Kami masuk di lokasi untuk jemaah wanita, untuk sholat Zuhur jamak Ashar. Untuk ke lantai atas ada lift setelah mengambil wudhu, ini adalah lift terbersih menurut saya, karena termasuk dalam batas suci dan kita tidak memakai alas kaki saat masuk ke lift. Selesai sholat kami mencari makan, di seputar masjid kiri kanannya banyak yang menjual oleh-oleh termasuk tempat untuk makan. Suasananya rame dan macet, karena jalannya lumayan sempit. Habis makan saya ngeliat ada yang bawa mixue, saya jadi pengen dan beli juga. Bayangin loh, ke Singapura masih beli mixue, harganya 3 SGD, yang jelas saya tetap beli menu kesukaan saya yaitu Milk Tea tapi bukan yang supreme hanya saja toppingnya tetap pearl. Sebenarnya saat ke Korea akhir tahun lalu, saya juga melihat Mixue di Myeongdong, tapi karena sedang musim dingin, nggak mungkin kan mau beli esk krim  di sana.

Di depan Masjid Sultan


Harga Mixue Singapura


Perjalanan hari ini selesai, namun kami sudah bersiap untuk rencana besok pagi. Besok paginya kami keluar dari hotel pagi-pagi sekali untuk jogging di area Merlion. Matahari belum terbit kami sudah ke stasiun MRT, ini statusnya belum mandi loh, 😅... karena saya tidak bawa baju khusus jogging, jadi saya cuma menemani Desi. Beda dengan orang-orang yang misalnya suka koleksi tumbler starbucks di setiap negara, sepertinya Desi ini terobsesi jogging di tempat-tempat terkenal suatu negara. Di tahun 2022 kami sempat berencana akan ke Kuala Lumpur namun gagal karena pesawat Air Asia Palembang ke Kuala Lumpur di cancel. Nah Desi sudah merencanakan mengajak jogging di area Petronas, dari sekian banyak jadwal perjalanan yang saya susun. 

Rupanya ada banyak juga orang yang lari pagi di sana, kami mulai dari area dekat Hotel Fullerton kemudian lanjut ke Merlion. Saya hanya jadi seksi dokumentasi judulnya, sambil sibuk mikir mau makan sarapan apa nanti pulangnya. Saat melewati Hotel Fullerton saya sempat-sempatnya berfoto dengan mobil antik yang dipajang di sana. Saya jadi teringat dulu juga di depan Hotel Fullerton pernah tanpa malu foto sama mobil Ferrari orang. Udah tahu ya nggak mampu beli, fotonya saja sudah senang.... hahaha... 😁

Mobil antik di depan Hotel Fullerton

Selesai jogging, balik ke hotel kembali. Untuk bersiap-siap jalan hari terakhir di Singapura.

Saya sudah pernah ke Singapura tahun 2007, 2008, dan 2015 (2 kali), namun dari semua kunjungan itu, selalu ada saja yang ketinggalan dan pengen dikunjungi lagi. Yah bisa juga disebabkan karena Singapura yang terus membangun juga sebenarnya. Tahun 2007 dan 2008 belum ada Marina Bay Sands, kemudian tahun 2015 belum ada Jewel Changi dan Gardens by the Bay. Jadi sekarang, mumpung ada waktu saya ke Singapura lagi demi untuk melihat Jewel Changi dan Gardens by the Bay sekalian ke Merlion malam hari dan Desi pengen joging di Merlion. Ke Merlion malam hari sudah kami wujudkan kemarin, sampainya siang, malam lanjut jalan. Hari ini jadwalnya Gardens by the Bay dan Sentosa Island. Ke Jewel Changinya besok, ya walau perjalanan kali ini kami ke Singapura naik ferry dari Batam, tapi kami tetap ke Changi demi mengunjungi Jewel. Untuk jogingnya rencana lusa pagi-pagi sekali, tapi karena saya lupa bawa baju training maka nanti saya cuma jadi bagian dokumentasi saja, tidak ikut joging.

Kami ke Gardens by the Bay pagi-pagi, saking lamanya blog ini ditulis sejak dari perjalanannya, saya lupa stasiun mana untuk ke Gardens by the Bay. Tapi tenang saja, stasiunnya di dekat Merlion dan mudah dilihat dari peta MRT.  Yang saya ingat dari Gardens by the Bay adalah tempat lokasi suting film Hitman: Agent 47. Selain itu rasanya juga ada di Drama Korea Little Woman yang menceritakan mengenai Anggrek. Turun dari kereta, stasiunnya sudah bernuansa tanaman dan bunga-bunga. Sepanjang menuju lokasinya, di kiri kanan terdapat kaca besar dan gambar bunga-bunga berwarna-warni. Untuk orang yang suka bunga dan tanaman pasti suka di sini.

Di antara Supertree Grove

Marina by Sands terlihat dengan jelas dari sini. Masuk ke Gardens by the Bay gratis, tapi jika ingin menggunakan fasilitas premium maka harus membeli tiket. Misalnya untuk naik ke jembatan dari satu supertree grove ke yang lainnya untuk melihat lebih jelas. Kami tidak membeli tiketnya, dan saat kami ke sana, hujan turun sehingga akses ke jembatan tersebut ditutup karena dianggap licin dan membahayakan. 

Sebelum ke area dalam


Marina Bay Sands di kejauhan


Setelah puas berfoto-foto di sela-sela berlindung dari hujan, kami lanjut menuju Sentosa Island. Menuju ke stasiun MRT, kami melewati patung bayi raksasa yang melayang serta beberapa spot keren lain yang fotoable sebagaimana tempat-tempat di Singapura biasa pada umumnya. Tidak banyak yang bisa dilihat di Sentosa Island kali ini. Dari beberapa stasiun monorel kami cuma berhenti cukup lama di Universal Studio. Pantai-pantai buatan di ujung stasiun sudan pernah saya kunjungi Desember tahun 2008 dan pasti sudah berubah drastis. Yang paling sedih tidak ada ada lagi Big Merlion dan kami tidak lama di area bekas Big Merlion karena ke Madama Tussauds kami juga sudah pernah tahun 2015. So ngapain jadi, cuma bengong di bola dunianya Universal Studio sambil ngeliatin turis-turis egois yang ngambil foto lama-lama di depan bola dunia dengan berbagai gaya, tanpa peduli orang lain juga menunggu dan pengen ambil foto juga 😌.... (curhat). Ada keluarga yang minta tolong ke saya untuk di fotoin, wah beruntung sekali mereka, karena hasil fotonya pasti bagus... kalau saya yang fotoin 😎. Setelah dengan baik hatinya saya bantu mereka, eh pas giliran saya foto, mereka gak mau pergi dari sana. Jadi kesimpulannya foto saya tidak ada yang memuaskan karena banyak orang di kanan kiri. 😅

Foto lumayan di depan Universal Studio


Selanjutnya kami ke Vivo City untuk makan dan sholat. Sebelum sholat ada kejadian yang tidak diharapkan terjadi yaitu saya kebelet bab. Kesal kan, padahal saya selalu mengusahakan bab di hotel setiap pagi di hotel kalau saya sedang traveling untuk menghindari hal seperti ini, namun kalau sudah panggilan alam, mana bisa ditolak. Yang jadi masalah adalah, toilet di Singapura ini sudah menyamai toilet di Hong Kong, Jepang, Korea dan negara-negara non muslim lainnya yaitu tidak ada bidetnya. Seingat saya dulu tidak sulit mencari toilet dengan bidet di Singapura, namun sekarang dafaultnya sudah tidak pakai. Ada sih, tapi sedikit dan entah di mana saja. Jika di Korea akhir tahun lalu, kami sudah bawa bidet portable sendiri, kalau sekarang kan memang tidak bersiap karena tidak menyangka. Sambil menahan diri di Mushola, Desi baik hati bantu dengan nanya dengan warga lokal di sana, dimana toilet yang ada bidetnya. Kalau saya saat itu, yang jelas sudah pucat mungkin dan tidak bisa mikir lagi. Mbak nya baik sekali, dari mushola menunjukkan langsung toiletnya yang ada bidet. Katanya cari yang ada tanda tongkat (toilet untuk orang tua), selain ada banyak pegangan di sekitar toiletnya, pasti juga ada bidetnya. Posisinya paling sudut dan biasanya jumlahnya hanya satu. Thanks God, akhirnya melalui perantara Desi dan mbak baik, saya bisa menuntaskan hajat saya dengan lancar. Selesai sholat baru bisa tertawa, karena judul traveling kami kali ini seharusnya berjudul "Travel ala orang tua di Singapura". Ya soalnya semua fasilitas orang tua kami pakai, nggak mau capek bawa koper lewat lift khusus di stasiun MRT. Kemudian karena sudah tahu posisi liftnya, tetap malas pakai eskalator walau tidak bawa koper, dan sekarang toilet juga pakai fasilitas orang tua juga. Tapi tenang, kami tidak mengambil hak orang yang memang butuh, ini fasilitasnya kami pakai kalau sepi saja 😆. Di MRT pun kami tidak duduk di tempat duduk khusus kalau ada orang yang memang butuh.

Makan siang kami di Vivo city. Di sini terbagi menjadi dua area, yaitu halal dan tidak halal. Yang halal nampannya berwarna hijau, sementara yang tidak berwarna hitam. Di area  yang halal saya ingin makan makanan Jepang yang sepertinya menarik, yaitu Chicken Omu Curry. Saya pernah makan kari Jepang di negaranya langsung Tahun 2019 tepatnya di Coco Ichibanya Akihabara. Nah kali ini saya tertarik pengen makan lagi karena platingnya. Nasi ditutup dengan telur dadar seperti pulau, kemudian daun selada disusun seperti tanaman di pinggir pulaunya, ayam karage saya lihat seperti bebatuan, dan terakhir kuah kari nya seperti laut yang berwarna coklat. Selain vlog travel, saya sebenarnya juga punya vlog masak, dan resep ini sudah saya coba recook dan hasilnya sangat saya sukai. 

Chicken Omu Curry

Dan ini Chicken Omu Curry versi vlog saya di warannie


Setelah makan, saya masih lanjut membeli Yong Tau Fu untuk dibungkus. Heran deh kalau lagi traveling, saya dan Desi ini sama kompaknya sudah ngitung jadwal makan berikutnya akan makan apa, bukan hanya untuk malam ini dan besok pagi, tapi sudah mikir besok lusa mau makan apa... 😁. Kemudian selain jadi gila beli Old Chang Kee terus, saya juga banyak membeli Mie Salted Egg padahal di Palembang ada... 😓. Selain makanan, di Daiso saya juga membeli beberapa benda. Daiso kalau di Jepang defaultnya 100 JPY nah kalau di Singapura berapa ya saya lupa, he he... pokoknya dalam SGD dan kalau tidak tertulis maka harganya segitu, jika tidak maka sesuai harga yang tertulis. Benda yang maha penting yang saya beli diantaranya adalah  sutil, dan sendok kayu untuk keperluan vlog masak 😇. Di sana juga untuk pembeliannya sudah mandiri, gak pake orang lagi di kasirnya. Mereka hanya mengawasi, bayarnya bisa cash atau cashless. Awalnya saya bego kan ya pada proses pembayarannya, lama-lama akhirnya bisa juga walau sempat salah meletakkan posisi uang kertas saat mau membayar. Puas belanja dan makan, kami balik ke hotel. Sebelum ke hotel, masih sempat jajan es krim halal yang ada di sebelah hotel. Baru kemudian istirahat untuk perjalanan selanjutnya besok.

Perintilan yang dibeli di Daiso


Es krim dekat Hotel di Jalan Besar

Luar biasa sibuknya saya, sampai-sampai kisah liburan di Bulan Agustus sudah hampir 3 bulan tidak selesai-selesai ditulis. Yaelah... siapa juga yang hari gini nulis blog kan ya, kok liburan masih mau ditulis lagi di blog, vlog dong mestinya ya... hehe.... tenang saudara-saudara, vlog juga ada kok... dan juga kejar tayang, gak selesai-selesai diedit..... (walau yang nonton juga sedikit.... 😅). Udah kepalang saya hobi, jadi.... walau tidak menghasilkan tapi tetap saya lakukan, hitung-hitung refreshing. Kerja udah capek, refreshingnya ya begini... 😎 Kurang-kurang vlog traveling, saya juga punya vlog masak.... hitung-hitung mendokumentasikan resep masakan. Resepnya beberapa dari ibu saya, dan kalau bermanfaat Insya Allah pahalanya untuk Ibu saya.

Balik lagi ke cerita jalan saya ini.... setelah dari Batam, saya dan Desi lanjut nyebrang ke Singapura. Menuju ke Batam Center pagi-pagi naik taksi.... bye bye Nongsa Resort yang bikin awal liburan jadi adem. Sampai di Batam Center ternyata jam  ferry kami bisa kalau mau dimajukan, karena kami datang kecepatan, tapi nambah berapa puluh ribu saya lupa. Ya mau saja dong kami, daripada bengong nunggu di sana.... Beda sekali ya liburan saat high season Desember yang bikin emosi karena penuh orang sampai dapat tiketnya pun siang, sementara sekarang malah bisa ditukar pagi, walau saat kami beli online jam nya siang.

Singkat cerita kami sudah naik ferry, bagasinya dibawa masing-masing dan ditaruh di tempat khusus. Sampai di dalam.... sepi pemirsah.... kami bisa pindah-pindah duduk untuk merekam perjalanan dan mencari posisi paling strategis. Kalau sudah menjelang masuk Singapura, sebaiknya duduk di sisi kanan, karena akan kelihatan jelas gedung-gedung Singapura, termasuk Marina Bay Sands. Ferry mendarat dengan lancar, dan masuk ke imigrasi pun dengan cepat. Pengalaman akhir tahun 2015 tidak bisa dibandingkan. Antrian Ferry merapat saja butuh sejam, belum lagi antrian imigrasi yang kecepatannya lebih lambat dari jalannya siput. Sekarang, cuma scan paspor setelah isi data di mesin kiosk sudah bisa masuk Singapura.

Setelah menukar uang buat nambah-nambah kalau mau jajan, kami langsung menuju stasiun MRT. Tidak minat mau cari jajanan di vivo city, pengennya naruh koper dulu di hotel. Hotel kami ada di daerah yang nama tempatnya jalan besar. Stasiun MRT nya juga jalan besar, kalau dari Google maps hotelnya ada di depan exit A. Dari Harbour Front jalur ungu, pindah di China Town pindah jalur biru, 3 stasiun turun di stasiun Jalan Besar. Kalau saya bandingkan dengan subway di Korea, untuk memilih jalur kereta biasanya kita lihat dari next stasiunnya, mau ke kanan atau kiri. Misal kita dari Chungmuro mau ke Gyeongbokgung, maka kita lihat next stasiunnya Euljiro 3(Sam)ga bukan Yaksu. Nah kalau di Singapura, kita mau stasiun yang kanan atau kiri harus lihat stasiun paling ujung,.... yang buat bingung ada stasiun ujung yang ternyata beda atau diganti penamaanya... Untuk turis yang kurang kenal daerah Singapura, ini bisa membuat jadi bingung. Untuk hotel kami, dari Chinatown kami menuju arah expo, kalau sebaliknya stasiun paling ujungnya Bukit Panjang. Oh ya satu lagi info terbaru dari per MRT an Singapura adalah, sudah ada line yang bentuknya melingkar seperti JR Line di Tokyo, cuma saya belum familier dengan stasiun-stasiunnya.

Sampai di stasiun Jalan Besar exit A kami jadi menyesal, karena walau letak hotel kami di seberang, kami harus 3 kali menyeberang jalan. ke kanan, ke atas dan ke kiri. Sementara di seberangnya ada exit B yang hanya tinggal menyeberang sekali ke hotel kami. Oke, jadi default hotel kami stasiunnya berubah jadi exit B kalau mau ke mana-mana. 

Untuk check in belum bisa, tapi bapak resepsionis yang sepertinya pemiliknya mengizinkan kami menitipkan koper, sambil menunggu waktu check in jam 2 siang. Sambil menunggu, kami mencari makan dulu, ada banyak tempat makan halal di sekitar hotel, termasuk makanan Indonesia. Juga ada 7 eleven untuk beli makanan kecil dan minuman. Di sekitar situ juga ada mall, dan kalau jalan sedikit lebih jauh bisa ke Bugis Junction. Jam 2 kami check in dulu dan istirahat sebentar. Sebenarnya di Singapura ini selain saya ingin ke Garden by the Bay karena belum pernah, saya juga ingin ke Merlion dengan suasana malam. Berkali-kali saya datang ke sana selalu siang. Sementara Desi ingin joging di sekitaran Merlion, jadi besok atau lusa, kami akan datang ke Merlion pagi-pagi sekali. Untuk suasana malam ke Merlion akan kami wujudkan hari ini. 

Makan siang dekat Hotel

Sore kami ke Bugis Junction dulu, lihat-lihat barang yang lucu-lucu di sana dan pengen beli mie salted egg yang dimana-mana ada. Kurang kerjaan ke Daiso dan beli perintilan penting, tidak penting seperti sendok untuk propoerti vlog masak 😁. Pas mau ke stasiunnya, ngeliat ada yang jual Old Chang Kee yang pernah direview Ria SW, dan ini halal. So belilah kami, pengen coba curry puff nya dan beberapa varian lain. Menjelang sore, melipirlah kami ke Merlion. Turun di stasiun Raffles exit H belok kiri. Tapi kami ke kanan dulu menyusur sungai sampai ke Hotel Fullerton sebelum menyeberang ke Merlion.

Judulnya kan Liburan Low Season Agustus ke Singapura. Dari Batam naik ferry sepi, pas sampai sini.... Masya Allah... ternyata tetap ramai saudara-saudara. Mau cari foto yang bagus harus diiringi dengan doa agar keegoisan orang-orang di sekitar kita agak ditahan sedikit. Memang sih saya sudah berkali-kali ke sini, tapi kan kali ini pengen yang latarnya malam. So dengan perjuangan yang luar biasa, akhirnya dapatlah beberapa foto yang lumayan dengan latar Merlion dan Marina Bay Sands.

Latar Marina Bay Sands

Latar Merlion


Lampu Marina Bay Sands dari kejauhan berganti-ganti dari merah, biru ke ungu. Saya yakin kalau dari dekat, pasti ada musiknya. Yah lumayanlah ya, sudah terpenuhi keinginan ke sini malam-malam. Setelah puas, kami pulang, karena besok baru akan jalan yang sesungguhnya di Singapura.





Hobi saya traveling, tapi pekerjaan saya memungkinkan saya hanya bisa cuti Lebaran dan Akhir Tahun. Karena libur lebaran adalah waktu untuk keluarga, maka waktu untuk liburan yang lebih khusuk hanyalah akhir tahun. Dannnn... yang namanya libur akhir tahun itu sudah pasti high season... tiket dan hotel mahal, rame di mana-mana, serta kalau pergi ke negara 4 musim, koper terpaksa bertambah berat karena harus membawa pakaian tebal musim dingin. Nah... tahun ini, saya dapat rejeki nomplok, yaitu dapat waktu libur satu minggu.... *horeee!!, langsung cek dompet..* Yah namanya rejeki itu kan tidak perlu berbentuk materi, bagi yang gila jalan seperti saya, dapat waktu itu sama dengan dapat uang....

Jadi, kemanakah saya??? kalau mau yang jauh, sudah telat karena waktunya sudah mepet dan persiapan tidak akan cukup waktunya. Pengen di Indonesia saja, mencoba Kereta Whoosh ke Bandung dan kereta Panoramic ke Jogja asyik juga.... Perginya sama Desi lagi, dan keputusan akhirnya ternyata adalah ke Singapura, via Batam... Loh kenapa Singapura lagi, lewat Batam lagi, bukannya sudah pernah kami jalani di Akhir Tahun 2015 plus tambah Kuala Lumpur dan Phuket?... Tenang ini percobaan adu nyali lewat imigrasi Singapura lewat Batam kalau bukan saat High Season bagaimana bentuknya. Waktu tahun 2015 kan pergi pagi dari Palembang, antri dimana-mana, sampai hotel Singapura sudah malam. Nah kali ini kami pp Batam dan Singapura, dan menginap semalam dulu di Batam. Masih ada whishlist saya yang belum tercoret di Singapura, saya belum pernah ke Merlion pada suasana malam, belum ke Jewel dan Garden by the Bay...

Penginapan yang kami pilih di Batam adalah sebuah resort, namanya Nongsa Point Marina. Tempatnya diujung Pulau Batam. Hitung-hitung healing di tempat sepi dan mengumpulkan energi sebelum menghadapi ramenya Singapura. Pesannya online, dengan pilihan kamar menghadap ke laut atau taman... saya pilih yang menghadap ke taman karena yang menghadap laut lebih mahal. Menghadap taman saja rate nya sudah 1 juta lebih semalam. Tapi harga segitu sangat worth it... kamarnya bersih dan pemandangannya indah. Sementara untuk di Singapura, hotelnya sudah pasti kecil dan muahal juga, dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan di Nongsa, kami hanya dapat kamar dengan luas setengahnya. Tapi emang bedanya saat keluar hotel sudah kotanya dan banyak makanan disekitarnya, beda dengan di Nongsa yang jauh dan tidak bisa pesan makanan online. 

Persiapan dari Palembang tidak terlalu banyak. Koper juga cuma bawa yang ukuran 20 inci. Tidak bawa tas tambahan karena memang tidak niat beli oleh-oleh. Nukar uang SGD sedikit, serta beli paket internet Singapura juga tidak semahal kalau beli paket Asia. Selain beli tiket pesawat ke Batam, ferry ke Singapura juga sudah dibeli dengan harga sekitar 350 ribuan. Kami berangkat tanggal 12 Agustus dan kembali tanggal 17 Agustus, dengan rincian 1 malam di Batam dan 4 malam di Singapura.

Berangkat sebelum subuh dari rumah , karena pesawatnya take off jam 6 pagi naik Lion. kami sampai di Batam jam 7 an, naik Taksi ke Nongsa sekitar 40 menit. Sampai di sana, Alhamdulillah kami sudah bisa check in. Rencananya kalau memang tidak bisa, kami hanya akan titip koper dan akan ke kotanya. Tapi karena sudah bisa masuk, maka tidak jadi keliling kota, selain karena ongkos taksi juga lumayan mahal bolak balik kota ke hotel.

Setelah memberikan deposit Rp 500.000,- kami diantar ke kamar di lantai 2. Suasananya enak sekali di sana, benar-benar tenang. Kalau mau berenang bisa, mau melamun di teras sambil menghadap taman juga bisa, atau pilihan terakhir yaitu tidur... hahaha... Coba, jauh-jauh liburan malah tidur, tapi emang sepertinya saat itu bagi saya benar-benar saatnya istirahat setelah melewati rutinitas selama ini. Saking enaknya tidur, mau bangun untuk makan siang saja susah sekali. Akhirnya makan siangnya jadi kesorean, makannya di restorannya. Saya pesan rawon karena lagi pengen makan itu setelah melihat fotonya. Soal harga makanan, sudah pasti lebih mahal. Kalau mau pesan online sebenarnya bisa, tapi jaraknya jauh dan harus kita urusi sendiri, tidak bisa lewat pihak hotel. 

Rawon di Nongsa Point Marina Batam

Jalan-jalan di sekitar resort sangat menarik, langsung menghadap ke laut. Kalau dilihat di peta, resort tersebut mengahadap ke Singapura langsung. Ada juga tertambat beberapa kapal kecil di dermaganya, mungkin bisa ke Singapura lewat sana secara pribadi, tapi pasti lebih mahal kan ya. Lagi asyik foto-foto hujan turun dengan derasnya... Jadi kesimpulannya acara healingnya bonus air hujan...

Kolam renang yang bersih


Pemandangan laut 1


Pemandangan laut 2


Bulan Agustus di Nongsa Point Marina Resort Batam


Malamnya kami makan dibelikan sama adik Desi yang emang juga tinggal di Batam. Menghabiskan waktu di Batamnya sebentar sekali, mungkin lain waktu saya bisa ke sini lagi dengan waktu yang lebih panjang. Untuk besok pagi, saya sudah memesan sarapan jam 6 dan taksi jam 7 untuk ke Batam Center. Perjalanan selanjutnya bukan untuk istirahat, tapi untuk nambahin jejak kaki di Singapura.

Lanjut Part 2

video youtube

Jadi ceritanya, saya baru-baru ini melakukan perjalanan singkat satu hari, dari Palembang ke Jakarta dan sebaliknya. Perjalanan ini karena saya menghadiri pernikahan keponakan saya. Karena keadaan tidak memungkinkan untuk menginap, maka saya putuskan untuk pergi pagi dan pulangnya malam. Untuk pulang sengaja saya pilih penerbangan yang paling malam ke Palembang. Jadi perginya jam 8 pagi naik Super Air Jet dan pulangnya jam setengah 8 malam naik Citilink. 

Saya sudah beberapa kali naik Super Air Jet dan sudah 2 kali diganti jam penerbangannya, maka ketika mendapat pesan wa kalau jam pesawat saya dimajukan saya sudah tidak heran lagi. Saya berniat untuk mengubah jam pergi saya, tapi entah kenapa sulit sekali mengurus prosesnya, padahal dulu saat saya mengubah pesawat pulang saya dari Jakarta ke Palembang setelah dari Korea awal tahun ini, setelah pesawat saya dipindah ke Batik lewat Halim padahal kami landing dari transit Taipei di Soeta, lancar-lancar saja. Tapi sekarang dengan cara yang sama persis, entah kenapa tidak bisa. Akhirnya saya menyerah, dan memutuskan akan ikut jadwal yang diubah itu, tapi akibatnya pergi dari rumah jadi lumayan terburu-buru. Setelah urusan pesawat pergi beres, eh dapat wa lagi kali ini dari Citilink yang mengatakan pesawat saya diundur menjadi jam 8.20 karena alasan operasional. Baiklah... tambah malam saja saya sampai di rumah kalau begitu...

Hobi saya traveling, tapi saya sebenarnya tetap tidak suka naik pesawat. Tapi karena untuk pergi kemana-mana dalam jarak yang jauh harus naik pesawat, maka terpaksa harus saya jalani. Berdoa dan memohon keselamatan kepada Tuhan adalah hal yang wajib dilakukan setiap kali akan bepergian. Karena perjalanan kali ini tidak menginap, saya putuskan menyetir mobil sendiri ke bandara, entah nanti berapa biaya parkirnya kalau hampir seharian. Saya sampai di bandara tepat waktu, pesawat juga berangkat tepat waktu sesuai dengan jam yang sudah dimajukan. Karena saya tidak bawa bagasi, setelah landing saya keluar dengan cepat mencari taksi setelah sempat makan terlebih dahulu. 

Foto booth kondangan 


Mumpung sepi


Pulangnya naik gocar dari jam 6 kurang, sampai di bandar Soeta kira-kira satu jam kemudian, akibat macet saudara-saudara.... Di bandara Terminal 3 domestik, pengen makan nasi goreng Solaria, tapi ramenya minta ampun, jadi diganti beli Yoshinoya. Saya baru kali ini pulang dari Terminal 3 domestik, sebelumnya selalu internasional dan masuk dari sebelah kiri. Awal tahun ini ke Ho Chi Minh dapat gate 1. Sekarang tujuan domestik Citilink belok ke kanan, dapat gate 24 dari total 26 gate. Di mana itu, di sana.... yang paling ujuunggg... Jadi kalau ke gate 1 saya melipir ke paling ujung kiri, sekarang ke kanan juga bagiang ujung... Jalan kaki, terus jalan, jalan lagi... sambil nguap berkali-kali sudah ngantuk berat.

Terus apakah pesawatnya tepat waktu, ternyata delay lagi menjadi jam 8.50. Rasanya mau nangis, sampai di Palembang jam 10 an, sampai di rumah jam 11 an bakal jadinya... tapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan, dijalani saja.... berusaha berani nyetir sendiri pulang ini. Para penumpang mulai menumpuk, sudah mengantuk... orang di belakang menelpon dengan suara yang kuat, sibuk ngoceh sesuatu tentang bosnya dan didengar semua orang.

Setelah akhirnya bisa masuk pesawat jadi lumayan lega. Nah ini, hal yang tidak disuka dan sangat tidak diinginkan terjadi. Proses take off dan landing adalah proses yang berbahaya dan selalu membuat deg degan... Kali ini take off belum selesai dengan sempurna, pesawat mengalami turbulensi. Goncangannya lumayan kuat dan terjadi beberapa kali. Yang terparah satu kali, sampai badan pesawat terasa sekali turunnya, untung kemudian bisa kembali stabil. Jantung sudah tidak karuan rasanyanya, suara penumpang berseru ketakutan, doa-doa dipanjatkan termasuk oleh saya... dan saya sempat terpikir inilah akhir hidup saya. Namun Alhamdulillah berikutnya pesawat bisa terbang dengan baik dan aman sampai selanjutnya. 

Dari sekian banyak pengalaman saya naik pesawat, satu pengalaman yang buruk bagi saya adalah saat ke Jogja dan pesawat belok dengan tajam, sementara saya duduk di dekat jendela. Posisinya lurus dan saya bisa melihat candi prambanan di bawah saya saking tajamnya belokan pesawat, ibu-ibu di samping saya sudah berdoa komat-kamit saking takutnya bakal jatuh. Tapi pengalaman kali ini adalah yang terburuk. Bagi saya ini seperti diberi kesempatan kedua untuk hidup, saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan masih terselamatkan dalam perjalanan ini. 

Alhamdulillah lagi, saya juga selamat sampai di rumah hampir tengah malam. parkir di bandara biayanya kena Rp 80.000,- muahal ya... tapi ya sudahlah kan memang lama parkirnya, daripada naik taksi lebih mahal. Hikmah yang bisa saya ambil dapat dalam perjalana kali ini adalah bahwa kita harus berserah diri, dan tetap harus memohon keselamatan dalam perjalanan. Namun hal ini tidak bisa membuat saya jadi jera naik pesawat, karena saya suka traveling. Untuk perjalanan berikutnya saya tetap berharap dilancarkan dan bisa sampai di tempat tujuan. 


Postingan ini... untuk perjalanan akhir tahun 2023 ini, akan penuh dengan curhatan, padahal ini adalah satu-satunya postingan dengan label Taiwan-Taipei dalam blog saya kali ini untuk saat ini. Judulnya sudah ada bocoran bahwa di Taipei kami cuma numpang tidur... jangan cari foto saya dengan latar belakang Gedung Menara 101 karena tidak ada saudara-saudara... 😭.

Jadi begini ceritanya...

Sebenarnya ketidak suksesan perjalanan ke Taipei ini sudah dimulai saat saya akan memesan penginapan sebelum berangkat. Sialnya adalah jadwal kami di Taipei ini tepat kebetulan menginap hanya 1 malam di malam tahun baru 2024. Harga hotel di Agoda melonjak untuk lokasi-lokasi strategis yang saya incar. Di main station dan dekat menara 101, harganya berkisar dimulai dari 1,5 juta rupiah, rugi kan jadinya... Maka jadinya saya memesan airbnb dapat host yang rumahnya memberikan harga yang lumayan. Lokasinya dekat bandara kalau naik mobil sekitar 20 menit. Host sudah bilang kalau dia ada di rumah sore sekitar jam 5 saat chat dengan saya. Saya oke saja, karena rencananya kami di Taipei pesawat China Airlines dari Korea mendarat jam 2 siang. Bagasi besar seharusnya bisa langsung ke Jakarta, kami bisa keliling Taipei hanya bawa tas kecil yang tidak berat, nggak masalah sebelum sorenya ke penginapan. Saya sudah browsing transportasi di Taipei, sudah beli voucher di Klook untuk tiket kereta bandara ke main station. Dari main station ke Menara 101 sudah 1 jalur melewati beberapa stasiun. Saya juga sudah menemukan restoran halal di main stasiun untuk membeli mi daging sapi khas Taiwan, rencananya dibeli saat pulang dari Menara 101 saja, sore saat mau ke penginapan. 

Rencana sudah matang, pelaksanaannya kacau balau. Dari hotel di Chungmuro pagi-pagi kami sudah check out menuju Incheon sambil menyeret koper melewati salju. Dari Seoul stasiun lanjut dengan kereta Arex ke terminal 2. Saya baru kali ini ke terminal 2 Incheon, kalau naik Vietnam Airlines, turun dan naiknya dari terminal 1. Dengan kereta Arex perjalanan ditempuh 40 menit. Kereta akan berhenti di terminal 1 dulu, kemudian baru terminal 2. Satu yang saya sukai di terminal 2 Incheon ini yaitu toiletnya ada bidet lengkap seperti di Jepang 😄.

Terminal 2 Incheon

Kesulitan kami untuk perjalanan pulang ini bertambah lagi. Saat check in, petugasnya eonni yang cantik itu menjelaskan bahwa check in kami hanya bisa sampai Taipei saja, tidak bisa langsung ke Jakarta jika kami akan masuk ke kotanya. Kami menjelaskan bahwa kami sudah punya visa dan memang berencana masuk Taipei. Jadi kami harus pilih, check in sampai Jakarta tapi tidak masuk Taipei, atau chek in hanya sampai Taipei bisa masuk kotanya. Tentu saja kan ya, kami mau masuk kotanya, masalahnya kalau check in hanya sampai Taipei artinya para koper besar juga terpaksa ikut kami... 😭. Masa turun naik kereta mau ke Menara 101 bawa-bawa koper besar. Jadi kami tanyalah apakah ada penitipan koper di bandara Taipei, seperti di Kuala Lumpur, tapi petugasnya tidak tahu. So akhirnya kami pasrah check in cuma sampai Taipei sambil berharap nanti ketemu semacam loker di Bandara Taipei untuk kami sewa. 

Sambil nunggu di gatenya saya browsing segala info yang dibutuhkan saat sampai nanti. Di mana mushola, di mana tempat nukar uang, dan di mana tempat penyewaan loker. Dapat info kalau di main station ada loker, tapi kan capek juga menuju ke sana dari bandara. Jadi penitipan loker harus di bandara. Kalau di KLIA malah bukan loker tapi ruang khusus penitipan, jadi mau sebesar dan sebanyak apapun bagasi, bisa dititip. Tapi info yang saya dapatkan di bandara Taipei cuma ada loker pakai koin, semoga ada yang kosong untuk ukuran besar nanti. Ada juga info mengenai bantuan untuk koper besar di bandara, tapi itu untuk mengirim koper ke suatu tempat, dan waktunya berhari-hari, sudah pasti info ini tidak berguna bagi kami. 

Saat ke toilet, saya tidak mengisi bidet portable yang biasa kami gunakan saat di toilet, karena melihat ada logo bidetnya. Tapi saat mau digunakan rasanya pengen nangis, dipencet apapun tombolnya tidak ada reaksi, sementara botol saya kosong. Mau nelpon Desi saya tidak bawa HP. Putus asa rasanya karena kalau tidak pakai air bilasnya, bagaimana saya mau solat nanti. Solat kemungkinan bisa saat sudah sampai, tapi bisa juga kalau mau di pesawat kan. Jadi dengan berdoa saya coba pencet lagi semua tombolnya satu persatu, seingat saya saat di Jepang tinggal pencet yang gambarnya air, nanti keluar airnya dari bawah. Percuma tombol sebanyak itu kalau satu saja tidak berfungsi. Ditengah rasa putus asa tiba-tiba setelah pencet satu tombol ada lampu kecil hidup.... Oooo pake tombol power dulu ternyata.... setelah itu baru deh tombol airnya bisa berfungsi.... pingsan...

Pesawat China Airlines yang kami tumpangi berbadan kecil karena memang jarak Seoul ke Taipei juga dekat. Komposisi kursinya 2 3 2, dan kami dapat yang kursi 2 dekat jendela. Sudah pesan juga makanan halalnya, dan rasanya juga enak. Sholatnya jadi di pesawat setelah tayamum. Kami sudah bisa sholat di pesawat karena pengalaman dari umroh tahun lalu. 

Makanan di pesawat


Pesawat mendarat ontime. Kami masuk ke antrian imigrasi dengan agak cemas. Walau sudah punya visa ROC tapi tetap ada kekhwatiran sebelum kami benar-benar diperbolehkan masuk Taiwan. Saat sudah di depan petugas, saya menyerahkan paspor, tiket keluar dari Taipei, visa Korea dan Visa ROC Taiwan.... Dan alhamdulillah di Imigrasi kami bisa lewat dengan lancar, terus apa yang tidak lancar, saat masuk ke pemeriksaan bawaan, saya membawa strawberry yang memang tidak dihabiskan untuk Elsa. Eh ternyata tidak boleh membawa tanaman atau buah ke Taipei tanpa izin khusus, kalau masih memaksa masuk dendanya mahal sekali. Akhirnya terpaksa kotak makanan dari Korea plus isinya strawberry direlakan diambil oleh petugas. Lanjut ke kerjaan selanjutnya yang tidak kami inginkan yaitu mengambil bagasi. Koper yang super berat itu jadi terpaksa ikut kami lagi ke mana-mana. Setelah dari toilet dan menukar uang, kami mencari penitipan koper. Nanya ke petugas mereka ramah-ramah, ketemu sih tapi... lokernya penuh... loker besar kira-kira ada sepuluh, dan semuanya berisi. Kami bertanya ke satu ruangan tempat untuk pengiriman koper, apakah ada tempat penitipan lain atau kami boleh titip ke mereka dan ambil besok pagi. Tapi mereka tidak bisa bantu, penitipan lain ada di main station, tapi masa kami mau bolak balik ke sana hari ini dan besok pagi, waktu kami akan habis dan repot bawa koper naik turun kereta lagi. 

Rasanya super kesal.... Kami duduk di ruang tunggu, dan Ms. S, host airbnb kami mengirim pesan menanyakan kami ada di mana dan kepastian jam ke rumahnya karena jam 6 dia akan ke luar makan malam. Saya ceritakan perihal koper besar kami yang tidak bisa dititip dan kami masih terdampar di bandara sementara hari semakin sore. Pesawat memang sampainya ontime, tapi waktu yang kami lewati ke sana ke mari dari sejak mendarat sampai saat itu sudah lumayan lama, waktu sudah menunjukkan jam 4 lewat.

Sebenarnya host juga menyediakan servis antar jemput rumah bandara, dan karena tidak ketemu jalan lain, kami jadi berencana minta jemput saja, taruh koper dan nanti malam ke luar lagi. Akhirnya kami minta jemput juga. Butuh waktu kira-kira 30 menit untuk kami bertemu dengan Ms. S. Untuk saat itu momen yang paling menyenangkan adalah bertemu dengan Ms. S diantara semua kejadian yang menimpa kami hari ini. Ms. S orang yang sangat ramah dan ceria. Saat kami bertiga bertemu seakan-akan ketemu teman lama sambil pegangan tangan dan loncat gembira. Banyak yang kami ceritakan padanya saat di perjalanan mengenai kesialan kami hari ini. Dia bercerita bahwa saat ini ada dua orang lagi yang menginap di rumahnya, satu dari Amerika dan satu dari Singapura. Makan malamnya malam ini adalah dengan yang dari Singapura. Dia malah mengajak kami kalau mau gabung, selesai makan mereka juga akan merayakan tahun baru di Menara 101. Wah kebetulan sekali ya, tapi kami ragu sesaat mengingat makannya akan makan apa. Setelah dia tahu kalau kami muslim yang tentu saja makannya terbatas, dia bilang dia vegetarian dan nanti kalau kami mau ikut akan diatur makannya apa saja yang boleh dan tidak boleh. Tapi karena kami ragu, akhirnya kami menolak tawaran baik itu. Jadinya kami berencana akan keluar jalan sendiri saja naik transportasi umum. Dia ngasih tahu kalau di dekat rumahnya juga ada perhentian bis, dan dia baik sekali meminjamkan 2 kartu easy card untuk kami naik bis atau metro subway. 

Pemandangan Taipei dari bandara


Singkat cerita kami sampai, ternyata airbnb nya di apartemen. Kami naik ke lantai atas, dikasih kunci untuk lift, pintu depan dan pintu lainnya serta diberi penjelasan singkat mengenai rumah, di mana dapur dan kamar mandi. Kami juga bertemu tamu yang dari Singapura dan dia juga ramah. Koper besar kami tinggal di mobil Ms.S. Setelah meletakkan barang di kamar dan istirahat sebentar, kami keluar. Melihat perhentian bis di dekat sana, kami sama sekali tidak mengerti rutenya. Sebenarnya kalau sudah bisa ke main station sudah aman, saya sudah tahu akan ke mana selanjutnya. Tapi tidak seperti bis di Seoul yang bisa dilacak di Kakaometro, aplikasi yang ada di perhentian bus itu tidak bisa kami buka dan instal. Taksi tidak ada yang lewat, bus juga tidak ada yang lewat-lewat. Apakah karena ini malam tahun baru, jadi jalan macet dan mungkin subway juga penuh. Jangan-jangan walaupun kami dapat transportasinya, malah nanti tidak bisa pulang akhirnya. Capek mikir, capek badan akhirnya kami sepakat dan ikhlas tidak akan ke mana-mana malam itu. Cuma ke mini market membeli minum, makanan yang  bisa dimakan yang halal cuma sedikit, beli semacam Pringles Mr. Potato produksi Malaysia dan roti sebagai karbohidratnya, sedihhhhhhh....

Pemandangan sekitar airbnb


Ini perhentian bisnya


Di airbnb kami bertemu tamu yang dari Amerika, dia juga baik dan ramah, kami sempat bercerita sedikit dengannya. Habis beli makanan, karena saking kecewanya tidak bisa ke mana-mana selama di Taipei saya akhirnya tidur lebih cepat dari Desi. Tumben kan, biasanya saya selalu tidur belakangan. Besok pagi kami akan kembali ke bandara diantar Ms. S lagi. Sudah pesan kalau kami minta antar jam 6 pagi dan dia sudah setuju. Jadi fix, saat itu... kami cuma numpang tidur di Taipei. Cerita transit yang sangat tidak diharapkan.... 😞.

Ms. S memang benar-benar asyik orangnya, setelah mengantar kami ke bandara, dia menunggu... katanya baru akan pulang setelah kami masuk ke terminal. Baik sekali orangnya, sayang kami menghabiskan waktu terlalu sedikit di Taipei. Di bandara, untuk check in pesawat China Airlines hanya buka 1 jalur antrian... luar biasa... penerbangannya banyak, orangnya juga banyak. Walau counter yang buka banyak dan antriannya majunya cepat, tapi waktu yang kami butuhkan dari mulai antri sampai berhasil check in lumayan lama. Mau check in online paspor saya tidak bisa, sementara paspor Desi bisa... jadi tidak jadi check in nya. Pada saat mau keluar Korea kemarin jupa, paspor saya tidak bisa di scan sendiri. Jadi Desi bisa keluar imigrasi dengan scan sendiri, saya harus lewat petugasnya. 

Selesai urusan check in dan bagasi ke Jakarta, kami berharap ketemu toko merchandise untuk membeli sesuatu. Tapi ternyata sepanjang perjalanan dari imigrasi sampai gate kami, tidak ada satupun yang menjual semacam gantungan kunci dan lain-lain seperti di bandara Ho Chi Minh. Adanya ya banyak toko barang-barang yang tidak kami minati. Saat masuk ke pemeriksaan bandara, saya lupa masih bawa air minum. Tentu saja akhirnya, air minum saya terpaksa ditinggal dan nanti di dalam kalau mau minum harus beli lagi. Sunscreen semprot Desi juga disita. Rasanya pengen ngomong makasih sama petugas di sana, sudah strawberry saya kalian ambil sekarang air minum... 😅. Desi lebih sewot lagi, dia ngoceh kalau sunscreen dia itu sudah lewat Vietnam, Korea aman-aman saja... kenapa sekarang jadi tidak bisa lewat... 😆. Sepertinya lengkap sudah perjalanan kami kali ini di Taiwan, tidak kemana-mana, cuma numpang tidur dan tidak beli oleh-oleh apapun. Yang positif cuma uang Taiwan kami yang hampir masih utuh, hanya dipakai beli makanan kecil dan minuman di mini market dan bayar ongkos transportasi antar jemput bandara. Saya kira kesialan saya yang paling sial waktu solo traveling ke Brunei karena kelebihan bagasi dan tidak ada uang tunai untuk bayar, sehingga akhirnya banyak barang terpaksa ditinggal, pashmina, parfum sampai celana jeans. Tapi kalau dibandingkan dengan Brunei, walau barang yang ditinggal lebih banyak, namun paling tidak...  saya dapat foto dengan latar belakang Masjir Omar Ali Saifuddien, nah kalau di sini... foto dengan Menara 101 masih jadi cita-cita di Negara Tao Ming Tse ini... 😌.

Mr. Potato rasa ubi ungu

Bandara Taipei


Sambil menunggu boarding yang suasananya sudah sangat familiar karena banyak orang Indonesianya, saya buka shopee, check out gantungan kunci dan magnet kulkas sebagai hiburan untuk kami nanti.... 😅... Yah lumayanlah nanti ada kenang-kenangan walau merchandisenya tidak asli dibeli di tempat asalnya. Pesawat China Airlines kami kali ini rute yang jauh ke Jakarta, komposisi kursinya 3 4 3. Kami duduk di sebelah mbak dari Indonesia yang sudah lama kerja di Taipei dan saat itu pulang ke Indonesia. Kasihan sekali dia cerita, kalau anaknya ditinggal masih kecil dan sekarang sudah besar, dia gembira karena nanti masuk sekolah ibunya yang bisa antar. Sedih juga mendengar cerita dari saudara setanah air yang bekerja di luar negeri. 

Makan di pesawat kami juga memesan makanan halal. Dessertnya ada kue Mochi yang bentuknya seperti kelpon dan enak. Pramugarinya punya contekan dalam Bahasa Indonesia untuk pilihan makanan. Chicken Rice or Fish Noodle mereka sebut nasi ayam atau mie ikan dengan dialeg yang lucu. Dia benar-benar membaca kertas contekannya setiap menanyai penumpang mau makan apa. Karena kami memesan versi halal, maka kami mendapatkan makanan duluan. Tidak disangka, makan berat kami di perjalanan Taiwan semuanya di pesawat... 

Makanan saat ke Jakarta

Sampai di Jakarta, saat masuk imigrasi khusus WNI, akhirnya paspor saya bisa scan sendiri tanpa harus minta bantu petugas. Memang sepertinya di negara sendiri paspor saya baru dikenali... 😁. Pemeriksaan bea cukainya sudah menggunakan sistem online dengan scan QR code dan mengisi link google form. Selama ini perjalanan saya pulang ke Indonesia selalu langsung ke Palembang dari memang Kuala Lumpur atau transit dari Kuala Lumpur dan mengisi kertas manual untuk bea cukai. Ini karena rute Air Asia Palembang KL tidak ada lagi, jadi saya lewat Jakarta. Tahun kemarin saat umroh, walau lewat Jakarta juga, tapi jamaah umroh punya privilege pintu exit sendiri jadi juga tidak ngurusi bea cukai. Jadi saya kira sudah tidak ada lagi pemeriksaan bea cukai. Kami sudah di titik keluar saat disuruh balik lagi untuk mengisi data. Yang kasihan ada 1 mbak tidak bisa isi karena tidak punya paket internet dan tidak connect ke wifi. Mau nolong kami masih ribet ngurus diri sendiri. Setelah urusan saya beres dan mau bantu paling tidak kasih tethering, eh mbaknya sudah ngilang. Kata Desi mungkin sudah minta bantu petugas. 

Dari terminal 3 kami pindah ke terminal domestik. Lumayan tidak harus pindah bandara setelah kami ganti maskapai. Di Jakarta, kami sudah bebas mau makan apa saja, solatnya mudah dan ke toilet pun puas. Uang dolar Taiwan sudah ditukar ke Rupiah dan bisa jadi tambahan jajan di bandara. Badan capek, pakaian kotor banyak. Sampai di rumah cita-citanya akan tidur sebanyak mungkin setelah beberes pakaian. Next trip perencanaannya harus lebih matang dan semoga ke negara baru yang akan membuat kesan baik dan mendalam... 😆.

Hari kelima jadwal jalan di Seoul adalah favorit saya. Latar foto-fotonya didominasi oleh warna putih. Sebab kenapa.... sebab hari ini salju turun seharian di Seoul. Tanggal 30 Desember 2023, Desi sudah bilang kalau prakiraan cuacanya akan turun salju. Pagi-pagi saat buka tirai jendela hotel, salju turun perlahan, semakin lama semakin lebat. Saat kami datang ke Seoul, selama bulan Desember ini, salju sudah pernah turun. Saat kami baru datang, yang terlihat adalah sisa-sisanya, nah hari ini salju turun lagi. Kami sudah bawa payung lipat, jadi hari ini si payung akan berguna. Kostum hari ini akan semakin heboh. Jika biasanya selain coat, long john saya pakai tidak lengkap. Maksudnya atasan atau bawahan saja. Kalau bajunya kaos tidak pakai, tapi kalau bahan tipis baru pakai atasan long john. Untuk bawahan, kalau celana panjang tidak pakai long john, tapi kalau rok... baru pakai bawahannya. Hari ini, pakai formasi lengkap. Coat, ditambah long john atas dan bawah selain outfit, walau sebenarnya sudah pakai celana panjang.


Jadi hari ini adalah pertama kalinya saya ketemu langsung dengan salju tebal. Perjalanan ke Jepang dan Korea yang lalu cuma ketemu sedikit saja. Lewat tempat bersalju tebal cuma lihat dari Shinkansen. Trus bagaimana rasanya kehujanan dan menginjak salju. Kalau menginjak salju sudah dari kemarin-kemarin, tapi yang ketumpahan di kepala baru kali ini. Salju itu teksturnya lembut seperti es diserut. Kalau baru turun seperti kapas. Setelah sampai di tanah akan menumpuk.  Jika turun di jalan pasti akan tergilas kendaraan dan tidak menumpuk, tapi jadinya berwarna coklat bercampur tanah. Untuk yang tidak di jalan, pasti akan menumpuk. Di atas pohon, tanaman, atap rumah, mobil yang diparkir... semuanya putih. Ngambil foto dan video hari ini usahanya harus lebih karena sambil pakai payung. Salju yang turun pertama tidak langsung membuat basah, seperti saat kena tas. Tapi kan takut juga kalau merembes ke dalam basahnya. Hal yang paling saya takutkan kalau kena paspor. Desi membungkus paspornya dengan plastik. Saya juga langsung mindahin paspor ke posisi paling belakang di tas dan ditutup dengan plastik juga. Handphone kalau dipegang sudah dingin, saat ngambil foto atau video juga hati-hati takut basah kena salju. Payung lama kelamaan semakin berat, karena tertumpuk salju, jadi sering-sering dikibas supaya saljunya jatuh dari payung.

Jadwal hari ini cuma tinggal satu, yaitu ke Jembatan Banpo. Sebenarnya ini memenuhi keinginan Desi yang pengen piknik di Sungai Han. Berhubung cuaca tidak mendukung, jadi mohon maaf, pikniknya diganti syuting ala Oshin... Yang nggak tahu Oshin, googling deh... ini saking tuanya yang nulis jadi ingatnya Oshin ngeliat salju yang banyak. Oshin itu drama Jepang yang settingnya di musim dingin. Balik lagi ke rencana hari ini, kami hanya ke Banpo karena hari ini hari terakhir kami dan punya rencana belanja oleh-oleh di Myeongdong siangnya. Jembatan Banpo dipilih sebagai jembatan yang akan didatangi karena saya banyak melihat vlog orang-orang yang ke sana. Kalau malam ada air mancur dari jembatannya dan lampu warna-warni dengan musik, menjadi seperti dancing fountain. Jembatannya ada dua tingkat, dan di pinggir sebelah kirinya ada dua gedung dengan arsitektur khas namanya Some Sevit yang muncul di film Avenger Age of Ultron saat adegan Kapten Amerika mau mengejar Ultron di jembatan. Jadi cita-citanya mau sekalian ke sana juga sekalian untuk melihat-lihat.

Itu ekspektasi, reality tentu saja beda yeorobun. Kembali selamat sudah untung, sudah cukup puas foto-foto di pinggir sungai... boro-boro mau ke Gedung Some Sevit. Salju semakin lama semakin tebal saat diinjak, dingin dan berangin. Saat jalan tidak tahu yang mana jalan yang mana taman, pokoknya ikuti insting saja. Kalau saat jalan kaki tidak jeblos berarti bawahnya aspal, kalau jeblos berarti tanah. Jadi kami naik subway ke rute kemarin, turun di Stasiun Express Bus Terminal exit 8-1 menuju Hangang Park. Kalau ke arah kiri menuju jembatan Banpo, kalau ke arah kanan dari stasiun kemudian belok kiri mengikuti jalan lurus sampai habis kemudian belok kanan. Pertigaan itu temboknya merupakan jalan yang tinggi yang bisa ditembus menuju Sungai Han lewat terowongan.

Belok kanan dari Exit 8-1


Setelah keluar dari terowongan kecil itu, jika cuacanya bagus pasti langsung kelihatan jelas Sungai Han, karena itu sudah termasuk area taman. Mungkin bisa sewa sepeda juga, karena di samping terowongan banyak terparkir sepeda. Desi seperti biasa nyari toilet, dan di area taman seperti ini pasti ada toiletnya. Di sana ada toilet portable yang bersih, yang bisa digunakan, posisinya di arah kanan setelah keluar dari terowongan, sementara Jembatan Banpo ada di kiri. Setelah urusan toilet selesai, kami mendekati Jembatan Banpo dan Sungai Han sebisanya saja. Cuma sedikit orang-orang yang nekat ke sana dalam cuaca seperti ini, termasuk kami. Masih ada yang merekam dengan memasang tripod untuk salju yang turun, juga ada yang membawa anjingnya yang berbulu tebal untuk jalan-jalan. Saya jadi teringat Bubu, kucing oyen medium persia milik saya yang pasti sangat senang di cuaca dingin dan bisa menginjak salju seperti saat ini. Ngambil foto dan video saat turun salju itu susah cinnn... dari 10 pengambilan foto, paling 1 atau 2 yang mukanya bersih dari salju, sisanya aneh-aneh, kena mata, hidung dan mulut. Tapi secara umum ini sebenarnya menyenangkan dan merupakan pengalaman unik yang berharga yang tidak setiap hari bisa didapatkan oleh orang-orang yang hidup di negara tropis, jadi dijalani saja ya... tidak usah mengeluh dingin. 

Akhirnya saya punya foto seperti ini


Latar belakang Jembatan Banpo dan Sungai Han


Jalan mendekati Jembatan Banpo, Gedung Some Sevit lumayan kelihatan di belakang


Kami sebenarnya juga mendekati Jembatan Banpo, tapi tidak sanggup jauh-jauh agar jalan pulangnya juga jangan terlalu jauh. Ngeliat sedikit gedung Some Sevit saya sudah cukup puas. Padahal ya di sana saya yakin, kalau cuacanya bagus pasti jadi tempat wisata yang sangat asyik, bakal banyak orang yang jualan, naik sepeda...  mungkin kalau Bulan Puasa di Indonesia, jadi tempat favorit untuk berkumpul dan ngabuburit.... 😅. Tapi karena kenyataan saat ini tidak bisa, maka udah ya kalau sudah puas pulang.... Jalan pulang kami kembali lewat terowongan, tapi Desi ke toilet lagi, jadi saya menunggu di dalam terowongan sambil ngeliati salju yang turun. 

Perjalanan selanjutnya adalah hal yang menyenangkan yaitu belanja di Myeongdong, skin care, make up, skin care lagi, make up lagi... dst sampai dompet kering.... Dari stasiun subway exitnya di pintu nomor 6, kalau mau ke Kampungku di pintu exit 3 di seberang jalan. Penjaga toko di sana luar biasa ramah dan sangat senang menjelaskan produk yang mereka jual. Dengan alasan produknya bebas pajak dengan scan paspor, maka semakin banyaklah kami belanja, untuk diri sendiri dan juga oleh-oleh tentu saja. Di Etude, saya membelikan krim titipan teman saat saya merasa eonni kasir meletakkan paspor saya, mau saya ambil, eh dia sambil senyum bilang "Scan..." 😅 ternyata dia sedang scan paspor saya, saya kira dia meletakkan di ujung meja untuk ngasih ke saya... Saya jadi malu 😁.

Di Myeongdong semakin sore semakin rame. Karena banyak orang berjualan, tumpukan salju mereka bersihkan dan jalan ditaburi garam. Makan di Busan Jib Myeongdong kali ini kami ke tempat yang ada menu Korea. Pesan Bulgogi yang dikasih dari mentah dan dimasak di atas meja. Selain daging ada bawang bombay, jamur, daun bawang, wortel, air tentu saja dan bumbu rahasia di bawah daging. Side dish masih sama seperti yang dulu, ada kimchi, ikan kecil, dan rumput laut. Desi pengen Pajeon, tapi karena pajeonnya sea food... saya tidak bisa ikut makan, Kalau Desi mau bungkus sih boleh juga sebenarnya, tapi dia melihat gambar di menu sepertinya ada yang Pajeon sayur, maka pesanlah kami... eh ternyata salah yeorobun, gambarnya ternyata adalah Japchae. Sounnya sebenarnya enak juga, tapi porsinya banyak dan agak manis. Makannya tunggu Bulgoginya matang, enak sekali... nasinya seperti biasa dikasih hangat dalam wadah mangkok stainless steel tertutup. Sendok garpu dan tisu ada di laci samping meja. Harga makanan di Busan Jib lebih mahal dibanding Kampungku, tapi nggak apa ya... kan sekali-sekali dan enak juga... 

Hidangan di Busan Jib


Habis belanja balik lagi ke hotel, malamnya lanjut keluar makan di Kampungku lagi. Kami dapat meja di lantai 2. Kali ini saya memesan menu paling harus dicoba selama di Korea yaitu ramyeon... hahaha... Di Indonesia juga bisa kan, tapi kepalang di Korea jadi pesan itu. Menunya ditaruh di panci kecil. Selain itu juga beli ayam goreng dan teh hangat, ini sekaligus sebagai menu perpisahan di Korea untuk perjalanan kami kali ini.

Ramen di Korea

Menu lengkap kami malam itu

Pulang ke hotel, packing beres-beres... Semua benda yang tidak digunakan lagi, pakaian kotor dan semua barang belanjaan masuk ke koper besar. Keperluan di Taipei nanti saat transit, seperti pakaian ganti dan alat-alat mandi dimasukkan ke tas kecil yang rencanyanya dibawa saja ke kabin, sama seperti rumus saat transit di Ho Chi Minh. Untuk pesawat ke Palembang dari Jakarta tanggal 1 Januari, kami sebenarnya memesan tiket Batik Air dari Soeta, tapi... dapat pesan perubahan jadwal. Kalau pesawat Vietnam Airlines yang kami tumpangi saat datang ke Korea perubahan jadwalnya dimajukan 20 menit, nah kalau pesawat Batik ini perubahannya adalah pindah Bandara jadi ke Halim. Malas banget kan nanti dari Taipei mendarat ke Soeta, mau pindah ke Halim bawa koper berat dalam waktu hanya beberapa jam dalam sehari. Jadi akhirnya diputuskan ganti pesawat apa saja yang penting tetap di Soeta. Karena perubahan ini bukan salah kami, jadi perpindahan ini tidak kena cas. Kami jadi ganti pesawat tetap jadwal malam ke Palembang dengan menggunakan Super Air Jet lagi jadinya. Pulang ke Palembang nanti sudah dipastikan bagasi menjadi lebih banyak dan kami harus beli bagasi jadinya. 

Hari kelima : 11.921 langkah

Lanjut part 7

Video Youtube

Tanggal 29 Desember 2023 jadwal hari ini adalah ke Lokasi 2 drama Korea yang belum pernah saya datangi. Yang pertama adalah lokasi drama start up yang dibintangi Suzy yaitu di Nodeul Island yang kalau di dramanya pulaunya disebut Sand Box. Yang kedua adalah favorit saya yaitu drama Hospital Playlist, rumah sakit EUMC atau Ewha Womans University Medical Center yang di dramanya namanya diganti menjadi Rumah Sakit Yulje. Walau Rumah sakit ini hanya diambil gambarnya di luar, sementara adegan di dalamnya kebanyakan di lokasi lain, tapi saya sangat pengen ke sana. Jika Nodeul Island informasinya banyak didapat saat disearching, untuk lokasi Rumah sakit EUMC ini saya browsing sendiri. Saya sudah pernah ke kampus Ewha, nah Rumah sakit nya berada pada lokasi yang berbeda. Saya paling suka berpatokan pada stasiun subway terdekat karena inilah petunjuk yang paling jelas dari moda transportasi lain. Untuk pastinya saya juga mengecek lewat Google maps 3D saat riset sebelum berangkat untuk memastikan gedungnya benar. Selain subway, alternatif lain bisa pakai bis mungkin. Kami sudah coba sekali saat ke Namsan Tower, cuma petunjuk perhentian bis tidak sejelas subway menurut saya, saya pernah punya pengalaman sering salah baca rute bis di Macau karena tidak ada subway di sana dan rasanya tidak enak kalau salah dan diusir supir bis, makanya saya agak trauma.


Jika di Palembang Jembatan Sungai Musi itu ada Ampera dan Jalur LRT, Musi II jalur 1 dan 2, Musi IV dan VI, sementara Musi III (yang kabarnya bakal melewati Pulau Kemaro) dan V belum dibangun. Maka Jembatan Sungai Han di Seoul itu lebih banyak lagi. Hasil riset saya ketemu kurang lebih 10 jembatan yang saya ketahui dan 3 diantaranya adalah:

- Jembatan Mapo yang disebut Jembatan kehidupan karena seringnya orang bunuh diri di sana, Jang Hansol pernah buat vlog di sini.
- Jembatan Hangang yang tengah-tengahnya ada Nodeul Island.
- Jembatan Banpo yang jalurnya 2 tingkat dan di sampingnya ada Some Sevit gedung yang ada di Film Avenger Age of Ultron. Kalau malam suka ada pertunjukan air mancur menari dilengkapi lampu dari jembatan.

Karena Desi pengen "piknik" di pinggir Sungai Han, maka jembatan yang terpilih besok adalah Jembatan Banpo. Jembatan yang kami kunjungi hari ini adalah Hangang untuk ke Nodeul Island, sementara Jembatan Mapo tidak kami kunjungi.

Semua yang akan kami kunjungi hari ini ada di line 9 warna coksu. Dari Chungmuro ganti line di Stasiun Express Bus Terminal. Kami mulai ke arah kanan dulu yaitu ke stasiun Nodeul exit 2. Nanti lanjut ke stasiun Seonyudo exit 8 untuk ke Rumah Sakit Ewha. Kemudian balik lagi ke arah kiri masih di line yang sama melewati Stasiun Bus Terminal lagi ke Stasiun Bongeunsa exit 7 untuk ke Coex. Di Mall Coex kami akan makan di restoran Turki Kervan dan mengunjungi Starfield Library. Kalau mau ke Lotte World masih di jalur yang sama ke arah kanan, tapi saya tahu waktu tidak akan cukup. Jembatan Banpo saja yang posisinya ada di dekat Stasiun Bus Terminal tidak akan sempat kami kunjungi walau kami lewati, karena waktunya pasti tidak akan cukup sehingga jadwalnya digeser besok.

Apakah semua rencana dari hasil riset setahun (saat tahun 2023 maksudnya) itu sukses, mengingat saya belum pernah mengunjungi semua tempat itu? Jawabannya tentu tidak yeorobun... pasti ada kisah tersesat dan pertengkaran antar anggota tur mandiri yang terdiri atas dua orang karakter Alpa seperti kami... 😅. Tempat pertama hari itu adalah Nodeul Island. Dari stasiunnya kami jalan kaki sedikit melewati Jembatan Hangang. Lokasi pulau buatan itu pas ada di tengah-tengah. Cuaca jangan ditanya, tentu saja dingin, tidak terbayang kalau cuacanya bagus, pasti banyak yang daftar sand box jadi tim Han Ji Pyeong atau Nam Do San, eh datang ke sana maksudnya. Sebenarnya pulaunya kecil, pengambilan gambar dramanya saya yakin juga mengambil tempat lain selain di sana. Ada tangga-tangga yang menghadap ke Sungai Han dan Jembatan lain yang ada kereta subway lewat line 1 biru tua antara stasiun Noryangjin ke Yongsan. Banyak adegan dramanya di tangga-tangga itu, diantaranya kalau tim Samsan Tech lagi pusing mikirin coding yang gagal atau sekadar duduk-duduk cari angin. Sudah banyak vlog yang juga dibuat sana, sampai reka ulang adegan juga ada.... Saya cuma reka ulang foto posternya saja, berusaha mirip dikit boleh ya... haha... Yang jelas gara-gara postingan di Nodeul Island, Instagram saya dan Desi di comment para yeorobun yang juga pengen ke sana 😎

Nodeul Island a.k.a Sand Box


Tangga yang sangat terkenal


Reka ulang poster Start Up


Jika lokasi pertama sukses dikunjungi, bagaimana dengan lokasi kedua? Kami lanjut mau ke Rumah Sakit Ewha. Setahu saya tidak ada stasiun yang sangat dekat ke sana, jadi saya pilihlah stasiun yang terdekat, sisanya saya pikir bisa jalan kaki termasuk lewat jembatan kecil. Di kereta, Desi sudah ngasih opsi lain yang disearchingnya dengan kombinasi bis untuk ke sana. Saya mulai pusing kalau jadwal berubah ditengah jalan, saya tidak jago baca perhentian bis dan kalau salah bakal semakin tersesat, menurut saya subway sudah paling jelas. Saya paham kalau Desi pengen bantu daripada jalan kakinya jauh. Tapi menurut saya stasiun yang dipilih Desi itu semakin jauh kalau dilihat dari Kakao Metro. Saya sempat marah dalam hati karena di awal perjalanan kan sudah ada perjanjian kalau saya bersedia jadi merangkap tour guide yang mengurus semuanya asal jangan dikacau di tengah jalan. Saya sampai merajuk dan bilang kalau memang mau naik bis nanti uruslah sendiri saya tinggal bawa kaki.... 😅. Untunglah saya dan Desi ini memang sering tidak sepakat tapi tidak diambil hati dan tetap cocok berteman. Dari awal pun saya bilang ke teman-teman yang lain, kalau saya sudah tahu bakal sering bertengkar sama Desi di jalan, seperti perjalanan kami sebelumnya saat ke Malaysia, Singapura dan Thailand.... 

Singkat cerita, sampailah kami ke stasiun Seonyudo. Untuk menuju ke Rumah Sakit Ewha sama sekali tidak jelas. Saya berharap bisa melihat gedungnya dari jauh karena lumayan tinggi seharusnya. Akhirnya saya mengalah ikut saran Desi, karena untuk jalan kaki pun tidak jelas ke mana, akhirnya kami naik bis. Inipun butuh effort yang lebih untuk melihat arah bis ke mana dan perhentiannya ada berapa. Parahnya nama perhentian busnya semuanya dalam hangul, kami jadi menggunakan google lens untuk menerjemahkan foto tulisan tersebut. Akhirnya kami kembali mencicip naik bis setelah dari Namsan Tower. Kartu transportasi kami sudah mencakup bis selain subway, jadi tidak perlu repot untuk cara pembayarannya. Naiknya dari depan tap kartunya sekali, nanti turunnya dari belakang dan tap kartunya sekali lagi. Sama seperti di Macau, bis Korea pun akan ada pemberitahuan suara untuk perhentian berikutnya agar penumpang bisa bersiap-siap. Kami lanjut dengan Google Maps jalan kaki sedikit. Tapi.... kok aneh, gedung setinggi itu tidak kelihatan dimana-mana, padahal di Google sudah dekat. Kami memang akhirnya sampai, tapi ternyata itu bukan Rumah Sakit yang kami maksud. Memang namanya Rumah Sakit Ewha University tapi bentuk gedungnya sangat berbeda. Lagi kebingungan Desi sudah kebelet pipis. Nanya toilet sama satpam nggak bisa Bahasa Inggris, setelah pakai Google translate baru Ahjusi mengerti dan menunjukkan jalannya. Sambil menunggu Desi, saya penasaran mencari lagi posisi Rumah Ehwa, kali ini saya ganti tampilan 3D supaya jelas gedungnya. Dannn.... akhirnya saya tahu apa salahnya.... 

Ternyata Rumah Sakit Ewha itu lebih dari satu, gedung yang kami maksud lokasinya bukan di situ, dan jaraknya lumayan jauh. Setelah Desi menyelesaikan urusannya, tidak kepikir lagi mau naik bis atau subway, kami menuju taksi yang sedang mangkal di depan Rumah Sakit. Saya tunjukkan peta 3D Gedung Rumah Sakit Ewha yang saya searching di Google Maps barusan. Tapi Ahjusi sopir taksi juga tidak bisa Bahasa Inggris dan sepertinya bingung dengan huruf latin. Hangul... hangul katanya... Maka terpaksalah kami cari tulisan Rumah Sakit Ewha dalam tulisan Korea, baru dia mau jalan. Ewha ewha... kata kami. Mungkin pengucapan Ewha kami lain dengan lidah Korea, tapi saya berharap dia mengerti dengan tulisan yang kami tunjukkan. Sama seperti di Singapura, kalau tidak tersesat dan terpaksa, kami tidak akan tercicip naik taksi di Korea. Untuk jaga-jaga, sepanjang jalan saya buka Google Maps untuk melihat gerakan kami di peta. Tapi kok makin menjauh ya dari lokasi yang kami maksud. Kami mencoba mengajak bicara ahjusi sambil taksi tetap jalan. Saya menduga dia akan membawa kami ke kampus Ewha University yang sudah pernah saya kunjungi. Kampusnya memang bagus, tapi saat ini saya inginnya ke Rumah Sakit Yulje. Ahjusi tampak kesal dan ngoceh dalam Bahasa Korea. Saya yang putus asa mengajak Desi turun dari taksi dan mikir belakangan nanti ke mana lagi. Untung akhirnya Ahjusi mau belok setelah saya menunjukkan gambar letter U Rumah Sakit Ewha yang kami maksud, mungkin dia juga baru sadar bahwa rumah sakit Ewha ada 2, dia menyebut Gimpo. Kami yang kebingungan tidak menanggapi, ternyata Rumah Sakit yang kami mau ada di arah Bandara Gimpo. Saya mengecek dari Google Maps, arahnya semakin benar, dan setelah Ahjusi menunjuk Gedung EUMC yang sudah kelihatan, kami bertiga sama-sama gembira. Dan tahu tidak sih, saat taksi sudah mau sampai, "Wait a moment" kata Ahjusi saat sedang memutar untuk masuk ke pintu pagar rumah sakit... duh ternyata Ahjusi bisa Bahasa Inggris ya kalau sudah mau sampai, lumayan lah di tengah pembicaraan kami dari tadi yang tidak nyambung. Ik Jun, Andrea, Song Hwa, kami datang.... 

Gedung Rumah Sakit EUMC a.k.a Yulje

Ini dari depan


Ini lalu lintas di depan rumah sakit


Memang ya, traveling itu jadi seru kalau ada kejadian random seperti ini. Ya tidak mungkin juga kan mulus-mulus saja jalannya. Kami tidak masuk ke Rumah Sakit karena takut mengganggu, saya sudah puas foto-foto di depannya. Dan tahu tidak sih, kami dapat anugerah sebenarnya, tapi bikin saya kesal. Desi melihat tanda subway di depan rumah sakit. Pas sekali di salah satu sudut halaman, ada pintu exit subway. Kesalllll..... kalau tahu begini kan mestinya jalan kami ke sini jadi lebih mudah. Tapi harus sadar, ini malah anugerah dari Tuhan agar jalan pulang kami jadi mudah... Saya harus istigfar dan segera bersyukur.... 

Nama stasiunnya Balsan line 5 warna ungu, pintu exit dari  Rumah Sakit EUMC adalah nomor 8. Untuk ke Coex, kami ganti line di stasiun  Yeouido dan lanjut ke Bongeunsa. Tujuan utama ke sana tentu saja adalah ke Starfield library. Tapi sebelumnya harus solat dulu yang sudah sangat telat dan juga makan. Karena Coex adalah mall, ada petunjuk dalam bentuk layar touch screen untuk mencari tujuan kita. Restoran Kervan sudah kami dapatkan, tapi kalau mau ke mushola tempatnya lain lagi. Dari B1 kami ke lantai 3 menggunakan lift. Tempatnya dekat Conference Room E. Selesai solat kami kembali ke Kervan dan makan makanan khas Turki.

Untuk ke Starfield library masih di B1, petunjuknya juga jelas. Namun sayang rame banget di sana. Mau foto dengan latar belakang buku-buku dengan eskalator ala orang-orang susah sekali. Tapi dasar rezeki anak soleh, ternyata kami datang di waktu yang tepat. Sama seperti DDP, di sana juga sedang ada pertunjukan video mapping terjadwal selama 5 menit. Kami datang jam setengah 7, tiba-tiba ruangan jadi gelap dan musik keras terdengar, video mappingnya di tembak di 2 rak besar di samping eskalator... keren sekali pokoknya....👍👍

Starfield library

Ayam di Kervan


Ketemu poster ini, mumpung lagi tayang


Pulangnya sempat mampir ke Daiso untuk beli merchandise lucu-lucu. Sempat juga ke Myeongdong lagi untuk beli makanan kecil sekalian untuk sarapan. 

Nyicip juga


Beli terus pokoknya


Catatan:
Hari keempat : 13.373 langkah

Lanjut part 6

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...